Jumat, 07 Desember 2018

BERANI MENYAMPAIKAN SUARA ILAHI

"Semua orang setara dan kau adalah orang yang istimewa," adalah ucapan seorang ibu kepada bocah lelaki kulit hitam yang bermimpi agar siapa saja di dunia ini tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif, dan demi mimpinya, bocah itu berjuang dengan segenap kekuatan yang ada pada dirinya.

Ibu itu bernama Alberta Williams. Ia selalu menganggap orang kulit hitam merupakan orang yang penting. Ketika ia sedang berjalan bersama sang bocah itu dan melihat tulisan "Usir anjing dan orang kulit hitam" digantung dipinggir jalan, Ibu itu berkata, "Kau sama sekali tidak berbeda dengan orang-orang kulit putih. Kau juga memiliki kemampuan istimewa!"

"Aku punya mimpi. Mimpiku adalah suatu hari, pemerintah, anak-anak kulit hitam, dan anak-anak kulit putih di Kota Alabama tempat para rasis menjijikkan, dapat menjadi saudara dan saling berjabat tangan. Ini adalah harapan kita semua. Karena memiliki harapan inilah, aku kembali ke Selatan. Jika kita memiliki keyakinan, suatu saat pasti akan diperoleh kebebasan asalkan mau berusaha, berdoa, masuk penjara, dan juga berjuang bersama demi kebebasan. Hari ketika mimpiku menjadi kenyataan pasti akan segera datang." Demikian cuplikan pidato terkenal dari sang bocah kulit hitam yang telah tumbuh menjadi dewasa pada 23 Agustus 1963 di depan Lincoln Memorial Hall, Washington.

Dialah Martin Luther King Jr! Dikenal sebagai pejuang hak azasi manusia. Meski perjuangannya begitu gigih dan kebanyakan melalui aksi-aksi demonstrasi, namun pengaruh Mahatma Gandhi begitu kuat, "Tidak boleh menggunakan kekerasan. Meskipun orang kulit putih mendiskriminasi dan juga melukai kita, kita harus menyayangi mereka. Memaafkan kejahatan mereka!"

Apa yang dilakukannya membuat Luther King Jr terus terancam. Alih-alih bungkam, makin lantang ia menyuarakan kebenaran itu. Akibatnya, ancaman demi ancaman harus diterimanya. Tidak kurang dari tiga puluh kali ia dipenjarakan. Namun, dalam kondisi itu ia tetap mengatakan, "jangan balas melawan dan jangan menggunakan kekerasan!" Ia menghadapinya dengan cinta kasih, meski dengan itu Luther King Jr harus membayar dengan nyawanya sendiri. Ia dibunuh dalam usia relatif muda, 39 tahun. Namun, mimpinya terus bersinar abadi dan tidak pernah padam, jiwanya tetap tinggal dalam hati setiap orang. Setiap hari Senin minggu ketiga Januari, setiap tahunnya, disebut Hari Martin Luther King, dijadikan hari libur Nasional di Amerika Serikat. Hari itu bukan hanya memperingati seorang tokoh kulit hitam yang hebat, melainkan sebagai hari di mana terwujudnya mimpi Martin Luther King Jr, yakni bahwa semua manusia setara dan bisa hidup dengan memiliki harda diri.

Martin Luther King Jr, adalah - meminjam istilah James D. Tabor - "Sang Suara" pada zamannya. Ia menyerukan suara kenabian dalam konteks rasisme yang begitu kental nyaris mengkristal dalam diri orang-orang kulit putih di Amerika Serikat pada pertengahan abad 20. Di setiap zaman Tuhan menghadirkan orang-orang untuk memperdengarkan suara-Nya.

"Sang suara" ada di padang gurun. Ia adalah seorang keturunan imam Harun, Saudara Musa, dari suku Lewi. Bagi orang Israel, tidak ada panggilan tugas yang lebih terhormat ketimbang jabatan imam. Namun, ia menolak semuanya itu. Tidak seperti ayahnya, Zakharia, ia tidak pernah menjalankan tugas pelayanan barang sehari pun di Bait Allah. Sebaliknya, ia mengasingkan diri ke wilayah gurun Yudea di sebelah timur Yerusalem ketika usianya menginjak tiga puluh tahun. Dia berada di wilayah di mana sungai Yordan mengalir menuju Laut Mati. Tempat itu berada pada ketinggian sekitar tiga ratus enam puluh lima meter di bawah permukaan laut dan merupakan wilayah dataran paling rendah di muka bumi ini.

Dialah yang kemudian kita kenal dengan Yohanes Pembaptis. Dia dipesonakan oleh teks Nabi Yesaya: Ada suara yang berseru-seru: "Persiapakanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN" (Yesaya 40:3). Teks ini dikaitkan dengan nas lain, yaitu kata-kata terakhir dari nabi Maleakhi yang menuliskan demikian, "Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan, di hadapan-Ku!" (Maleakhi 3:1).

Yohanes merespon kehidupannya sebagai seorang utusan. Ia pergi ke Gurun Yudea untuk "mempersiapkan jalan". Bahkan, salah satu kata Ibrani yang dipakai dengan makna "gurun" adalah Aravah, sebuah istilah geografis yang hingga kini masih dipakai sebagai nama daerah di samping Laut Mati di wilayah sungai Yordan. Wilayah ini menjadi panggung Penyingkapan Ilahi (Apokalypse), dan Yohanes dengan sengaja menenpatkan diri pada wilayah tersebut sebagai permulaan dari apa yang ia yakini sebagai peran dan penugasan yang diperintahkan Allah.

Yohanes, sebagaimana orang Yahudi lain yang sezaman dengannya, memahami nas-nas ini sebagai panggilan untuk mempersiapkan umat Israel, agar mereka berbalik dari dosa-dosa mereka dan mengarahkan diri kepada jalan kebenaran Allah. Kepada orang banyak yang datang untuk mendengarkan kata-katanya, Yohanes menyerukan bahwa "Kapak sudah tersedia pada akar pohon". Ini tak pelak lagi sebagai pesan tersirat yang Yang Ilahi tentang penghakiman yang segera akan datang. Jalan satu-satunya agar terhindar dari azab itu adalah bertobat dari dosa-dosa mereka.

Sejarawan Yahudi, Flavius Yosefus mencatat, Yohanes menyuarakan agar rakyat hidup saleh dan mempraktikan keadilan dalam relasi dengan sesama manusia, dan berbakti kepada Tuhan, dan ini semua ditandai oleh penenggelaman atau baptisan di dalam air. Yosefus berkesimpulan bahwa orang-orang banyak sangat bersukacita karena kehadiran Yohanes. Menurutnya, pengaruh Yohanes terhadap penduduk sekitar begitu hebat sehingga ada kerumunan orang dalam jumlah yang sangat besar mulai mencarinya untuk memperoleh tuntunan dan bahkan siap melakukan apa pun yang ia katakan.

Tentu saja - seperti Martin Luther King menyaurakan keadilan - pada zaman Yohanes, di samping ada banyak orang yang menanti "suaranya", tidak sedikit orang yang menjadi gerah dan geram atas tindakan dan celotehannya. Apalagi kini, banyak orang yang menjadi pengikutnya. Herodes Antipas mulai merasa resah melihat potensi revolusioner Yohanes. Betapa tidak, kini seluruh penduduk Yudea dan penghuni Yerusalem berkerumun di padang gurun. Dalam catatannya, Yosefus menambahkan bahwa Yohanes adalah seorang yang populer, berani, dan fasih berbicara. Orang seperti inilah yang telah lama ditunggu-tunggu banyak orang.

Pantas saja Herodes Antipas cemas sebab pesan yang lantang didengungkan Yohanes memang radikal, mirip dengan pesan-pesan orang yang menyulut pemberontakan di antara orang Yahudi. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari Yohanes, sesuatu yang melampaui dimensi politik. Yohanes memiliki penampilan dan gaya seperti seorang nabi zaman Perjanjian Lama. Pesan Yohanes melampaui dimensi politis oleh karena ia melulu berbicara tentang kehidupan moralitas yang dikaitkan melalui hubungan yang benar dengan Allah - jauh dari ambisi menghimpun masa dan mengincar kekuasaan!

Ternyata, pihak yang gerah dan gusar bukan hanya Herodes Antipas, sang raja kecil itu. Melainkan juga, para imam dan pejabat Bait Allah. Kini, mereka kehilangan pamor. Orang-orang yang seharusnya berbondong-bondang datang ke Bait Allah kini mereka "membelakangi" Bait Allah menuju Aravah  lantaran di sana ada Yohanes yang menyuarakan pesan ilahi itu.

Yohanes Pembaptis punya nyali luar biasa. Ia tidak menghiraukan bahaya yang mengancam dirinya ketika menyuarakan kebenaran Ilahi. Meski akhirnya sama seperti Martin Luther King Jr, hidupnya tidak melewati usia empat puluh tahun. Yohanes harus membayar dengan kepalanya sendiri untuk dapat menyuarakan kebenaran ilahi itu!

Namun, bayangkan begini: Jika saja tidak ada Yohanes yang mau mengambil risiko dalam menyampaikan kebenaran maka niscaya tidak ada umat yang dipersiapkan untuk menyambut Sang Jalan Kebenaran  itu sendiri. Umat Allah akan binasa dalam kedegilan dan kebodohan mereka. Jika saja tidak ada seorang Martin Luther King Jr, bisa jadi rasisme dan fasisme terus menggurita. Tidak akan ada mimpi-mimpi indah terwujud!

Kini, "Sang Suara" itu terus berdengung di hati Anda dan saya. Suara itu adalah suara kebenaran Ilahi: Apakah Anda dan saya meneruskannya atau kita membungkamnya lantaran tidak mau ambil pusing dan menghadapi risiko. Mari, masuki masa penantian kita dengan menyuarakan kebenaran Ilahi dalam konteks di mana kita berada!

Jakarta, Adven ke-2 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar