Senin, 06 Agustus 2018

SANG ROTI HIDUP MEMBERI KEHIDUPAN


Ini kisah percakapan Nasrudin dengan temannya tentang rezeki.

Sang teman berkata, "Nasrudin, tahukah engkau bahwa sebaiknya kita bangun pagi-pagi sekali!"
"Mengapa harus begitu?" Sanggah Nasrudin.
"Ya, seperti pepatah, orang yang bangun siang, rezekinya dipatuk ayam!" Jawab teman Nasrudin.
"Aku tidak yakin, apakah bangun lebih pagi bermanfaat buat diriku. Lagi pula, ayam kan makan cacing, bukan merebut rezeki manusia!" Kembali Nasrudin menyanggah.

Bangun siang, rezekinya dipatuk ayam, tentu saja tidak diartikan secara harfiah. Nasrudin benar, mana ada ayam merebut rezeki manusia! Nasihat sang teman juga mengandung hikmat yang benar bahwa, rezeki itu harus dicari dengan niat dan kesungguhan. Hal ini ditandai dengan bangun pagi-pagi. Pernyataan tersebut hanya dapat difahami bukan dengan harfiah, melainkan melalui hikmat.

Banyak hal dalam Injil Yohanes lawan bicara Yesus menanggapi pernyataan Yesus secara harfiah, tidak menangkap esensi yang sesungguhnya. Kali ini tentang roti. Ya, roti tak pelak lagi merupakan makanan jasmani. Yesus telah memberikan itu kepada mereka dan sekarang mereka memintanya agar Yesus terus menyediakan. Mereka mengatakan, "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." (Yohanes 6:34). Untuk mendobrak salah pengertian itu Yesus akhirnya secara eksplisit menyatakan diri-Nya sebagai roti kehidupan, "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi." (Yohanes 6:35).

Dalam Injil Yohanes, Yesus sering mengatakan, "ego eimi" ("Akulah...") disusul dengan salah satu kiasan (Akulah roti hidup, air hidup, terang dunia, pintu, Gembala baik, pokok anggur yang benar). Pernyataan, "Akulah..." mestinya mengingatkan orang Yahudi pada akan pernyataan Allah kepada Musa tentang nama-Nya YHWH, "AKu ada" (éhyéh, ego eimi, Keluaran 3:14). Allah yang ada bersama-sama dengan umat-Nya, kini hadir di dalam diri Yesus. Karya penyelamatan Allah yang hadir dalam diri Yesusdigambarkan dan dikonkritkan dalam berbagai kiasan, antara lain: roti kehidupan yang menyatakan bahwa melalui Yesus Allah memelihara hidup dan kehidupan orang percaya. Dia memberi dan menumbuhkan hidup ilahi dan kekal dalam diri orang-orang yang menerima-Nya.

Yesus menjelaskan bagaimana orang dapat memperoleh roti kehidupan itu. Roti yang dimaksud tidak lain adalah diri-Nya sendiri. Mereka hendaknya datang dan percaya kepada-Nya. Cara menerima Roti Kehidupan di sini bukanlah "makan" melalui mulut, dikunyah, lalu ditelan. Melainkan "datang kepada-Ku", yang berarti percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus. Siapa saja yang mengindahkan undangan ini, akan menerima kehidupan yang kekal. Ia tidak akan lapar dan haus lagi, karena telah menemukan dalam diri Yesus suatu jawaban atas dalam kerinduan terdalam jiwa manusia.

Yesus ingin mengajak para pendengar-Nya lebih dalam lagi, tidak hanya sekedar menyaksikan mukjizat, dan mendengar sabda-Nya. Yesus bukan hanya sabda Allah yang memberikan pencerahan bagi jiwa manusia, melainkan sabda yang menjadi daging, yang ingin memberikan diri-Nya bagi mereka. Bagi orang Israel, daging dan darah seseorang adalah sama dengan pribadi orang itu seutuhnya. Jadi, sebenarnya tidaklah sulit bagi orang Israel untuk memahami kata-kata Yesus. Kalau Yesus menyatakan diri Roti Kehidupan itu artinya bahwa Ia dalam pribadi seutuhnya rela diberikan kepada siapa pun yang percaya kepada-Nya.

Kalau Yesus memisahkan daging dan darah, Ia sedang menunjuk kepada kematian-Nya sebagai Anak Domba Allah yang akan dikorbankan dan "dimakan" sebagai Anak Domba Paskah. Yesus menawarkan diri-Nya kepada setiap kita relasi dengan diri-Nya yang amat pribadi dan dekat. Memakan Roti Kehidupan yang diberikan-Nya itu berarti menanggapi relasi yang ditawarkan-Nya kepada kita. Relasi itu akan membawa kita masuk ke dalam kehidupan Allah dan memberi "makan" kepada hidup kita. Relasi ini akan membuat kita tinggal dalam Yesus dan Yesus tinggal dalam kita. Membiarkan Yesus tinggal di dalam hati kita itu berarti bahwa kita bersedia membersihkan ruang hati kita agar Ia menempati tempat yang semestinya.

Bayangkan seperti makan roti atau nasi. Roti atau nasi itu akan masuk ke dalam tubuh kita, jika perut kita penuh dengan makanan, maka tidak efektif. Makanan itu akan diolah oleh metabolisme tubuh, lalu darah dan oksigen akan membawanya ke seluruh tubuh sehingga sel-sel tubuh kita mendapat makanan dan berfungsi dengan baik. Makanan yang sehat akan membuat tubuh kita sehat. Sebaliknya, makanan yang tidak baik, lambat laun akan membuat tubuh kita sakit dan rusak.

Roti Hidup itu ketika dicerna dalam ruang hati kita, maka akan menggerakan akal budi dan akal budi akan memerintahkan kepada semua panca indra untuk melakukan kehendak-Nya. Jadi, orang yang menyambut undangan Yesus, ia akan menerima dan menikmati Roti Kehidupan itu dan benar kehidupan-Nya sangat dipengaruhi oleh Roti Hidup itu. Sehingga, "panca indranya" akan sangat dipengaruhi oleh "Roti Kehidupan" itu. Ia akan melihat seperti Yesus melihat. Mendengar seperti Yesus mendengar, berbicara seperti Yesus bicara, melangkah seperti Yesus melangkah, bertindak seperti Yesus bertindak, berpikir seperti Yesus berpikir. Pendek kata seluruh keprihatinan hidup mereka yang menerima Roti Kehidupan akan sama seperti Roti Kehidupan itu sendiri, Yesus Kristus!

Roti Hidup itu akan membuat kita menjadi manusia baru. Baru dalam arti orientasi kehidupan kita yang sama sekali baru. Paulus menggambarkan dengan tepat kehidupan orang yang menerima Yesus Kristus (baca: menerima Roti Kehidupan). Ia akan berkata-kata benar, membuang segala perkataan kotor, fitnah, gosip dan sejenisnya (bnd. Efesus 4:25). Tutur katanya menjadi ramah, penuh kasih mesra (ay.32). Ia akan semakin serupa dengan Yesus, tidak menyimpan kemarahan dan dendam. Tidak sulit mengampuni orang lain (Ef.4:26). Selalu membersihkan hatinya dan tidak memberikan ruang sekecil apa pun kepada Iblis (Ef.4:27), sebab tidak mungkin ruang yang sama terbuka untuk Kristus dan Iblis.

Orang yang menikmati Roti Hidup akan terlihat dalam sikap dan tingkah lakunya, ia tidak akan melakukan tindakan kejahatan, mencuri misalnya. Melainkan, tangannya akan cekatan bekerja dengan keras bukan untuk memperkaya dan mementingkan sendiri sendiri, melainkan supaya dapat berbagi dengan orang lain yang kekurangan.

Mari kita telisik kehidupan kita. Seberapa lama kita percaya dan mengikut Yesus? Sudahkah kita benar-benar datang kepada-Nya, menerima dan memakan "Roti Kehidupan" yang diberikan Yesus kepada kita? Sejauh manakah Roti Hidup itu telah mengubah tabiat dan karakter kita? Atau, jangan-jangan prilaku dan karakter kita tidak ada yang berubah. Dari dulu sama: suka membenci, selalu mendepositokan kesalahan dan keburukan orang lain, pendendam, suka memfitnah, gampang tersinggung, tidak mau peduli dengan kesulitan orang lain, hidup hanya mau diperhatikan, dan seterusnya. Kalau demikian, makanan apa yang selama ini kita nikmati? Jangan-jangan ke gereja hanya untuk pemuasan pendengaran dan logika saja, sebab hati kita enggan untuk dibersihkan. Jika ini yang terus terjadi dalam diri kita, maka mustahil kita melihat dan merasakan damainya Kerajaan Allah, kita akan terus "lapar" dan tidak pernah terpuaskan!

Jakarta, 06 Agustus 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar