“Tidak ada bintang di atas Betlehem”,demikian judul bab dua dari buku “Yesus Bagi Orang Non Religius” karya John Shelby Spong, seorang pendeta Gereja Episkopal di Morris Plains, New Jersey, Amerika Serikat. Ia seorang pegiat kajian Yesus sejarah yang mencoba memilah antara mitos dan fakta dalam kisah hidup Yesus. Sudah dapat diduga banyak kontroversi di hampir 20 buku karyanya.
“Tidak ada bintang di atas Betlehem”mempertanyakan kesahihan dan fakta yang terjadi di sekitar peristiwa kelahiran Yesus. Spong mulai dengan pertanyaan, di mana Yesus dilahirkan? Karena Ia dikenal sebagai Yesus dari Nazaret, kemungkinan besarnya adalah Nazaret, kampung halaman-Nya. Dalam narasi Injil Markus, bukan hanya tidak dijumpai rujukan ke Betlehem, tetapi juga tidak ada petunjuk tentang kisah kelahiran Yesus yang ajaibitu. Hal ini menunjukkan bahwa kisah tentang tempat kelahiran Betlehem bagi Yesus tidak masuk kedalamtradisi Kristen,setidaknya sampai Matius menulis injilnya kira-kira tahun delapan puluhan. Betlehem muncul dalam sebuah teks mesianik, Mikha 5:2.
Dalam kisahnya tentang Herodes yang menanggapi sebuah pertanyaan dari orang Majus, Matius bertutur bahwa sang raja memerintahkan semua imam kepala dan ahli Taurat menunjukkan dan menentukan di mana “Dia yang dijanjikan” itu akan dilahirkan. Mereka yang dimintai keterangan ini lalu menyelidiki Kitab Suci dan menafsirkan kata-kata Mikha sebagai sebuah petunjuk rahasia tentang tempat kelahiran Sang Mesias (Matius 2:5-6). Mengapa Mikha menulis bahwa Sang Mesias akan lahir di Betlehem yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Yerusalem? Jawabnya, kota ini adalah tempat kelahiran Raja Daud yang agung dan dari sanalah titik berangkat pengharapan Yahudi yang telah lama mendambakan pemulihan takhta Daud.
Dalam kisah kelahiran Yesus versi Matius, dikisahkan tentang orang Majus sebagai penggenapan dari Yesaya 60. Dalam perikop ini, Yesaya mengatakan, bahwa raja-raja mendatangi “cahaya”, “Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi,…tetapi terang TUHAN terbit atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu”(Yesaya 60:2,3). Raja-raja ini datang dengan menunggang unta; mereka datang dari Syeba, dan mereka membawa emas dan kemenyan (Yes.60:6). Ini adalah inti kisah tentang orang Majus.
Matius mengisahkan bahwa orang Majus itu dibimbing oleh bintang yang ajaib di langit sebelah timur. Bintang itu sebagai tanda kelahiran seorang raja Yahudi (Matius 2:2). Bintang ini kemudian bergerak di angkasa dengan sangat lambat sehingga para pengamat bintang dari Timur Tengah ini dapat mengikutinya sampai ke tempat tujuan mereka (Matius 2:9). Benarkah ada bintang seperti itu? Bintang yang muncul di langit untuk mengumumkan peristiwa di bumi hanya dapat dibayangkan dalam sebuah dunia yang memandang langit sebagai atap bumi dan lantai surga. Bintang dalam pandangan dunia semacam ini adalah seperti pelita langit yang Allah dapat gantung supaya dapat terlihat dari bumi untuk mengamanatkan kelahiran orang penting dan sering kali dipakai dalam mitos-mitos Yahudi. Dalam suatu tradisi para rabi, sebuah bintang dikatakan telah memberitakan kelahiran Abraham, bintang lainnya mengamanatkan kelahiran Ishak, anak yang dijanjikan; dan masih ada sebuah bintang lain, yakni ketika menjadi tanda kelahiran Musa.
Spong mempertanyakan, bagaimana pemahaman kosmologi zaman sekarang? Dengan pertolongan teleskop Hubble, kita dapat mengetahui bahwa galaksi kita dikenal dengan nama Bima Sakti, memiliki 200 milyar bintang, dan kebanyakan dari bintang ini lebih besar dari bintang yang kita sebut matahari. Kesadaran moderen kita harus juga mencakup fakta bahwa seluruh alam semesta yang kasatmata, yang di dalamnya galaksi kita yang besar hanyalah satu bagian yang sangat kecil, berisi ratusan milyar galaksi lainnya. Bintang itu obyek fisik yang impersonal, ia tidak memberitakan peristiwa-peristiwa di bumi. Tidak ada bintang yang mengembara di dalam galaksi kita. Setiap bintang menjelajahi suatu lintasan yang sudah tetap sehingga dapat dibuat peta pergerakannya dengan komputer; dan lokasi persisnya di angkasa pada waktu kapan pun di masa lalu dan di masa depan dapat dengan tepat dihitung. Bagi Spong, apa yang dituturkan Matius tentang Bintang Betlehem yang menuntun orang Majus bukanlah sebuah gejala kosmis objektif. Namun, melalui pemahaman kosmologi pembacanya, Matius sedang memberitakan bahwa, seperti orang-orang besar terdahulu : Abraham, Ishak, dan Musa, lahir dengan didahului tanda-tanda kosmis, kini tanda itu hadir untuk menunjukkan kelahiran Sang Mesias.. Detail-detail kisahnya harus dimengerti sebagai simbol- simbol penafsiran dan bukan secara harafiah. Matius, melalui kisah Injilnya sedang menuntun para pembacanya untuk sampai kepada Mesias yang telah dinubuatkan oleh para nabi sebelumnya.
Bisa saja pengamatan Spong benar, bahwa ada banyak mitos-mitos di sekitar kelahiran Yesus, khususnya tentang Bintang Betlehem dan orang-orang Majus. Namun, bukankah Tuhan juga sangat bisa memakai ciptaan-Nya, salah satunya Bintang Betlehem satu dari jutaan milyar bintang ciptaan-Nya untuk menyatakan kelahiran Sang Mesias itu. Namun, dari pada energi kita terkuras untuk berdebat tentang kesahihan narasi Bintang Betlehem dan Orang Majus, adalah lebih penting menggali makna di balik kisah ini.
Matius hendak menyampaikan pesan, bahwa bukan hanya penguasa asing tetapi juga pemuka-pemuka umat Allah, di wakili oleh ahli Taurat dan kelompok Farisi, yang tahu nubuat mesianik terkejut dengan berita kelahiran Sang Mesias. Penguasa Yahudi, dalam sosok Herodes meminta alim ulama untukmenelisik dalam Kitab Suci mereka. Mengherankan, pengetahuan dan kemampuan religius yang mereka miliki seharusnya mengantar mereka untuk menyambut Sang Mesias itu. Alih-alih melakukannya, kelahiran Sang Mesias itu menjadi ancaman akut bagi mereka. Herodes yang sering kali paranoid terhadap ancama kekuasaan, segera berdiplomasi agar orang Majus itu segera kembali kepadanya setelah berjumpa dengan Sang Mesias yang mereka cari.
Pada pihak lain, orang Majus – yang dalam strata ketahiran Yudaisme – tidak mungkin mendapat hidayah dari Allah, justeru dengan ilmu pengetahuannya terus mencari agar mereka bisa berjumpa, menyembah dan memberi persembahan kepada-Nya. Setidaknya, dengan kisah ini sedari awal Matius ingin mengatakan bahwa ada dua kemungkinan orang dengan ilmu pengetahuannya. Pertama, menjauhkan diri dari Yesus dan kalau bisa menolak serta menyingkirkan-Nya. Mengapa? Karena Yesus untuk kelompok ini merupakan ancaman. Ia menjadi ancaman yang akan melucuti segala kemunafikan, keserakan, ketamakan, dan pemuasan segala nafsu termasuk nafsu religius – ingin dihormati sebagai orang saleh.
Kemungkinan kedua, adalah mereka yang menyambut, menyembah, dan memberikan persembahan. Orang-orang seperti ini melihat kebenaran janji Allah dalam diri Yesus Kristus, Sang Mesias itu. Ia menjadi pengharapan yang dinanti-nantikan oleh karena Dialah yang akan menyatakan kepenuhan Allah dalam wujud manusia. Dialah yang akan menghadirkan damai sejahtera, maka menyambut, menyembah dan memberikan kemuliaan kepada-Nya merupakan sebuah keniscayaan.
Diperhadapmukakan dengan narasi Matius, sebuah pertanyaan ditujukan kepada kita. Ada dalam kelompok manakah kita sekarang? Apakah kelompok pertama yang merasa terancam dengan kehadiran Kristus sehingga dengan demikian kita harus menolak dan menyingkirkan-Nya? Bisa jadi kita adalah orang-orang yang dekat sekali dengan Kitab Suci, kental dengan apa yang namanya pelayanan, hafal doktrin-doktrin Kekristenan, pendekkataorang religius. Namun, bukankah ahli Taurat dan orang Farisi juga seperti itu?
Bisa jadi dalam pelayanan dan kehidupan rohani, kita tampil sebagai orang saleh. Namun sebenarnya perkataan dan ajaran Sang Mesias itu kita tolak, kita singkirkan: kita tidak peduli dengan pergumulan dan kesulitan orang lain. Kita sibuk dengan “wilayah kekuasaan dan kenyamanan” sendiri. Sulit berbagi ruang dan uang dengan sesama. Mudah mengeluarkan kata-kata sinis dan menyakitkan, selalu ingin dinomorsatukan. Suka mendominasi topik pembicaraan. Sibuk mencari hormat dan arogan. Saya kira dalam kondisi seperti ini sulit bagi kita untuk benar-benar – seperti orang Majus – menyembah-Nya dengan tulus, apalagi memberikan persembahan yang terbaik.
Cerita Bintang Betlehem dan orang Majus mengajak kita untuk bersikap arif agar kita menggunakan akal budi dan pengetahuan kita untuk berjumpa dengan-Nya. Pengetahuan itu menuntun kita kepada Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar