Kamis, 28 Mei 2020

MENERIMA ALIRAN HIDUP DARI ROH

Dalam waktu yang berdekatan, kita merayakan Kebangkitan Kristus, Kenaikan-Nya ke surga dan Pentakosta. Lalu, apa kaitannya satu dengan yang lain dari perayaan itu? Dalam Injil Yohanes, ketiga rangkaian peristiwa ini dipadatkan menjadi satu dalam peristiwa penampakan Yesus yang telah bangkit kepada para murid-Nya yang sedang berkumpul dalam sebuah ruangan terkunci (Yohanes 20:19-23, Injil yang dibaca pada Minggu Paskah II). Dalam peristiwa ini, para murid melihat sendiri Dia yang telah mati itu menyatakan diri. Ia memberi damai sejahtera artinya meneguhkan dan menguatkan mereka. Dan kemudian menghembusi mereka dengan Roh Kudus. Ia berbagi Roh kehidupan dengan para murid. Roh itulah yang menghidupkan semangat baru di antara mereka. Mereka menerima aliran hidup dari Roh untuk ambil bagian dalam meneruskan karya Yesus di bumi ini.

Dalam Kisah Para Rasul, pengalaman yang diungkapkan secara padat oleh penulis Injil Yohanes tadi, ditampilkan dengan tiga puncak, yakni: Kebangkitan, Kenaikan, dan Pentakosta. Dari Kebangkitan hingga Kenaikan ada selang waktu 40 hari (Kis. 1:1-3). Selama 40 hari itulah para murid mengalami pelbagai perjumpaan dengan Yesus yang bangkit, hingga mereka benar-benar percaya bahwa Yesus bangkit! Tenggat waktu 40 hari itu mematangkan pengalaman mereka Bersama dengan Yesus. Murid-murid akhirnya menyadari bahwa Yesus, seperti terungkap dalam Matius 28:18, telah menerima kuasa baik di surga maupun di bumi. Kesadaran ini mereka alami sebagai Kenaikan Tuhan. Pada saat yang sama, para murid meyakini mendapat mandat untuk melanjutkan karya Yesus di bumi. Mereka meyakini kehidupan mereka sekarang ini harus menjadi saksi-saksi Tuhan yang hidup. Dalam bahasa Lukas, ini disebut sebagai tugas menjadi saksi-saksi-Nya (Kis.1:8), atau menurut Matius, menjadikan semua bangsa murid-Nya dan menerima mereka sepenuhnya dalam komunitas mereka melalui baptisan (Matius 28:19).

Bagaimana pun juga, meskipun sudah ada kesadaran baru ini, mereka belum cukup merasa mampu menjalankan tugas-tugas itu dengan merdeka, artinya: tanpa merasa waswas, kuatir, dan tertekan. Kekuatan yang memerdekakan barulah mereka peroleh pada hari Pentakosta. Pada momen itulah mereka mendapat semangat untuk menceritakan pengalaman spiritualitas mereka kepada orang banyak. 

Pentakosta di kalangan umat Perjanjian Lama, artinya “hari ke-50” dirayakan 7 minggu setelah panen gandum (Imamat 23:15-21 dan Ulangan 16:9-12). Ya, Pentakosta ada kaitannya dengan pesta syukur panen. Itulah sebabnya, kita menghias gereja pada perayaan Pentakosta dengan hasil panen: Ada sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan sebagainya. Di sinilah kita mengucap syukur kepada Tuhan. Umat Perjanjian Lama mengucap syukur dengan memberi hasil panen yang terbaik ke rumah Tuhan. Mengapa? Oleh karena mereka meyakini bahwa ketika mereka bisa memanen hasil tanaman itu semata-mata karena pertolongan tangan Tuhan: Tuhanlah yang memberi kekuatan dan kesehatan sehingga mereka bisa membajak, mengolah tanah dan merawat tanaman. Tuhan juga yang menurunkan air hujan sehingga tanaman bisa tumbuh subur. Dialah juga yang melindungi dari hama dan penyakit, maka pantaslah mengucap syukur kepada-Nya.

Nah, masalahnya sekarang, kita tinggal dalam masyarakat perkotaan jarang ada yang bertani. Dalam pekerjaan apa pun mestinya kita dapat bersyukur dengan cara yang sama. Sebagai dokter, pengusaha, karyawan, pedagang, hakim, jaksa, polisi, pendeta, dan apa saja. Bukankah Tuhan yang memberikan hikmat kepandaian, Dia juga yang memberi kekuatan dan kesehatan serta pemeliharaan sehingga dari pekerjaan kita, kita dapat menerima berkat-Nya? Jadi, sudah selayaknyalah kita bersyukur dan memberikan yang terbaik kepada-Nya! Dalam tradisi GKI, Pentakosta juga sebagai kesempatan kita memberikan persembahan syukur tahunan. Pada saat inilah dalam kesadaran kita di tengah-tengah segala kesulitan yang ada, kita ditantang untuk memberikan yang terbaik.

Kembali kepada Pentakosta dalam Perjanjian Lama. Perkembangan selanjutnya, hari “ke-50” ini dihitung mulai dari tanggal 14 Nisan, yaitu Paskah Yahudi. Pada hari ke-50 ini kemudian diperingati sebagai hari turunnya Taurat kepada Musa. Kita, sebagai umat Kristiani hari ke-50 itu dirayakan tujuh minggu setelah Kebangkitan Yesus untuk memperingati turunnya Roh Kudus ke atas para murid. 

Bacaan pertama pada Hari Raya Pentakosta tahun A (Kisah Para Rasul 2:1-11), berisi kisah mengenai hari Pentakosta. Pada waktu itu terdengar suara dari langit, menderu seperti taufan memasuki ruangan para murid berkumpul, dan memunculkan lidah-lidah api menghinggapi mereka. Dan mereka mulai berbicara dalam banyak bahasa. Seperti itukah kejadiannya?

Lukas sebenarnya hendak menggambarkan pengalaman batin para murid. Saat itu mereka secara bersama-sama merasakan adanya kekuatan yang membuat hati mereka bernyala berkobar-kobar. Kejadian ini sudah sedikit disinggung dalam cerita mengenai dua orang murid yang menuju Emaus (bacaan Minggu Paskah ke-IV). Suatu ketika mereka saling berkata, “hati kita berkobar-kobar” (Lukas 24:32). Artinya, semangat mereka tidak memudar, tetapi menyala-nyala. Dan sekarang, kejadian ini dialami oleh semua murid yang lain secara bersama-sama.

Ini bukan cerita halusinasi atau perasaan sepihak para murid saja. Tidak! Peristiwa ini disaksikan oleh orang banyak yang sedang merayakan Pentakosta Perjanjian Lama itu. Mereka melihat para murid dengan berani bersaksi tentang Yesus Kristus. Mereka berbicara dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang yang berkunjung ke Yerusalem itu. Inilah daya yang dianugerahkan Roh kepada para murid, kepada Gereja. Daya itu merasuki ke dalam dan ke luar. Ke dalam, Roh itu akan memperkokoh keyakinan, memberi spirit, kekuatan dan keberanian untuk menjadi pengikut Kristus. Ke luar, memberi kekuatan kepada mereka untuk mempersaksikan cara hidup baru terhadap orang banyak.

Dalam bahasa zaman sekarang, kekuatan yang diberikan Roh itu terletak dalam kemampuan untuk menerangkan iman kepercayaan dengan cara yang bisa dimengerti oleh orang lain. Tentu saja tidak hanya dengan perkataan, tetapi juga dengan sikap hidup dan perbuatan. Setiap orang yang menerima aliran Roh itu mau tidak mau akan terlihat dalam kehidupannya. Ada sesuatu yang baru yang bisa dilihat orang. 

Bahasa para murid dimengerti oleh orang-orang dari pelbagai penjuru yang datang ke Yerusalem. Bahasa adalah sarana komunikasi agar orang mengerti apa yang kita sampaikan. Ada kalanya satu bahasa kita tidak tahu maksudnya apa orang tersebut berbicara demikian. Ada bahasa yang sama, yang bisa dipahami oleh semua orang: Ya, bahasa itu adalah bahasa kasih. Kasih adalah bahasa yang bisa dimengerti tetapi juga didambakan oleh semua orang. Pada saat inilah bahasa kasih sangat diperlukan. Ada begitu banyak orang yang patah semangat, putus asa, kehilangan banyak hal. Di sinilah mereka membutuhkan bahasa kasih itu. 

Masalahnya sekarang, apakah setiap anak-anak Tuhan menyadari bahwa ada kekuatan yang Maha dasyat dalam diri setiap mereka untuk memunculkan bahasa kasih itu? Apakah Saudara dan saya merasakan ada aliran hidup dari Roh itu sehingga menggetarkan nurani kita untuk melakukan sebuah tindakan kasih? Ataukah kita membungkan kekuatan itu sehingga memilih diam di tengah banyaknya penderitaan yang dialami oleh anak-anak manusia? Ingatlah, Tuhan memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, bukan roh egoisme, bukan roh kebencian, permusuhan, dan lain sebagainya. Ia memberikan kepada kita Roh keberanian: berani untuk menjadi saksi-Nya. Berani untuk menghadirkan damai sejahtera di bumi ini. Selamat merayakan Pentakosta, Tuhan memberkati!

Petankosta Tahun A, 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar