Kamis, 21 Juni 2018

DALAM BADAI TUHAN BERTINDAK


Senin, 18 Juni 2018 pukul 17.30 Wib kapal kayu KM Sinar Bangun bertolak dari pelabuhan Simanindo, Kabupaten Samosir menuju Tigaras Parapat, Kabupaten Simalungun. Kapal kayu itu diperkirakan mengangkut lebih dari seratus orang. Ya, dapat diduga: hari itu banyak wisatawan yang menikmati liburan bergegas pulang karena hari sudah senja dan KM Sinar Bangun merupakan kapal terakhir yang mengangkut penumpang. Namun, siapa sangka perairan yang semula tenang berubah seiring cuaca yang tidak bersahabat. Angin kencang memicu riak air yang siang tadi bisa dinikmati keindahannya, berubah menjadi ombak besar. Muatan yang jauh melebihi kapasitas angkut memperburuk keadaan sehingga, tali kemudi putus dan Sinar Bangun tidak dapat terus "bangun". Ia oleng, perlahan-lahan rebah dan akhirnya tenggelam di perairan Simanindo itu.

Dalam beberapa tayangan video amatir yang diberitakan berulang-ulang, kita menyaksikan tragedi memilukan itu. Ada adegan orang-orang panik berlarian di atas kapal yang perlahan tapi pasti menuju tenggelam. Dalam kepanikan itu mereka tidak tahu lagi harus lari ke mana. Jalan satu-satunya adalah menyeburkan diri ke air danau itu. Sebab kalau tidak, mereka akan tenggelam bersama dengan Sinar Bangun ke dasar danau yang paling dalam di dunia.

Kita tarik ke belakang sebentar, beberapa menit sebelum KM SInar Bangun itu tidak berdaya menghadapi perairan Toba yang bergejolak. Bayangkanlah kita ada bersama mereka. Saya dapat menduga, kita akan mengalami kepanikan luar bisa. Sangat mungkin prosedur keamanan dan penyelamatan yang sering diperdengarkan tidak lagi bisa dilakukan. Apalagi, di kapal itu hanya tersedia 40 pelampung. Kematian di depan mata!

Sepertinya tidak jauh berbeda, kecemasan dan kepanikan yang dialami oleh murid-murid Yesus ketika perahu mereka dihantam badai. Sepanjang pagi sampai menjelang sore Yesus mengajar orang banyak di tepi danau itu (Markus 4:1). Kini, sesudah petang, Yesus mengajak mereka untuk bertolak ke seberang (4:35). Namun, apa yang terjadi? Danau itu bergejolak! Taufan yang sangat dasyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Paling tidak ada empat orang nelayan di antara para murid Yesus. Mereka tentu amat berpengalaman menghadapi danau yang juga menjadi sumber penghidupan mereka. Walau demikian, mereka tidak dapat mengatasi bahaya angin ribut itu. Hal ini menunjukkan bahwa ombak yang menyerang perahu mereka itu sungguh dasyat dan mereka sungguh dalam keadaan bahaya besar. Kematian di depan mata!

Sementara mereka berjuang antara hidup dan mati, Yesus tidur nyenyak di buritan. Para murid kemudian membangunkan Dia. Mereka heran bagaimana mungkin Yesus tidur pulas di tengah badai dasyat dan membiarkan para murid dicengkram ketakutan luar biasa. Saya kira kita sepakat dengan para murid yang berkata kepada Yesus, "Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?" (ay.38).

Yesus bangun, namun tidak menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada-Nya. Ia justeru menghardik badai dasyat itu dan menyuruh danau itu tenang. Angin pun reda dan danau itu kembali tenang teduh. Setelah itu, Yesus menanggapi perkataan para murid-Nya tadi. Alih-alih menjawab, Yesus justeru balik bertanya, "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (ay.40).

Mengapa kamu begitu takut? Maengapa kamu tidak percaya? Apakah salah bila mereka takut. Ya, ketika berhadapan dengan badai dasyat yang mematikan itu! Bukankah orang tidak dapat dilarang untuk merasa takut? Bukankah ketakutan itu datangnya tidak diundang, ia tiba-tiba saja ada. Tidak dapat dicegah! Mengapa Yesus menuduh mereka tidak percaya? Selama ini memang mereka telah melihat kuasa Yesus untuk menyembuhkan orang sakit dan untuk mengusir setan-setan, tetapi situasi yang mereka hadapi di danau ini sama sekali berbeda. Mereka tidak sedang berhadapan dengan orang yang kerasukan setan atau orang yang sakit, tetapi dengan badai yang nyaris menenggelamkan perahu dan membunuh mereka. Para murid percaya bahwa Yesus dapat mengusir setan dan menyembuhkan orang sakit karena memang telah melihatnya. Tetapi, mereka sama sekali belum pernah melihat Yesus mengatasi badai dan ombak.

Belajar percaya dan memercayakan diri tidaklah mudah. Benar, mengusir setan dan menyembuhkan kelemahan manusia tidaklah sama dengan menaklukkan badai dan gelora danau itu. Namun, itu semua dilakukan oleh kuasa dan figur yang sama yakni, Yesus! Yang menjadi permasalahan  sesungguhnya adalah bahwa selama ini para murid hanya menjadi "penonton". Bukankah orang yang kerasukan setan sama berbahayanya dengan orang yang sedang berhadapan dengan badai? Demikian juga orang yang sakit kusta, lumpuh, buta dan seterusnya, mereka juga menghadapi badai kehidupannya masing-masing!

Para murid selama ini belum pernah berada dalam situasi genting; situasi di tengah badai. Di sinilah kepercayaan mereka diuji. Bisa saja kondisi demikian dialami oleh kita. Selama "badai" itu tidak menerpa kita, sangat mudah untuk mengatakan kepada orang lain, "Percaya saja, Gusti Allah boten sare!", "Serahkanlah segala kekuatiranmu, maka Dia akan bertindak!", "Yakin saja, dan jangan meragukan pertolongan Tuhan!" dan seterusnya. Namun, ketika badai itu menerpa kita, kita mengeluh, mempertanyakan pertolongan Tuhan - sama seperti para murid yang menegur Yesus.

Yesus menegur para murid bukan tanpa alasan. Menurut Yesus para murid sebenarnya tidak perlu takut karena Dia bersama dengan mereka. Apa yang selama ini mereka lihat mengenai Yesus seharusnya sudah cukup membuat mereka yakin bahwa Allah bekerja dan menyatakan kuasa-Nya dalam diri Yesus. Namun, ternyata mereka belum percaya juga.

Apa yang terjadi dengan para murid setelah mereka ditegur Yesus? Mereka sangat takut! Namun, takut di sini berbeda, bukan takut dalam arti tawar hati (deilos) terhadap badai, tetapi takut karena segan (phobos) terhadap Yesus. Hal ini tampak dalam pertanyaan mereka, "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?". Ya, kuasa yang mengherankan dan itu hanya dapat dilakukan oleh Allah sendiri, "Siapa telah membendung laut dengan pintu ketika membual ke luar dari dalam rahim?...ketika Aku berfirman: Samapai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!" (Ayub 38:8-11). Di sinilah kita percaya bahwa di dalam Yesus, kepenuhan kuasa Allah bekerja!

Badai tidak hanya diartikan secara harafiah. Badai harafiah berpotensi menjadi badai kehidupan. Badai di danau Toba jelas menjadi badai kehidupan bagi setiap keluarga korban tragedi itu. Badai identik dengan kesulitan hidup, pergumulan dan penderitaan. Badai tidak pandang bulu, dia bisa melanda siapa pun, tanpa kecuali orang beriman sekali pun. Di sinilah kita memerlukan iman yang lebih dasyat untuk menyikapi badai itu. Iman yang bagaimana? Iman yang bersandar pada kuasa Tuhan. Dia pasti bertindak! Dialah Sang Penyelamat yang dapat dipercayai. Ia hadir dan peduli, berkuasa melebihi kekuatan-kekuatan yang mengancam. Ia menyertai Anda dan saya dalam badai sekalipun. Ia tidak membiarkan kekacauan yang mengancam itu menenggelamkan bahtera umat-Nya.

Tuhan menolong murid-murid dan kita bukan hanya dengan melindungi terhadap bahaya dari luar, tetapi juga dengan teguran atas kelemahan bathiniah, dan kekurangan iman kita. Teguran Tuhan ini pun menunjukkan kehadiran dan kepedulian-Nya. Bahkan dalam badai sekali pun Dia sanggup menopang hidup anak-anak-Nya menjadi kesaksian yang indah. Itulah juga yang dialam kemudian oleh para murid dan juga rasul Paulus (lihat bacaan ke-2, 2 Korintus 6:1-13).

Jakarta, 21 Juni 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar