Oliver Goldsmith, seorang
penyair berkebangsaan Inggris, memiliki sertifikat untuk menjadi dokter -
meskipun ia tidak pernah berkarier sebagai dokter. Suatu hari, seorang wanita
tua yang sudah mendengar kebaikan hati sang penyair tersebut mendatanginya.
Sambil berlinang air mata, wanita tua itu berkata, "Pak, suami saya sakit
keras. Tidak ada satu pun dokter yang bersedia datang untuk memeriksanya karena
kami tidak memiliki uang untuk membayar biaya dokter. Saya mohon Bapak bersedia
datang untuk melihat keadaan suami saya."
Goldsmith mengikuti wanita tua
tersebut kembali ke rumahnya yang dingin, kosong, dan sama sekali tidak nyaman.
Suami wanita tua itu terbaring di atas kasur; ia tampak lemah dan kurus kering.
Tidak ada nyala api di perapian. Tatapan mata Goldsmith yang lembut dengan
cepat menyapu seluruh isi ruangan. Setelah berbincang dengan pasangan lansia
tersebut, Goldsmith berpamitan. Ia berkata kepada wanita tua itu, "Saya
akan mengirimkan beberapa pil kepada Nenek. Tolong Nenek berikan pil-pil
tersebut kepada suami Nenek sesuai dosis yang saya anjurkan."
Buru-buru Goldsmith pulang ke
rumah dan memasukan sepuluh keping uang emas ke dalam sebuah kotak pil. Pada
label kotak pil, ia menuliskan dosis yang dianjurkan: "Sekeping sehari untuk membeli makanan, susu,
dan batu bara. Hendaklah bersabar dan penuh pengharapan."
Dia kirimkan kotak pil
tersebut kepada wanita tua lewat seorang pesuruh. Benar saja, "resep"
tersebut sangat manjur bagi pasangan lansia tersebut, yang telah lama
menanggung sengsara karena miskin dan terabaikan. Tak lama waktu berselang,
pasangan lansia itu mengunjungi "dokter" yang baik hati tersebut
untuk berterima kasih atas pertolongannya yang tepat waktu bagi mereka.
Suatu kali Yesus - yang juga
bukan berprofesi sebagai dokter - berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit; Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa." (Luk.5:31,
32). Yesus memahami apa yang dibutuhkan oleh manusia, cinta kasih! Yesus
menerjemahkan perutusan dari Bapa melalui seluruh hidup-Nya. Oleh karenanya
tepatlah kalau Injil Yohanes dalam prolognya mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita,..." (Yoh.1:14). Sepanjang pelayanan-Nya di bumi, Yesus
melakukan pekerjaan yang diberikan Sang Bapa. Ia berasal dari Allah dan diutus
untuk menyatakan Bapa. Ia memperkenalkan Nama dan menyampaikan Firman Bapa
kepada orang-orang yang diberikan kepada-Nya. Kini, sebentar lagi puncak
pekerjaan Yesus sudah tiba, yaitu saat Ia kembali kepada Bapa - Ia memberikan
kesaksian tertinggi tentang kasih Bapa yang memberikan Anak-Nya yang Tunggal
untuk dunia. Kini, nantinya tugas itu akan diteruskan oleh para murid.
Yesus mengerjakan pekerjaan
Bapa agar para pengikut-Nya mengenal Bapa dan mengenal diri-Nya sebagai Anak
yang datang dari Allah. Tujuan itu baru tercapai ketika pengakuan murid-murid
akan Bapa dan Anak mengubah hidup mereka. Perubahan itu terjadi ketika mereka menuruti
firman-Nya. Yesus menggambarkan persekutan-Nya dengan Bapa itu begitu erat -
menjadi satu! Ia ingin hubungan yang demikian terjadi dengan para murid-Nya.
Itu berarti seperti hubungan Yesus dengan Sang Bapa adalah kesatuan kasih yang
nyata dalam tindakan ketaatan Yesus dalam melakukan kehendak Bapa, demikian
juga dengan para murid, hubungan itu harus ditandai dengan ketaatan para murid
dalam melakukan perintah-Nya.
Yesus mengerti benar apa yang
akan dihadapi oleh para murid. Oleh karenanya, Ia berdoa kepada Bapa-Nya. Ia
membuka permohonan-Nya dengan menyatakan bahwa kini Ia akan kembali kepada Bapa
dan tidak akan bersama lagi dengan mereka di dunia ini. Para murid akan tetap
tinggal di dunia ini. Yesus memohon agar Bapa memelihara atau menjaga mereka
dalam nama-Nya supaya mereka menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah
satu (Yoh.17:11). Yesus tahu bahwa dunia akan membenci mereka. Yesus telah
menyampaikan Firman Bapa tetapi dunia menolaknya. Dunia pun akan membenci
mereka yang menerima firman itu. Untuk itulah Ia memohon agar setelah
kepergian-Nya kepada Bapa, Bapa sendiri yang menjaga dan memelihara mereka;
supaya Bapa melindungi mereka dari yang jahat (Yoh.17:14-17).
Selanjutnya, Yesus memohon
agar Bapa menguduskan mereka dalam kebenaran. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa
yang kudus (ay.11). Yesus juga disebut Yang Kudus dari Allah (Yoh.6:69). Bapa
yang kudus telah menguduskan Yesus dan mengutus-Nya ke dalam dunia. Yesus
memohon agar para murid - seperti diri-Nya - dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke
dalam dunia sebagaimana Bapa mengutus Yesus. Pengudusan itu dimaksudkan agar
para murid dapat melaksanakan tugas panggilan mereka. Penjagaan dan
pemeliharaan yang dimohonkan Yesus tidak hanya karena mereka akan berhadapan
dengan orang-orang yang membenci mereka, namun karena mereka sekarang mengemban
tugas perutusan itu. Mereka dijaga agar dapat mendedikasikan diri bagi
pelayanan kudus Allah di dunia ini. Mereka dikuduskan agar pekerjaan yang sudah
dimulai Yesus dapat terus dilakukan melalui mereka. Dengan pemeliharaan dan
penjagaan itu, mereka tidak hanya akan selamat dari dunia yang membenci mereka,
tetapi juga - sama seperti Yesus - mereka akan berhasil membumikan cinta kasih
Allah.
Tema sentral doa Yesus bagi para murid adalah
agar mereka pun menjadi satu. Kesatuan itu mengalir dari kesatuan antara Yesus
dan Bapa-Nya, "Engkau, ya Bapa, di
dalam AKu dan Aku di dalam Engkau,...sama seperti kita adalah satu".
Kesatuan itu tidak hanya menjadi model, tetapi menjadi dasar dan karakter kesatuan
Gereja. Yesus tidak berdoa agar orang-orang itu menjadi satu dalam diri mereka
(dalam kesatuan Gereja). Ia berdoa agar mereka, "menjadi satu di dalam kita'. Itu berarti bahwa Yesus berdoa agar
Gereja tinggal di dalam kesatuan yang terbangun antara Dia dan Bapa-Nya.
Tak pelak lagi, doa yang
panjang lebar diucapkan Yesus menunjukkan betapa besarnya kasih dan kepedulian
Yesus terhadap para murid. Di samping itu Ia tahu tantangan berat yang akan
dihadapi oleh para murid-Nya. Hal ini terbukti ketika beberapa saat kemudian,
Yudas berhianat. Yesus ditangkap, disesah, dianiaya dan disalibkan, para murid
terguncang hebat. Petrus tiga kali menyangkal sebagai murid Yesus dan
murid-murid yang lain kocar-kacir entah kemana. Pertanyaannya kemudian,
"Apakah doa Yesus tidak manjur?" Mengapa murid-murid yang didoakan
itu justeru menampakkan kebalikan dari doa yang disampaikan Yesus? Apakah Bapa
tidak menjaga mereka sehingga mereka tidak terguncang?"
Bukan doa Yesus yang tidak
manjur atau Allah Bapa tidak menjaga dan memelihara para murid. Bukan juga
Allah kurang berkuasa. Doa tidak menggantikan upaya manusia untuk memujudkan
doa itu. Yesus mendoakan para murid agar mereka tetap bersatu, sama seperti
diri-Nya dengan Sang Bapa bukan berarti para murid tinggal berpangku tangan, dan tidak berupaya untuk meujudkannya. Bukan
seperti itu! Kuasa ilahi harus ditanggapi dengan upaya manusia untuk
mewujudkannya. Sama seperti Yesus yang mengerjakan pekerjaan Bapa-Nya dengan
setia, mestinya seperti itu juga yang harus dilakukan oleh para murid-Nya. Kita
berdoa dan memohon kepada Bapa agar diberi kepandaian, hal ini tidak berarti
meniadakan belajar. Kita berdoa dan memohon rejeki, hal ini juga tidak berarti
meniadakan kita bekerja keras. Kita berdoa menang dalam pertandingan, bukan meniadakan
kerja keras dalam berlatih.
Meski demikian, Yesus tidak
membiarkan para murid berada dalam kekalutan. Setelah peristiwa yang
mengguncang mereka, Yesus yang bangkit memulihkan mereka. Selanjutnya, mereka
harus benar-benar mewujudkan doa Yesus. Setelah Yesus naik ke sorga, mereka
sehati-sepikir; bersatu menantikan pencurahan Roh Kudus. Mereka siap
melanjutkan apa yang telah dikerjakan Yesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar