Kamis, 13 September 2018

MENJAGA PERKATAAN, MENGIKUT TUHAN

Konon katanya pemahaman orang dalam berilmu ada empat tingkatan. Paling bawah adalam faham, berturut-turut di atasnya: kurang faham, salah faham dan gagal faham.

Tingkat tertinggi dari ilmu adalah gagal faham. Mengapa orang bisa gagal faham? Biasanya karena pongah merasa diri berilmu, ia tidak mau menerima ilmu dari orang lain. Ia merasa cukup dengan pendapatnya sendiri. Parahnya, ia tidak menyadari bahwa pemahamannya yang gagal itu menjadi bahan ketawaan orang yang faham. Ia tetap bangga dengan kegagalfahaman dirinya!

Mengapa faham ditempatkan paling bawah? Bukan di tingkat paling tinggi? Alasannya karena orang semakin faham akan semakin membumi. Ia menjadi bijaksana karena akhirnya ia tahu bahwa sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Ia terbuka dan terus menerima dari mana pun ilmu itu datangnya.

Orang-orang yang menjadi lawan bicara Yesus sering kali digambarkan sebagai orang-orang yang gagal faham dalam menerima atau menangkap ajaran Yesus. Tak terkecuali para murid-Nya sendiri sering tidak konek dengan apa yang diajarkan atau ditampilkan Yesus. Mengapa bisa demikian? Ya, karena mereka sudah punya pra-nalar sendiri. Asumsi, harapan dan bahkan ambisi sendiri dalam mengikut Yesus merintangi mereka untuk mengerti apa yang sebenarnya sedang dikerjakan dan harapakan Yesus. Mereka ngotot dan mencoba membelokkan misi Yesus menurut pemahaman mereka sendiri.

Orang banyak telah mempunyai pemahaman tertentu tentang Yesus. Bagi mereka - yang telah menyaksikan sepak terjang - Yesus jelas bukan manusia biasa-biasa saja. Tindakan-Nya yang luar biasa itu, membuat orang-orang memikirkan kemungkinan bahwa Yesus adalah penjelmaan dari Yohanes Pembaptis atau Elia yang akan datang mendahului akhir zaman. Atau, paling tidak Yesus sejajar dengan salah seorang dari para nabi yang telah berkarya di Israel dan Yehuda. 

Memahami Yesus sebagai Yohanes Pembaptis, Elia, atau salah seorang dari para nabi, menandakan bahwa mereka memahami Yesus bukan sebagai manusia biasa. Namun, tetap saja sebagai "perintis jalan", bukan sebagai pelaksana karya penyelamatan Allah! Bagaimana dengan Yesus? Tampaknya Ia tidak ambil pusing dengan opini masyarakat pada zaman itu. Namun, selanjutnya Ia menanyakan langsung kepada murid-murid-Nya tentang pemahaman mereka terhadap diri-Nya. Yesus bertanya secara serius, sebab Ia sudah mengambil keputusan bulat untuk menggambarkan seluruh dimensi karya-Nya sebagai Mesias. Ia wajib pula menyadarkan murid-murid-Nya tentang apa yang Ia harapkan dari mereka dan konsekuensi dalam mengikut diri-Nya.

Sebagai juru bicara kelompok murid-murid Yesus, tampillah Petrus dan berkata, "Engkaulah Mesias!" Dengan menyebutkan Yesus sebagai Mesias, Petrus mau mengatakan, "Anda adalah orang yang diurapi Allah dan dipilih Allah untuk menunaikan tugas khusus." Inilah arti kata Mesias menurut pemahaman Perjanjian Lama, dan ditambah lagi dengan keyakinan mereka, "Andalah pemimpin yang dulu dijanjikan Allah kepada Raja Daud" (2 Samuel 7:14-16). Namun, karena Mesias yang dijanjikan itu sudah dinantikan selama berabad-abad, maka lama-kelamaan figurnya dihubungkan dengan macam-macam ciri yang sama sekali tidak disebutkan dalam PL. Mereka menambahkannya dengan keinginan dan ambisi sendiri. Yesus tampaknya tahu pemahaman mereka tentang diri-Nya. Hal ini dilakukan-Nya segera setelah Petrus mengakui-Nya sebagai Mesias.

Pengakuan Petrus dikontraskan dengan beberapa pendapat umum bahwa Yesus itu adalah salah seorag nabi. Petrus yang berbicara atas nama murid-murid, melampauinya dengan mengakui Yesus sebagai Mesias. Apakah dengan demikian masalah ketidakpahaman murid-murid sudah teratasi? Tampaknya belum, sebab Yesus menanggapi pengakuan Petrus dengan larangan untuk memberitahukannya kepada khalayak; hal yang sama terjadi pada setan-setan yang diperintahkan-Nya diam ketika mereka mengakui Yesus sebagai Anak Allah (Mark.3:11,12). Sekalipun jawaban Petrus tepat, Yesus adalah Mesias, namun konsep yang dipikirkan Petrus sama sekali berbeda dengan apa yang nanti akan dijelaskan Yesus kepadanya.

Dengan melarang memberitahukan identitas-Nya kepada orang-orang lain, Yesus sama sekali tidak menolak pengakuan Petrus. Ia malah mungkin tidak memberi larangan apa pun. Untuk pertama kalinya, Yesus menjelaskan mengapa kemesiasan-Nya tidak boleh dibicarakan kepada orang lain. Alasannya bahwa Ia masih harus menderita, karena begitulah kehendak Allah. Dan mulai saat itulah Yesus mengajarkan tentang Mesias yang sebenarnya itu. Alih-alih Yesus mengatakan apa yang akan terjadi, Ia menanamkan dalam hati murid-murid-Nya sikap yang tepat terhadap masa depan yang bagi semua manusia merupakan tanda tanya besar, seolah-olah Yesus mau berkata, "Tadi Aku melarang kalian membicarakan identitas-Ku. Sebab Aku sendiri selama ini belum memperkenalkan diri-Ku yang sebenarnya. Kalau kalian tidak tahu siapa Aku yang sesungguhnya, apa yang dapat kalian katakan kepada orang lain tentang diri-Ku? Tetapi ada satu hal yang penting, yaitu: Allah mau menyelamatkan manusia. Adakah yang mampu memahami rencana Allah?"

Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Mesias, hamba yang harus menderita, dianiaya dan dibunuh dengan keji demi menyelamatkan manusia (Yesaya 53). Bukan mesias seperti yang dibayangkan para murid yakni mesias yang sakti mandraguna. Mendengar perkataan Yesus ini, murid-murid-Nya pasti terkejut. Mereka tidak bisa memahaminya. Petrus segera bertindak. Ia menegur-Nya ( Yun: epitimao) yang berarti memberi peringatan keras dengan maksud mencegah atau menghentikan sesuatu. Bayangkan, tindakan Petrus ini berarti ia benar-benar mencoba untuk menghalangi atau mencegah misi Yesus dalam kerangka penyelamatan umat manusia. Hal yang sama, pada awal pelayanan Yesus, Iblis telah melakukannya dengan tiga kali pencobaan di padang gurun.

Reaksi Petrus membuka kedok pemahaman para murid. Selama ini cara dunia menentukan pikiran, keinginan, dan langkah hidup mereka. Mereka sama sekali tidak peduli akan pikiran dan rancangan Allah. Petrus kali ini menjadi juru bicara musuh terbesar Allah. Oleh karenanya Yesus menegur lebih keras lagi agar Petrus berhenti berpikir secara duniawi (Markus 8:33). "Enyahlah Iblis...(Yun: episo)" yang berarti, Pergilah ke belakang-Ku, hai Iblis!" bukan guru yang harus mengikuti murid (apalagi murid dipakai Iblis untuk menghalangi-Nya), melainkan murid yang harus mengikuti gurunya.

Kendati termasuk kelompok inti murid-murid yang menyaksikan beberapa peristiwa pewahyuan khusus, Petrus gagal faham dan sulit mengerti bahwa Yesus sebagai Anak Manusia yang harus menderita terlebih dahulu sebelum Ia dimuliakan. Saat penderitaan Yesus menjadi kenyataan dan juga mengancam dirinya, Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Perkataan Petrus dicela oleh Yesus sebagai pikiran manusia saja, "kata orang..." saja (Markus 8:28), bahkan sama buruknya dengan bujukan Iblis (1:13) dan teriakan roh-roh setan (1:24, 3:11, 5:7).

Yesus memang Sang Mesias, Penyelamat tetapi Ia meraih kemenangan-Nya lewat jalan pelayanan, pengurbanan, penderitaan, dan kematian, sebagaimana akan dikisahkan dalam Injil selanjutnya. Jadi tidaklah cukup menyaksikan kisah Yesus itu hanya dengan perkataan saja, apalagi tidak dilandasi dengan pemahaman yang benar tentang Mesias. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan setiap perkataan yang kita ucapkan. Injil tidak boleh diberitakan hanya dengan kisah sukses belaka dan meniadakan kesulitan, penderitaan, dan pergumulan bagi para pengikut-Nya. Setiap murid Yesus mestinya menyadari bahwa perkataan yang benar itu berasal dari pemahaman yang benar tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang menderita. Tidak asal bicara apalagi direka-reka untuk maksud tujuan selain menyatakan kehendak-Nya. Sehingga kita termasuk orang-orang yang disebut gagal faham, yang terus berbicara dan menjadi bahan ketawaan orang lain.

Yesus juga berbicara tentang penderitaan yang harus ditanggung juga oleh setiap pengikut-Nya. Siapa saja yang mengakui Yesus sebagai Mesias dan melibatkan diri dalam misi-Nya, pasti akan menghadapi perlawanan dan menolakkan seperti diri-Nya. Hanya pengikut yang rela menyangkal dirinya, dapat mengambil bagian dalam kemenangan bersama Yesus, dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya. 

Jakarta, 13 September 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar