Tunduk? Ah, siapa yang mau? Bukankah sifat dan naluri umum manusia adalah menjadi penakluk? Bukan menyerah dan takluk. Lihatlah sepanjang peradaban manusia, selalu diwarnai oleh perang dan penaklukkan. Ini menegaskan bahwa manusia tidak suka tunduk. Tidak ada seorang pun senang menjadi pribadi yang berada di bawah bayang-bayang orang lain!
Tunggu dulu! Perkembangan sainsdapat menjawabnya. Manusia bisa tunduk dan dapat melakukan apa pun yang dikehendaki oleh orang yang “mengendalikannya” dan itu dilakukan seolah-olah pilihan bebasnya sendiri yang menyenangkan. Yuval Noah Harari dalam Homo Deus sedikit mengulas tentang ini. Ia mengacu pada riset yang disebut Robo -rat. Robo-ratadalah seekor tikus biasa dengan sebuah lilitan : para ilmuwan menanam elektroda ke dalam syaraf sensori dan jalur dopamine mesolimbicyang bisa disebut reward area pada otak tikus. Ini memungkinkan para ilmuwan mengendalikan gerak tikus dengan remote control. Setelah sesi-sesi latihan, para peneliti berhasil – tidak hanya membuat tikus belok ke kiri atau ke kanan, tetapi juga memanjat tangga, mengendus tumpukan sampah di sekitarnya, dan melakukan hal-hal lain yang normalnya tidak disukai tikus, seperti melompat dalam ketinggian ekstrem.
Militer dan korporat sangat berminat pada robo-rat, dengan harapan tikus-tikus itu akan terbukti berguna untuk banyak tugas dan situasi. Misalnya, robo-ratdapat mendeteksi orang yang masih hidup tetapi terperangkap di bawah reruntuhan Gedung, melacak bom atau ranjau, dan memetakan terowongan atau gua di bawah tanah. Tentu saja tikus-tikus itu akan melakukannya seolah tanpa paksaan. Profesor Sanjiv Talwar dari State University of New York, salah seorang peneliti terkemuka robo-ratmenjelaskan, “tikus-tikus itu ‘bekerja untuk kesenangan’ dan ketika elektroda-elektroda menstimulasi reward areadalam otak mereka, tikus-tikus itu merasakan sensasi Nirwana”. Tikus itu tidak merasa bahwa seseorang lain sedang mengendalikannya, dan ia merasa sedang tidak dipaksa untuk melakukan apa pun yang bertentangan dengan keinginannya.
Militer Amerika Serikat belum lama ini sudah menginisiasi eksperimen semacam robo-ratdengan menanamkan chip-chip komputer pada otak manusia, dengan harapan bisa menggunakan metode ini untuk merawat tentara yang menderita gangguan stress pasca trauma. Di Rumah Sakit Hadassah di Yerusalem, para dokter telah memelopori sebuah perawatan baru untuk pasien yang menderita depresi akut. Mereka menanam elektroda-elektroda ke otak pasien, dan menyambungkannya dengan sebuah komputer mungil yang ditanam di dada pasien. Setiap menerima perintah dari komputer, elektroda mengalirkan arus listrik yang melumpuhkan area otak yang bertanggungjawab atas depresi. Perawatan itu tidak selalu berhasil. Namun, dalam beberapa kasus pasien melaporkan bahwa perasaan kosong gelap yang mendera mereka sepanjang hidup menghilang seperti sulap!
“Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!”(Lukas 9:35)
Sangat jelas, ini adalah kalimat perintah. Suara Langit yang memerintahkan orang yang mendengarnya untuk tunduk dan mendengarkan apa yang diucapkan Sang Anak. Dalam Perjanjian Baru, hanya di sini gelar ini dipergunakan. Anak Pilihan-Ku menghadirkan kembali gambaran tentang Israel yang dalam Yesaya 42:1 disebut sebagai Pilihan-Ku dan Yakub yang disebut sebagai Anak-Ku atau hamba-Ku.
Pesan “Dengarkanlah Dia” dekat dengan pesan yang dapat kita temukan dalam Ulangan 18:15, yakni ketika Musa mewartakan bahwa Allah akan membangkitkan nabi seperti dia. Ketika memberikan pesan itu, Musa juga mengatakan, “Dialah yang harus kamu dengarkan.” Maka menjadi lengkaplah ketika Musa juga hadir dalam peristiwa pernyataan Allah itu. Peristiwa itu lazim disebut transfigurasi.
Transfigurasi ini merupakan komunikasi kedua antara Kawasan “Langit” dan “Bumi”. Pernyataan Langit yang pertama diberikan pada peristiwa pembaptisan Yesus oleh Yohanes di sungai Yordan (Lukas 3:21-22). Pada peristiwa baptisan itu Kawasan Langit menyatakan kepada Yesus, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”Suara itu ditujukan kepada Yesus. Dan Yesus menanggapi suara itu dengan cara melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa-Nya. Pernyataan Surgawi kedua terjadi dalam peristiwa transfigurasi ini. Kembali muncul suara Langit. Kali ini pernyataan itu tidak ditujukan kepada Yesus, tetapi kepada tiga orang murid yang menyaksikan peristiwa yang menakjubkan itu. Suara itu berisi pernyataan dan sekaligus perintah. Suara dari langit itu menyatakan, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih”dan memberi perintah kepada para murid itu, “Dengarkanlah Dia!”
Pernyataan surgawi itu penting terutama karena dinyatakan segera sesudah pemberitaan Yesus tentang penderitaan yang harus Dia alami. Pernyataan surgawi itu bisa dimengerti sebagai pernyataan penderitaan atau juga sebagai konfirmasi surgawi atas pemberitahuan Yesus mengenai penderitaan-Nya. Meskipun demikian, pernyataan surgawi itu juga harus ditempatkan dalam konteks akhir karya Yesus di Galilea yang diwarnai dengan pertanyaan tentang siapakah Yesus dan ditutup dengan pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah. Dalam peristiwa transfigurasi ini, baik pernyataan Yesus maupun pengakuan Petrus diteguhkan oleh pernyataan surgawi bahwa Yesus memang Mesias bahkan lebih dari Mesias yang mereka duga; bahwa Ia memang dari Allah karena Yesus adalah Anak pilihan Allah.
Kata-kata kesaksian dan jaminan dari surga akan menguatkan mereka. Yesus adalah sungguh-sungguh Anak Allah yang taat kepada Bapa-Nya. Ketaatan itu Ia buktikan tidak saja dalam setengah perjalanan di Galilea. Berikutnya akan Ia buktikan ketika harus melangkah menuju Yerusalem. Di sanalah Ia harus menghadapi penolakan, penghinaan, penderitaan, bahkan kematian yang mengerikan. Ketaatan yang diperagakan oleh Yesus bukan ketaatan yang direkayasa oleh Sang Bapa, seperti Profesor Sanjiv Talwar yang merekayasa robo-rat.Allah tidak merancangkan otak Yesus yang seolah-olah Ia dengan sukacita melakukan apa yang tidak lazim dilakukan oleh umat manusia: cinta kasih radikal, pengampunan radikal dan pengorbanan radikal. Yesus mengerjakan-Nya dengan ketaatan dan kesadaran penuh!
Sama seperti Yesus mendengar suara Bapa-Nya, Ia taat mengerjakan apa yang menjadi kehendak-Nya, maka kita pun – sebagai murid-murid – harus mencontoh apa yang dilakukan-Nya. Mendengarkan ajaran dan perintah-Nya bukan karena terpaksa atau direkayasa. Bukan karena takut ancaman api neraka dan tidak kebagian kavling di surga. Juga bukan karena stimulus – yang meminjam istilah robo-ratdisebut reward area– dengan ganjaran kemuliaan dan kehidupan sukses, makmur bertaburan mukjizat. Bukan itu! Namun, dengan penuh kesadaran melakukan kehendak Bapa, hanya dengan cara itulah kita mencintai Allah. Cinta yang bukan sekedar mengharapkan imbalan karena hakikatnya Dia telah terlebih dulu memberikan cinta-Nya!
Mencintai Allah karena takjub akan kasih-Nya yang luar biasa. Meraih kita, orang berdosa yang seharusnya dihukum! Kesadaran inilah yang akan mendorong kita untuk tunduk kepada Allah. Bukan dengan tertekan, terpaksa dan berharap imbalan. Serta melanjutkan apa yang sudah dikerjakan Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar