Malapetaka, perang dan
penderitaan selalu punya makna untuk ditafakuri. Para nabi Perjanjian Lama
kerap memakai fenomena sosial ini sebagai bahan rujukan dari peringatan ilahi. Dalam
Perjanjian Lama, para nabi adalah orang-orang pertama yang mengakui bahwa Bait
Suci Yerusalem tidak akan bertahan untuk selama-lamanya walaupun keyakinan
fundamental mereka, bangunan itu adalah tempat bersemayam Allah Yang
Mahatinggi. Sion sebagai takhta Allah akan dibajak seperti ladang, dan
Yerusalem akan menjadi timbunan puing, dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit
yang berhutan (Mikha 3:12). Yeremia, yang sering disebut "nabi
malapetaka", menyetujui, "Beginilah
firman TUHAN: Jika kamu tidak mau mendengarkan Aku, tidak mau mengikuti
Taurat-Ku. ... Maka Aku akan membuat rumah ini seperti Silo,...dan kota ini
menjadi kutuk bagi segala bangsa di dunia (Yer. 26:4-6). Akhirnya, Yesus
sendiri, sambil duduk di atas Bukit Zaitun, melihat di depan-Nya rumah Bapa
yang megah, Bait Suci Yerusalem, dan menangis. Pikiran-Nya melayang ke masa
depan dan melihat sebelumnya apa yang terjadi empat puluh tahun kemudian, pada
tahun 70 M, ketika pasukan Romawi menjadi timbunan puing. Sebelum itu semua
terjadi, Ia mengingatkan, "Apabila
kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah bahwa
keruntuhannya sudah dekat..." (Lukas 21:20).
Saat itu ternyata tiba!
Pasukan Romawi yang bermarkas di Siria membasmi kaum pemberontak tanpa ampun.
Pasukan itu berjalan ke Selatan, melintasi daerah Galilea dan akhirnya mencapai
Yerusalem. Flavius Yosephus - sejarawan Yahudi (37 - 100 M) - menjadi saksi
mata atas pembunuhan massal sangat kejam yang terjadi di Yerusalem. Sebagai
saksi mata, ia melukiskannya dengan sangat hidup:
Pembunuhan besar-besaran dan
pengungsian terjadi di mana-mana.
Kebanyakan orang yang dipenggal kepalanya adalah penduduk kota yang lemah dan
tak bersenjata. Mereka langsung dibunuh di tempat mereka ditangkap. Tumpukan
mayat-mayat menggunung makin tinggi di sekitar altar. Aliran darah mengalir
dari anak-anak tangga Bait Suci dan mayat orang-orang yang dibunuh di anak
tangga atas tergelincir ke anak tangga bawah. Kaisar gagal untuk menahan
kemarahan serdadu-serdadunya yang menggila. ... Pada waktu Bait Suci terbakar
penyerang-penyerang menjarahnya, dan tidak terbilang banyaknya orang yang
dibunuh. Tidak ada belas kasihan terhadap umur dan tak ada rasa hormat terhadap
jabatan: anak-anak dan orang tua, orang awam dan imam, dibunuh; setiap kelompok
dikejar dan dihancurkan di tengah peperangan, entah mereka berteriak memohon
belas kasihan entah mereka memberikan perlawanan. ...
Puncak Bait Suci, di mana-mana
tertutup oleh nyala apai, tampak seperti mendidih dari dasarnya. Namun, darah
jauh lebih banyak dari pada nyala api, dan jumlah orang-orang yang dibunuh
lebih besar dari pada orang-orang yang membunuh. Tak terlihat tanah di antara
mayat-mayat. Ketika memburu orang-orang yang melarikan diri ... serdadu mendaki tumpukan mayat, serdadu-serdadu
memenuhi gang-gang, dengan pedang di tangan, membunuh secara membabi buta semua
orang yang mereka jumpaiu, dan membakar rumah bersama orang-orang yang
mengungsi di dalamnya .... Namun rasa iba terhadap orang-orang yang dibunuh
kalah oleh perasaan terhadap mereka yang masih hidup yang lari menerobos siapa
saja yang mereka jumpai. Mereka memenuhi gang-gang dengan mayat-mayat yang
membanjiri kota dengan darah kental sehingga banyak ai padam karena darah
orang-orang yang dibunuh. Mereka berhenti membunuh pada waktu fajar.... (Josephus, The Jewish War).
Kini, sebuah pertanyaan besar
menyeruak kalbu: "Bagaimana mungkin Yerusalem Kota Allah itu akan hancur
lebur?" Bahkan, Bait Allah yang diyakini sebagai takhta dan kehadiran
Allah bukan hanya terbakar dan hancur, lebih jauh dari itu sekarang bagaikan
neraka dan tempat kematian. Ini akhir dari semua harapan. Ini malapetaka!
Melihat bencana mengerikan yang akan menimpa (pada waktu Yesus mengatakannya)
atau yang kini menimpa Israel (saat Injil-injil ditulis), tampaknya tidak ada
lagi pengharapan bagi mereka. Apa yang bisa lagi dikatakan? Di tempat Allah
bertakhta justeru di situ terdapat kehancuran!
Baik Yeremia maupun Yesus
sama-sama telah memberitakan kehancuran Bait Suci dan umat TUHAN. Namun, apakah
Yeremia dan Yesus hanya berhenti pada berita pesimistis? Ternyata tidak! Mereka
juga menerbitkan sebuah pengharapan. Di tengah ketiadaan pengharapan, Allah
sanggup memberi pengharapan! Yeremia dan Yesus menggunakan kata yang sama untuk
pengharapan itu, "Tunas". Yeremia menyebutnya Tunas keadilan dan Yesus mengatakan Tunas pohon ara.
Tunas berkaitan dengan pohon
yang hidup, terus tumbuh dan memberi serta menjamin kehidupan. Pohon ara dengan
daun-daunnya yang hijau besar membeikan tempat berteduh selama musim panas.
Sementara jenis pohon lain berganti daun, pohon ara masih bertahan dengan
cabang-cabang yang tanpa daun sampai awal musim panas. Kemudian getah
tumbuh-tumbuhan itu mulai mengalir, kuncup-kuncup semakin besar dan dalam
beberapa hari akan muncul daun-daun muda. Yesus mengajarkan perumpamaan tentang
pohon ara yang bersemi pada minggu pertama bulan April, tepat pada saat itu
mulai tampak tanda-tanda kehidupan.
Gambaran tentang tunas pohon
ara biasanya dihubungkan dengan masa turunnya berkat (Yoel 2:22). Hampir tidak
pernah dihubungkan dengan masa penghancuran atau malapetaka. Oleh karena itu
pengajaran tentang pohon ara, walapun dalam konteks kehancuran Yerusalem dan
Bait Suci tidak boleh membuat orang percaya kehilangan pengharapan.
Kesengsaraan yang dialami jangan sampai mengurangi kesabaran dan runtuhnya
iman. Malahan dalam kondisi seperti ini umat harus meneguhkan pengharapan
mereka dengan bertekun dalam doa. Tetapi doa dan ibadah itu juga bukan sebagai
cara pelarian menghindar dari kenyataan hidup yang pahit. Ketekunan ibada dan
doa harus menghantar umat menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya. Bukan
dengan "aji mumpung". Mumpung masih hidup dan sebentar lagi mati,
lalu memanfaatkannya dengan pesta pora. Bukan itu! Melainkan dengan cara ikut
menghadirkan "tunas" atau harapan itu dalam konteks di mana kita
berada.
Lalu apa yang dapat kita
lakukan dalam kondisi menyesakan dan menyongsong kehadiran-Nya itu?
Yeremia, sang nabi malapetaka
ternyata tidak hanya menyampaikan berita seram. "Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan
bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri. (Yeremia
33:15). Dalam kondisi kritis Allah memberikan janji pemulihan. Bagaimanakah
pemulihan janji itu terjadi? Ada dua hal yang pertama-tama menjadi alat
pemulihan umat TUHAN pada masa itu.
Pertama, Tuhan akan meneguhkan janji-Nya melalui keturunan Daud. Itu
artinya, pemulihan ini melalui kerajaan. Sebuah bangsa dapat hidup tentram dan
damai jika mereka dipimpin oleh penguasa yang adil dan benar, tidak serakah dan
mengasihi rakyatnya.
Kedua, pemulihan itu terjadi
dengan membangkitkan lagi pelayanan suku Lewi sebagai perawat ibadah dan
spiritualitas umat. Kehidupan ibadah dan keagamaan harus dipulihkan sehingga
bukan hanya berhenti pada tataran ritual formal belaka. Melainkan nilai-nilai
luhur ibadah itu merembes menjadi karakter umat yang sesungguhnya. Umat tidak
munafik, melainkan punya integritas moral yang sesungguhnya.
Ada banyak alasan kita menjadi
cemas setidaknya melewati tahun politik kali ini. Apa saja dapat digoreng menjadi isu atau jualan
politik, termasuk sentimen agama, suku, ras, dan antar golongan. Berkaca dari
pesan Ilahi melalui Yeremia, saatnya kini kita ikut berpartisipasi memujudkan
pemerintahaan yang baik dengan memilih orang-orang yang baik, punya integritas,
dan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Kini, saatnya pula kita membenahi
institusi-institusi keagamaan. Bukan hanya sekedar label dan identitas,
melainkan harus menggarami dan menerangi umat di manapun umat itu berkarya. Doa
dan ibadah akan menjadi berkat bagi bangsa dan negara apabila tidak hanya
sekedar mengagungkan syareat dan simbol-simbol lahiriah saja, melainkan
melanjutkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selamat memasuki Adven 1,
Tuhan menolong kita untuk hidup dalam penantian kedatangan-Nya kembali dengan
terus berjaga dan berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar