Rabu, 12 Juni 2019

BERSAHABAT DAN PARTISIPATIF DALAM CINTA KASIH

Hari Minggu ini kita merayakan Minggu Trinitas. Meski Trinitas adalah soko guru iman Kristen namun nyatanya Trinitas juga merupakan pokok ajaran Kristen yang paling sulit dijelaskan dan terus menjadi bahan perdebatan hingga hari ini. Benar, Alkitab sendiri bungkam tentang istilah Trinitas. Tak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menuliskan tentang Trinitas atau Tritunggal. Bungkamnya Alkitab, bukan berarti iman terhadap Trinitas itu tidak ada, salah atau harus ditolak. Kesaksian yang terhimpun dalam ayat-ayat Alkitab dapat menolong kaum beriman menyelami iman akan Trinitas atau Tritunggal Mahakudus.

Dahulu orang memandang dunia ini sebagai drama yang dilakonkan oleh Allah sendiri. Dalam drama ini ada tiga pemeran. Bapa berperan sebagai “pengasal”, tindakan penyelamatan, Anak sebagai “pelaksana”-nya, sedangkan Roh Kudus “melanjutkan”-nya. Ketiga pelaku ini menjalankan peran yang berbeda-beda tetapi dengan maksud dan tujuan yang sama, yakni: penyelamatan dunia beserta isinya. Pelaku dalam lakon disebutprosopon(Yunani) atau “persona”(Latin) yang diindonesiakan sebagai “pribadi”. Arti harfiah dari kata Yunani dan Latin ini ialah gambaran wajah atau topeng yang dikenakan sang tokoh sehingga para hadirin langsung menangkap peran mana sedang dijalankan. Cara mengungkapkan dengan bahasa lakon ini dulu mudah menarik perhatian orang banyak dan oleh karenanya dipakai untuk menjelaskan karya penyelamatan Allah. Jalan pikirannya demikian: Karya penyelamatan itu berasal dari Sang Bapa dan dilaksanakan oleh Sang Anak yang diutus ke dalam dunia, dan kemudian dijaga keberlangsungannya oleh Roh Kudus.

Mungkin saja analogi tentang prosoponatau personapada zamannya menolong banyak orang untuk memahami tentang Trinitas. Namun, kemudian nalar manusia pun terus berkembang. Kalau begitu apakah peran dari masing-masing “pribadi” Allah itu begitu jelas bisa dipenggal-penggal? Lalu bagaimana relasi mereka satu dengan yang lainnya? Mari kita belajar dari penuturan Injil Yohanes.

Yohanes 16:12-15 mengisahkan ada saatnya Yesus akan terpisah dengan para murid. Tentu saja Ia tidak ingin para murid-Nya gelisah dan frustasi. Yesus berusaha menjelaskan segala sesuatu kepada para murid-Nya agar mereka memahami sepenuhnya apa yang sudah dilakukan-Nya. Namun, pemahaman para murid tampaknya sangat terbatas. Yesus menyimpulkan bahwa mereka belum dapat menanggungnya. Lantas, apa sebenarnya yang belum dapat ditanggung oleh para murid Yesus?

Salah satu hal yang belum disampaikan kepada para murid pada saat itu ialah, bahwa Ia akan segera kembali kepada Bapa di surga. Yesus tahu bagaimana Ia akan kembali kepada Sang Bapa, yakni melalui salib, tetapi hal ini belum dinyatakan kepada para murid. Mengapa? Apakah karena para murid itu tidak akan mampu menanggung kenyataan bahwa Guru dan Tuhan mereka mati dengan cara paling hina yang biasanya dialami oleh para pendosa dan pemberontak?

Jika kita membandingkannya dengan pemberitahuan Yesus dalam Injil-injil sinoptik, pemberitahuan dalam Injil Yohanes tidak pernah menyebut kematian Yesus. Dalam Injil-injil sinoptik dinyatakan dengan sangat jelas, “Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-iman kepala, dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari”(Markus 8:31). Derita dan kematian Yesus disebut dengan terus terang. Sementara dalam Injil Yohanes, poin yang paling banyak disebut bukan kesengsaraan dan kematian, melainkan bahwa Anak Manusia akan ditinggikan dan dimuliakan. Itulah jalan  Yesus kembali kepada Sang Bapa. Kalau para murid dalam Injil-injil sinoptik itu saja gagal untuk menangkap maksud dan pemberitahuan Yesus – padahal diungkapkan dengan terang-benderang. Barangkali ketidakmampuan seperti ini jugalah yang dimaksudkan dalam Injil Yohanes. Mereka pada waktu itu belum sanggup untuk mendengar pemberitahuan itu. Kalau pemberitahuan tentang kepergian Yesus saja sudah membuat mereka berdukacita, lalu sanggupkah mereka menanggung pemberitahuan bahwa Yesus akan mati disalib?

Akan tiba saatnya semua yang diberitahukan Yesus itu benar-benar terjadi. Kematian dan kebangkitan Yesus akan menyatakan kebenaran dari perkataan Yesus. Pada saat itulah Roh Kebenaran akan mengajar para murid dan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran yang telah dinyatakan oleh Yesus. Bimbingan Roh Kudus itu bukan hanya bimbingan intelektual untuk mengerti apa yang dikatakan Yesus. Bimbingan Rogh Kudus itu juga nyata di dalam cara hidup yang sesuai dengan apa yang diajarkan Yesus. Cara hidup seperti apa? Cara hidup yang ditempuh oleh Roh Kudus adalah cara hidup seorang saksi yang memberi kesaksian akan Yesus sendiri. Sebagaimana Yesus bersaksi tentang Allah. Yesus tidak hanya mengucapkannya dalam pengajaran, melainkan menjadikan hidup-Nya sebagai peragaan yang lengkap tentang eksistensi Allah. Demikian pula Roh Kudus bersama para murid bersaksi tentang Yesus Kristus. Dalam pemahaman ini, iman yang dimiliki oleh para murid bukan hanya soal intelektual atau kebatinan, melainkan juga soal praksis hidup. Iman menjadi nyata melalui kehidupan. Roh Kuduslah yang membimbing para murid ke dalam keseluruhan kebenaran ini.

Roh Kebenaran itu tidak berkata-kata dari diri-Nya sendiri. Kata-kata Roh Kudus bukanlah kata-kata baru dibandingkan apa yang telah dinyatakan oleh Yesus. Kata-kata Roh Kudus menyatakan kembali apa yang telah dikatakan Yesus. Ia hanya mengatakan apa yang telah didengar dari Yesus. ia juga memberitahukan kepada para murid hal-hal yang akan datang yang didengar-Nya dari Yesus. Hal-hal yang akan datang itu juga bukanlah perkara yang baru. Dengan menyatakan seluruh kebenaran yang diterima-Nya dari Yesus, Roh Kudus memuliakan Yesus. Hal ini sama dengan apa yang terjadi pada Yesus. Bukankah Yesus juga menyatakan segala sesuatu yang didengar dari Sang Bapa? Ia melakukan apa yang dikehendaki Bapa-Nya dan dengan demikian Bapa dipermuliakan dalam diri-Nya. Kini, Roh Kudus menyatakan apa yang dikatakan oleh Yesus, maka Yesus dipermuliakan di dalam Dia.

Yohanes 16:15 menutup pembicaraan tentang peran Roh Kudus ini dalam hubungan Bapa – Anak – Roh Kudus. Yesus menyatakanbahwa segala sesuatu yang dipunyai Bapa adalah kepunyaan-Nya. Apa yang dipunyai Anak disampaikan-Nya kepada Roh Kudus. Roh Kudus pun menyampaikan kepada para murid apa yang diterima-Nya dari Anak. Apakah dengan demikian Roh Kudus hanya mengulang perkataan Yesus? Jelas tidak! Roh Kudus, yang adalah Roh Kebenaran itu membimbing para murid untuk mengerti kebenaran perkataan dan tindakan Yesus sebagai Firman yang menjadi Manusia.

Dari sedikit uraian Injil Yohanes ini kita diajak memahami bahwa Trinitas itu: Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga pribadi. Ketiga-Nya menyatu: Apa yang ada pada Bapa, ada pada Anak dan Roh Kudus; apa yang ada pada Anak, ada pada Bapa dan  Roh Kudus; dan apa yang ada pada Roh Kudus, ada pada Anak dan Bapa. Mereka berkarya bersama. Ketiga-Nya tidak tersekat dalam kurun waktu tertentu atau tersekat dalam derajat keagungan hierarki. Dalam karya Yesus di sana ada Allah juga Roh Kudus. Dalam karya Allah di sana ada Yesus dan Roh Kudus. Dan di dalam karya Roh Kudus di sana ada Bapa dan Yesus. Mereka saling mengisi, menopang, menolong, dan menguatkan.

Inilah sebuah “tarian kasih” di mana persahabatan dan partisipatif berjalan begitu indah. Sekarang, “tarian” Trinitas ini ingin mengajak dan melibatkan kita ikut serta di dalam-Nya. Kita yang beraneka ragam wujud ini diajak untuk membangun tatanan dunia baru. Mengimani Trinitas bukan hanya mengucapkan “Aku percaya!” tetapi juga ikut serta dalam “tarian” cinta kasih, membangun dunia yang makin layak dan menjaganya agar tidak mengalami kemerosotan moral. Itulah arti dari “selamat” dalam bahasa yang bisa dimengerti orang sekarang ini. Pemahaman ini dapat membuat iman semakin hidup!

Jakarta, Minggu trinitas 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar