Konon katanya pemahaman orang dalam berilmu ada empat tingkatan.
Paling bawah adalam faham, berturut-turut di atasnya: kurang faham, salah faham
dan gagal faham.
Tingkat tertinggi dari ilmu adalah gagal faham. Mengapa orang bisa
gagal faham? Biasanya karena pongah merasa diri berilmu, ia tidak mau menerima
ilmu dari orang lain. Ia merasa cukup dengan pendapatnya sendiri. Parahnya, ia
tidak menyadari bahwa pemahamannya yang gagal itu menjadi bahan ketawaan orang yang faham. Ia tetap bangga dengan kegagalfahaman dirinya!
Mengapa faham ditempatkan paling bawah? Bukan di tingkat paling
tinggi? Alasannya karena orang semakin faham akan semakin membumi. Ia menjadi
bijaksana karena akhirnya ia tahu bahwa sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Ia
terbuka dan terus menerima dari mana pun ilmu itu datangnya.
Orang-orang yang menjadi lawan bicara Yesus sering kali
digambarkan sebagai orang-orang yang gagal faham dalam menerima atau menangkap
ajaran Yesus. Tak terkecuali para murid-Nya sendiri sering tidak konek dengan apa yang diajarkan atau
ditampilkan Yesus. Mengapa bisa demikian? Ya, karena mereka sudah punya
pra-nalar sendiri. Asumsi, harapan dan bahkan ambisi sendiri dalam mengikut
Yesus merintangi mereka untuk mengerti apa yang sebenarnya sedang dikerjakan
dan harapakan Yesus. Mereka ngotot dan mencoba membelokkan misi Yesus menurut
pemahaman mereka sendiri.
Orang banyak telah
mempunyai pemahaman tertentu tentang Yesus. Bagi mereka - yang telah
menyaksikan sepak terjang - Yesus jelas bukan manusia biasa-biasa saja. Tindakan-Nya
yang luar biasa itu, membuat orang-orang memikirkan kemungkinan bahwa Yesus
adalah penjelmaan dari Yohanes Pembaptis atau Elia yang akan datang mendahului
akhir zaman. Atau, paling tidak Yesus sejajar dengan salah seorang dari para
nabi yang telah berkarya di Israel dan Yehuda.
Memahami Yesus
sebagai Yohanes Pembaptis, Elia, atau salah seorang dari para nabi, menandakan
bahwa mereka memahami Yesus bukan sebagai manusia biasa. Namun, tetap saja sebagai
"perintis jalan", bukan sebagai pelaksana karya penyelamatan Allah!
Bagaimana dengan Yesus? Tampaknya Ia tidak ambil pusing dengan opini masyarakat
pada zaman itu. Namun, selanjutnya Ia menanyakan langsung kepada
murid-murid-Nya tentang pemahaman mereka terhadap diri-Nya. Yesus bertanya
secara serius, sebab Ia sudah mengambil keputusan bulat untuk menggambarkan
seluruh dimensi karya-Nya sebagai Mesias. Ia wajib pula menyadarkan
murid-murid-Nya tentang apa yang Ia harapkan dari mereka dan konsekuensi dalam
mengikut diri-Nya.
Sebagai juru bicara
kelompok murid-murid Yesus, tampillah Petrus dan berkata, "Engkaulah Mesias!" Dengan
menyebutkan Yesus sebagai Mesias, Petrus mau mengatakan, "Anda adalah
orang yang diurapi Allah dan dipilih Allah untuk menunaikan tugas khusus."
Inilah arti kata Mesias menurut pemahaman Perjanjian Lama, dan ditambah lagi
dengan keyakinan mereka, "Andalah pemimpin yang dulu dijanjikan Allah
kepada Raja Daud" (2 Samuel 7:14-16). Namun, karena Mesias yang dijanjikan
itu sudah dinantikan selama berabad-abad, maka lama-kelamaan figurnya
dihubungkan dengan macam-macam ciri yang sama sekali tidak disebutkan dalam PL.
Mereka menambahkannya dengan keinginan dan ambisi sendiri. Yesus tampaknya tahu
pemahaman mereka tentang diri-Nya. Hal ini dilakukan-Nya segera setelah Petrus
mengakui-Nya sebagai Mesias.
Pengakuan Petrus
dikontraskan dengan beberapa pendapat umum bahwa Yesus itu adalah salah seorag
nabi. Petrus yang berbicara atas nama murid-murid, melampauinya dengan mengakui
Yesus sebagai Mesias. Apakah dengan demikian masalah ketidakpahaman murid-murid
sudah teratasi? Tampaknya belum, sebab Yesus menanggapi pengakuan Petrus dengan
larangan untuk memberitahukannya kepada khalayak; hal yang sama terjadi pada
setan-setan yang diperintahkan-Nya diam ketika mereka mengakui Yesus sebagai
Anak Allah (Mark.3:11,12). Sekalipun jawaban Petrus tepat, Yesus adalah Mesias,
namun konsep yang dipikirkan Petrus sama sekali berbeda dengan apa yang nanti
akan dijelaskan Yesus kepadanya.
Dengan melarang
memberitahukan identitas-Nya kepada orang-orang lain, Yesus sama sekali tidak
menolak pengakuan Petrus. Ia malah mungkin tidak memberi larangan apa pun.
Untuk pertama kalinya, Yesus menjelaskan mengapa kemesiasan-Nya tidak boleh
dibicarakan kepada orang lain. Alasannya bahwa Ia masih harus menderita, karena
begitulah kehendak Allah. Dan mulai saat itulah Yesus mengajarkan tentang Mesias
yang sebenarnya itu. Alih-alih Yesus mengatakan apa yang akan terjadi, Ia menanamkan
dalam hati murid-murid-Nya sikap yang tepat terhadap masa depan yang bagi semua
manusia merupakan tanda tanya besar, seolah-olah Yesus mau berkata, "Tadi
Aku melarang kalian membicarakan identitas-Ku. Sebab Aku sendiri selama ini
belum memperkenalkan diri-Ku yang sebenarnya. Kalau kalian tidak tahu siapa Aku
yang sesungguhnya, apa yang dapat kalian katakan kepada orang lain tentang
diri-Ku? Tetapi ada satu hal yang penting, yaitu: Allah mau menyelamatkan
manusia. Adakah yang mampu memahami rencana Allah?"
Yesus memperkenalkan
diri-Nya sebagai Mesias, hamba yang harus menderita, dianiaya dan dibunuh
dengan keji demi menyelamatkan manusia (Yesaya 53). Bukan mesias seperti yang
dibayangkan para murid yakni mesias yang sakti mandraguna. Mendengar perkataan
Yesus ini, murid-murid-Nya pasti terkejut. Mereka tidak bisa memahaminya.
Petrus segera bertindak. Ia menegur-Nya ( Yun: epitimao) yang berarti memberi peringatan keras dengan maksud
mencegah atau menghentikan sesuatu. Bayangkan, tindakan Petrus ini berarti ia
benar-benar mencoba untuk menghalangi atau mencegah misi Yesus dalam kerangka
penyelamatan umat manusia. Hal yang sama, pada awal pelayanan Yesus, Iblis
telah melakukannya dengan tiga kali pencobaan di padang gurun.
Reaksi Petrus
membuka kedok pemahaman para murid. Selama ini cara dunia menentukan pikiran,
keinginan, dan langkah hidup mereka. Mereka sama sekali tidak peduli akan
pikiran dan rancangan Allah. Petrus kali ini menjadi juru bicara musuh terbesar
Allah. Oleh karenanya Yesus menegur lebih keras lagi agar Petrus berhenti
berpikir secara duniawi (Markus 8:33). "Enyahlah
Iblis...(Yun: episo)" yang berarti, Pergilah ke
belakang-Ku, hai Iblis!" bukan guru yang harus mengikuti murid (apalagi
murid dipakai Iblis untuk menghalangi-Nya), melainkan murid yang harus
mengikuti gurunya.
Kendati termasuk
kelompok inti murid-murid yang menyaksikan beberapa peristiwa pewahyuan khusus,
Petrus gagal faham dan sulit mengerti bahwa Yesus sebagai Anak Manusia yang
harus menderita terlebih dahulu sebelum Ia dimuliakan. Saat penderitaan Yesus
menjadi kenyataan dan juga mengancam dirinya, Petrus menyangkal Yesus sebanyak
tiga kali. Perkataan Petrus dicela oleh Yesus sebagai pikiran manusia saja,
"kata orang..." saja (Markus 8:28), bahkan sama buruknya dengan
bujukan Iblis (1:13) dan teriakan roh-roh setan (1:24, 3:11, 5:7).
Yesus memang Sang
Mesias, Penyelamat tetapi Ia meraih kemenangan-Nya lewat jalan pelayanan,
pengurbanan, penderitaan, dan kematian, sebagaimana akan dikisahkan dalam Injil
selanjutnya. Jadi tidaklah cukup menyaksikan kisah Yesus itu hanya dengan
perkataan saja, apalagi tidak dilandasi dengan pemahaman yang benar tentang
Mesias. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan setiap perkataan yang
kita ucapkan. Injil tidak boleh diberitakan hanya dengan kisah sukses belaka
dan meniadakan kesulitan, penderitaan, dan pergumulan bagi para pengikut-Nya. Setiap
murid Yesus mestinya menyadari bahwa perkataan yang benar itu berasal dari
pemahaman yang benar tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang menderita. Tidak
asal bicara apalagi direka-reka untuk maksud tujuan selain menyatakan
kehendak-Nya. Sehingga kita termasuk orang-orang yang disebut gagal faham, yang
terus berbicara dan menjadi bahan ketawaan orang lain.
Yesus juga berbicara
tentang penderitaan yang harus ditanggung juga oleh setiap pengikut-Nya. Siapa
saja yang mengakui Yesus sebagai Mesias dan melibatkan diri dalam misi-Nya,
pasti akan menghadapi perlawanan dan menolakkan seperti diri-Nya. Hanya
pengikut yang rela menyangkal dirinya, dapat mengambil bagian dalam kemenangan
bersama Yesus, dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar