Zhou Enlai (1898-1976) adalah seorang politisi yang dihormati rakyat China. Tampaknya tidak ada orang China yang dihormati lebih dari Zhou Enlai, demikian penilaian Kim Doo Eung – penulis populer asal Korea Selatan. Alasan Zhou Enlai dihormati dan dicintai banyak orang terutama karena ia selalu berada – atau memposisikan diri – di tempat kedua dan tidak berambisi meraih kekuasaan atau berada pada posisi pertama. Ia dikenal sebagai orang yang melakukan dan memikirkan apa yang terbaik buat negaranya. Konsisten dengan kesederhanaan posisi keduanya, tetapi berkat pengaruhnya yang luas, persatuan Republik Rakyat China (RRC) dapat terwujud. Selain itu, tak terbayangkan apa jadinya sebagian besar masalah dalam dan luar negeri China jika tanpa Zhou Enlai.
Ada alasan lain Zhau Enlai begitu dihormati. Ia dikenal sebagai orang yang berintegritas: Mewujudkan apa yang dikatakannya dalam aksi nyata. Tidak banyak politisi yang seperti ini. Kebanyakan menebar janji namun tidak dipenuhi. Mereka sering berlindung di balik perisai dalil dan argumentasi. Zhou Enlai sering pergi ke berbagai daerah untuk bertemu dan berbincang dengan rakyat, mulai dari anak-anak hingga lansia, dari berbagai kalangan – bukan sebagai pencitraan jelang pemilu. Zhou Enlai terbiasa menyapa lebih dahulu orang yang ditemuinya di jalan, seperti buruh di Beijing, koki, atau polisi pengatur lalu lintas. Sering ia menyemangati mereka dalam bekerja.
Rakyat China juga menghormati Zhou Enlai karena ia berperan sebagai seorang suami yang penuh tanggung jawab. Politisi pada masa itu terbiasa menikahi empat atau lima orang perempuan. Namun, Zhou Enlai menjalani kehidupan pernikahannya hanya dengan Deng Yingchou, seorang perempuan yang cerdas. Seumur hidupnya ia setia, inilah salah satu faktor yang membuat rakyat percaya kepadanya. Soal pekerjaan, ia adalah seorang yang gigih bekerja. Bahkan, sampai sebelum kematiannya, ia masih mengurusi sebagian besar masalah luar negeri China dan Jepang, serta normalisasi hubungan politik dengan Amerika Serikat. Itulah sebabnya ketika ia meninggal dunia, seluruh rakyat China bersedih seperti kehilangan saudaranya sendiri. China, seperti yang tampak hari ini tidak terlepas dari jasa Zhou Enlai. Maka tepatlah apa yang dikatakan Kim Doo Eung, “Tidak ada orang China yang dihormati lebih dari Zhou Enlai!”
Tentang orang besar dan dihormati, Yesus pernah berkata, “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis…”(Matius 11:11). Apa alasan Yesus mengatakan demikian? Ya, Yohanes adalah orang yang tidak punya ambisi politik. Dia tahu untuk siapa dan apa yang diperjuangkannya. Dia tidak mencari pengikut apalagi menghimpun fans dan memanfaatkan mereka. Tidak! Dia hanya ingin bangsanya bertobat dan menyambut Mesias.
Yohanes menyadari posisinya – dalam Bahasa Zhou Enlai – ia cukup puas memposisikan diri di tempat kedua! Hal ini terlihat dalam gaya hidupnya yang bukan pencitraan. Kesederhanaannya tidak menghalangi pesan khotbahnya sampai pada telinga orang banyak. Tak pelak lagi, Yohanes telah menimbulkan kekaguman banyak orang. Bayangkan, seharusnya umat Allah itu berbondong-bondong menuju Yerusalem, karena di sana ada Bait Suci. Namun, nyatanya arus manusia itu kini berbalik, seluruh Yerusalem dan daerah sekitarnya malahan menuju arah sungai Yordan. Arah di mana “Sang Suara” itu bergema!
Kekaguman umat yang rindu suara kebenaran itu segera mengingatkan mereka pada sebuah pengharapan tentang datangnya Sang Mesias. Segeralah mereka mendaulat Yohanes sebagai Mesias yang dijanjikan itu. Bukankah dari sisi Yohanes respon umat yang seperti ini adalah sebuah keuntungan. Popularitas dan kekuatan politik akan segera terbangun. Jika sudah demikian, ia bisa melakukan apa pun yang diingininya! Namun, segera Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak…”(Lukas 3:16). Yohanes adalah orang yang tahu diri. Bayangkan, begitu rupa Yohanes merendahkan diri di hadapan Yesus, membuka tali kasut adalah pekerjaan seorang hamba terhadap tuannya - bahkan untuk itu pun ia merasa tidak layak! Dari Yohanes kita belajar, untuk menjadi orang besar, kerendahan hati dan bersedia merendahkan diri merupakan karakter yang mutlak harus dimiliki.
Yohanes merendahkan hati, sekaligus merendahkan diri – serendah-rendahnya – di hadapan Yesus. Untuk inilah Yesus membuka kesempatan Yohanes terlibat dalam karya-Nya. Meski Yohanes sempat mencegah, namun Yesus ikut serta dalam baptisan pertobatan yang dilakukan Yohanes. Apakah Yesus juga sebagai pendosa? Mengingat baptisan Yohanes adalah baptisan untuk orang-orang yang bertobat? Tidak! Dengan pernyataan Yohanes tentang kemuliaan Yesus dan usaha mencegah-Nya untuk dibaptiskan maka sebenarnya sudah jelas Sang Mesias bukanlah orang berdosa yang memerlukan pertobatan. Melainkan, Sang Mesias memberi ruang agar karya Allah di dalam diri-Nya tampak. Yesus mendukung apa yang dilakukan Yohanes, yakni gerakan pertobatan. Yesus yang kemudian akan melanjutkan apa yang sudah dibuka oleh Yohanes Pembaptis.
Yohanes Pembaptis membuka jalan agar pernyataan Allah Bapa menjadi nyata. Dalam baptisan itu, langit terbuka dan turunlah Roh Kudus dengan menyatakan, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”(Lukas 3:22). Benar, bisa saja kapan dan di mana pun suara pernyataan Allah itu disampaikan. Namun, dalam konteks inilah kita belajar ada persekutuan kasih yang bekerja untuk menyatakan kebaikan Allah. Yohanes memberi ruang dirinya dipakai sebagai pembuka jalan untuk karya Yesus. Ruang yang diberikan Yohanes adalah dengan melakukan tugas sepenuh hati, tidak punya ambisi pribadi yang dapat merusak misi Allah, dan menjadi seorang yang berkaraker rendah hati.
Pada pihak lain, Yesus memberi ruang kepada Yohanes untuk tidak sungkan dan ragu membaptis diri-Nya sehingga pernyataan Roh Allah itu menjadi lengkap untuk meneguhkan Yesus dalam melakukan misi-Nya di dunia sampai tuntas. Pada peristiwa ini, kita juga menyaksikan bagaimana Sang Bapa, Anak, dan Roh Kudus menyatu dalam satu peristiwa yang menunjukkan relasi yang tidak terpisahkan.
Bukan hanya Yohanes Pembaptis, Allah juga menginginkan kita berkarya melanjutkan misi-Nya di dunia ini. Kerendahan hati merupakan syarat bagi kita agar dapat terus berkarya di ladang-Nya. Membuka diri dan mau merangkul siapa saja tanpa harus merasa diri paling baik, paling saleh, apalagi paling terhormat merupakan cara kita agar kasih Allah itu tidak terhalangi. Sebagaimana Kristus merasakan begitu kuat dan dalamnya bersekutu dengan Sang Bapa yang kemudian meneguhkan-Nya untuk melakukan tugas pelayanan di dunia ini. Maka, kita pun diundang-Nya untuk merasakan persekutuan kasih ini, dan dengan itu kita pun mengalami peneguhan untuk melakukan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita selagi nafas kehidupan ini masih ada!
Jakarta, 10 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar