Kamis, 10 Mei 2018

KUASA ILAHI DAN TANGGAPAN MANUSIA

Oliver Goldsmith, seorang penyair berkebangsaan Inggris, memiliki sertifikat untuk menjadi dokter - meskipun ia tidak pernah berkarier sebagai dokter. Suatu hari, seorang wanita tua yang sudah mendengar kebaikan hati sang penyair tersebut mendatanginya. Sambil berlinang air mata, wanita tua itu berkata, "Pak, suami saya sakit keras. Tidak ada satu pun dokter yang bersedia datang untuk memeriksanya karena kami tidak memiliki uang untuk membayar biaya dokter. Saya mohon Bapak bersedia datang untuk melihat keadaan suami saya."

Goldsmith mengikuti wanita tua tersebut kembali ke rumahnya yang dingin, kosong, dan sama sekali tidak nyaman. Suami wanita tua itu terbaring di atas kasur; ia tampak lemah dan kurus kering. Tidak ada nyala api di perapian. Tatapan mata Goldsmith yang lembut dengan cepat menyapu seluruh isi ruangan. Setelah berbincang dengan pasangan lansia tersebut, Goldsmith berpamitan. Ia berkata kepada wanita tua itu, "Saya akan mengirimkan beberapa pil kepada Nenek. Tolong Nenek berikan pil-pil tersebut kepada suami Nenek sesuai dosis yang saya anjurkan."

Buru-buru Goldsmith pulang ke rumah dan memasukan sepuluh keping uang emas ke dalam sebuah kotak pil. Pada label kotak pil, ia menuliskan dosis yang dianjurkan: "Sekeping sehari untuk membeli makanan, susu, dan batu bara. Hendaklah bersabar dan penuh pengharapan."

Dia kirimkan kotak pil tersebut kepada wanita tua lewat seorang pesuruh. Benar saja, "resep" tersebut sangat manjur bagi pasangan lansia tersebut, yang telah lama menanggung sengsara karena miskin dan terabaikan. Tak lama waktu berselang, pasangan lansia itu mengunjungi "dokter" yang baik hati tersebut untuk berterima kasih atas pertolongannya yang tepat waktu bagi mereka.

Suatu kali Yesus - yang juga bukan berprofesi sebagai dokter - berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa." (Luk.5:31, 32). Yesus memahami apa yang dibutuhkan oleh manusia, cinta kasih! Yesus menerjemahkan perutusan dari Bapa melalui seluruh hidup-Nya. Oleh karenanya tepatlah kalau Injil Yohanes dalam prolognya mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,..." (Yoh.1:14). Sepanjang pelayanan-Nya di bumi, Yesus melakukan pekerjaan yang diberikan Sang Bapa. Ia berasal dari Allah dan diutus untuk menyatakan Bapa. Ia memperkenalkan Nama dan menyampaikan Firman Bapa kepada orang-orang yang diberikan kepada-Nya. Kini, sebentar lagi puncak pekerjaan Yesus sudah tiba, yaitu saat Ia kembali kepada Bapa - Ia memberikan kesaksian tertinggi tentang kasih Bapa yang memberikan Anak-Nya yang Tunggal untuk dunia. Kini, nantinya tugas itu akan diteruskan oleh para murid.

Yesus mengerjakan pekerjaan Bapa agar para pengikut-Nya mengenal Bapa dan mengenal diri-Nya sebagai Anak yang datang dari Allah. Tujuan itu baru tercapai ketika pengakuan murid-murid akan Bapa dan Anak mengubah hidup mereka. Perubahan itu terjadi ketika mereka menuruti firman-Nya. Yesus menggambarkan persekutan-Nya dengan Bapa itu begitu erat - menjadi satu! Ia ingin hubungan yang demikian terjadi dengan para murid-Nya. Itu berarti seperti hubungan Yesus dengan Sang Bapa adalah kesatuan kasih yang nyata dalam tindakan ketaatan Yesus dalam melakukan kehendak Bapa, demikian juga dengan para murid, hubungan itu harus ditandai dengan ketaatan para murid dalam melakukan perintah-Nya.

Yesus mengerti benar apa yang akan dihadapi oleh para murid. Oleh karenanya, Ia berdoa kepada Bapa-Nya. Ia membuka permohonan-Nya dengan menyatakan bahwa kini Ia akan kembali kepada Bapa dan tidak akan bersama lagi dengan mereka di dunia ini. Para murid akan tetap tinggal di dunia ini. Yesus memohon agar Bapa memelihara atau menjaga mereka dalam nama-Nya supaya mereka menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu (Yoh.17:11). Yesus tahu bahwa dunia akan membenci mereka. Yesus telah menyampaikan Firman Bapa tetapi dunia menolaknya. Dunia pun akan membenci mereka yang menerima firman itu. Untuk itulah Ia memohon agar setelah kepergian-Nya kepada Bapa, Bapa sendiri yang menjaga dan memelihara mereka; supaya Bapa melindungi mereka dari yang jahat (Yoh.17:14-17).

Selanjutnya, Yesus memohon agar Bapa menguduskan mereka dalam kebenaran. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa yang kudus (ay.11). Yesus juga disebut Yang Kudus dari Allah (Yoh.6:69). Bapa yang kudus telah menguduskan Yesus dan mengutus-Nya ke dalam dunia. Yesus memohon agar para murid - seperti diri-Nya - dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dalam dunia sebagaimana Bapa mengutus Yesus. Pengudusan itu dimaksudkan agar para murid dapat melaksanakan tugas panggilan mereka. Penjagaan dan pemeliharaan yang dimohonkan Yesus tidak hanya karena mereka akan berhadapan dengan orang-orang yang membenci mereka, namun karena mereka sekarang mengemban tugas perutusan itu. Mereka dijaga agar dapat mendedikasikan diri bagi pelayanan kudus Allah di dunia ini. Mereka dikuduskan agar pekerjaan yang sudah dimulai Yesus dapat terus dilakukan melalui mereka. Dengan pemeliharaan dan penjagaan itu, mereka tidak hanya akan selamat dari dunia yang membenci mereka, tetapi juga - sama seperti Yesus - mereka akan berhasil membumikan cinta kasih Allah.

 Tema sentral doa Yesus bagi para murid adalah agar mereka pun menjadi satu. Kesatuan itu mengalir dari kesatuan antara Yesus dan Bapa-Nya, "Engkau, ya Bapa, di dalam AKu dan Aku di dalam Engkau,...sama seperti kita adalah satu". Kesatuan itu tidak hanya menjadi model, tetapi menjadi dasar dan karakter kesatuan Gereja. Yesus tidak berdoa agar orang-orang itu menjadi satu dalam diri mereka (dalam kesatuan Gereja). Ia berdoa agar mereka, "menjadi satu di dalam kita'. Itu berarti bahwa Yesus berdoa agar Gereja tinggal di dalam kesatuan yang terbangun antara Dia dan Bapa-Nya.

Tak pelak lagi, doa yang panjang lebar diucapkan Yesus menunjukkan betapa besarnya kasih dan kepedulian Yesus terhadap para murid. Di samping itu Ia tahu tantangan berat yang akan dihadapi oleh para murid-Nya. Hal ini terbukti ketika beberapa saat kemudian, Yudas berhianat. Yesus ditangkap, disesah, dianiaya dan disalibkan, para murid terguncang hebat. Petrus tiga kali menyangkal sebagai murid Yesus dan murid-murid yang lain kocar-kacir entah kemana. Pertanyaannya kemudian, "Apakah doa Yesus tidak manjur?" Mengapa murid-murid yang didoakan itu justeru menampakkan kebalikan dari doa yang disampaikan Yesus? Apakah Bapa tidak menjaga mereka sehingga mereka tidak terguncang?"

Bukan doa Yesus yang tidak manjur atau Allah Bapa tidak menjaga dan memelihara para murid. Bukan juga Allah kurang berkuasa. Doa tidak menggantikan upaya manusia untuk memujudkan doa itu. Yesus mendoakan para murid agar mereka tetap bersatu, sama seperti diri-Nya dengan Sang Bapa bukan berarti para murid tinggal berpangku tangan,  dan tidak berupaya untuk meujudkannya. Bukan seperti itu! Kuasa ilahi harus ditanggapi dengan upaya manusia untuk mewujudkannya. Sama seperti Yesus yang mengerjakan pekerjaan Bapa-Nya dengan setia, mestinya seperti itu juga yang harus dilakukan oleh para murid-Nya. Kita berdoa dan memohon kepada Bapa agar diberi kepandaian, hal ini tidak berarti meniadakan belajar. Kita berdoa dan memohon rejeki, hal ini juga tidak berarti meniadakan kita bekerja keras. Kita berdoa menang dalam pertandingan, bukan meniadakan kerja keras dalam berlatih.

Meski demikian, Yesus tidak membiarkan para murid berada dalam kekalutan. Setelah peristiwa yang mengguncang mereka, Yesus yang bangkit memulihkan mereka. Selanjutnya, mereka harus benar-benar mewujudkan doa Yesus. Setelah Yesus naik ke sorga, mereka sehati-sepikir; bersatu menantikan pencurahan Roh Kudus. Mereka siap melanjutkan apa yang telah dikerjakan Yesus.

Jakarta, Paskah VII 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar