Perempuan sering mendapat
posisi lebih rendah. Namun, kali ini tidak! Adalah Maria Magdalena, Maria ibu
Yakobus, dan Salome adalah tiga orang perempuan yang dipastikan mengikuti detil
penyaliban Yesus. Menurut Injil Markus, merekalah yang kemudian berinisiatif
pergi ke kubur Yesus untuk memberikan rempah-rempah pada jenazah Yesus. Menurut
kebiasaan, rempah-rempah dioleskan atau digosokkan pada jenazah sebagai
persiapan untuk pemakaman, tepatnya sebelum jenazah dikapani. Rempah-rempah
tidak dipakai untuk mengawetkan jenazah sebab cara ini tidak lazim digunakan
oleh orang Yahudi.
Berangkatnya ketiga perempuan
ke makam Yesus merupakan bukti bahwa mereka mencintai Yesus. Mereka berhasil
memberanikan dan menyempatkan diri untuk sampai di makam Yesus yang dijaga
ketat sementara murid-murid pria yang lainnya kocar-kacir bersembunyi. Tidak
hanya itu, mereka mau mengurapi mayat Yesus yang sudah lewat dari dua malam,
itu berarti mereka siap menjadi "nazis" karena bersentuhan dengan
mayat, dan kemudian menahan bau jenazah yang tentu saja sudah mulai membusuk. Tidak
dapat disangkal, mereka adalah orang-orang yang mengasihi Yesus secara luar
biasa. Namun, hal ini juga sekaligus menjadi bukti bahwa mereka sama sekali
tidak membayangkan kemungkinan Yesus akan bangkit. Padahal sebelum peristiwa
salib itu, Yesus telah berkali-kali mengingatkan bahwa Ia akan menderita
aniaya, disalibkan dan mati, namun pada hari yang ketiga akan bangkit kembali!
Kematian telah mengubur segalanya termasuk pengharapan akan kebangkitan.
Bukankah bayang-bayang
kematian kerap membutakan perngharapan kita juga? Kita menjadi kecewa, sedih
yang berkepanjangan, seolah dunia menjadi gelap dan bumi berhenti berputar.
Kita putus asa dan kehilangan arah dalam menjalani kehidupan ini.
Ketiga permepuan yang pergi ke
makam Yesus itu membayangkan bahwa, Yesus ada dalam kubur itu. Kini, bagaimana caranya
mereka dapat masuk ke dalam kubur itu sementara pintu kubur tertutup oleh batu
besar, "Siapa yang akan menggulingkan
batu itu bagi kita dari pintu kubur?" (Mrk 16:3). Kubur Yahudi terdiri
dari dua ruangan. Ruang pertama berfungsi semacam ruang tunggu, di sinilah
tempat jenazah diberi rempah-rempah. Ruang kedua adalah kubur yang sebenarnya.,
kedua ruangan ini dipisahkan dengan pintu lubang berukuran kecil. Sekali lagi,
melalui percakapan ini kebangkitan Yesus itu tidak pernah terbersit sedikit pun
dalam benak mereka.
Di luar dugaan, batu kubur itu
telah terguling, lalu mereka segera masuk ke dalam kubur itu. Mereka masuk ke
ruang kedua, bagian dalam kubur itu. Apa yang terjadi? Mereka melihat seorang
muda duduk di sebelah kanan. Mereka terkejut. Tetapi orang muda itu berkata
kepada mereka, "Jangan takut!Kamu
mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak
ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia."
(Mrk.16:6).
"Ia tidak ada di sini!" Makam itu kosong. Sejak lama iman pada
kebangkitan Yesus bertumpu pada makam yang kosong. Para perempuan itu melihat
sendiri bahwa kubur itu kosong. Tetapi kenyataan itu tidak berarti apa-apa,
paling banter membangkitkan pertanyaan, "Apa yang terjadi dengan jenazah
Yesus? Apakah mayat-Nya dicuri orang?" Makam kosong tidak sendirinya
membawa orang tiba pada iman Paskah. Makam kosong hanyalah sebuah tanda, masih
ada hal yang meneguhkan mereka yakni, penampakan Yesus yang telah bangkit, maka
malaikat itu menyuruh ketiga perempuan itu untuk segera memberi kabar kepada
murid-murid yang lain dan terutama Petrus dan mereka akan menjumpai-Nya di
Galilea (Mrk. 16:7).
Di Galilea, mereka akan
melihat Yesus yang bangkit, dengan demikian mereka akan lebih mampu memahami
Yesus dan percaya kepada-Nya. Yesus mau berjumpa dengan murid-murid-Nya di
tepat Ia mulai memberitakan Injil dulu. Dengan kembali ke Galilea, kecemasan,
kegelisahan dan keraguan para murid dipulihkan. Selanjutnya mereka disiapkan
menjadi saksi-saksi kebangkitan Yesus. Yesus yang bangkit tidak membiarkan para
murid-Nya terjebak dalam pesimisme, cemas bahkan putus asa.
Sangat mungkin saat ini
kehidupan kita sedang dilanda kecemasan. Kecemasan adalah istilah dari gangguan
psikologis yang memiliki karakteristik berupa rasa takut yang berlebihan,
pesimisme terhadap masa depan, dan kekuatiran yang berkepanjangan. Situasi
seperti ini menyebabkan seseorang mudah stres, gugup, panik, tidak dapat
berpikir jernih dan mudah putus asa. Para ahli menyimpulkan rasa cemas
disebabkan oleh karena gagalnya syaraf-syaraf otak untuk mengontrol emosi dan
rasa takut.
Mengapa kita sering gagal
mengendalikan emosi dan rasa takut? Belajar dari kisah tiga perempuan yang
pergi ke makam Yesus, kita bisa memahami emosi mereka - dalam hal ini sedih
karena kehilangan Sang Guru; Yesus mati dengan cara mengerikan, disalibkan!
Harapan mereka hilang musnah, yang tertinggal sekarang adalah kekuatiran dalam
menjalani hari-hari selanjutnya tanpa orang yang dapat mereka andalkan. Hidup mereka
sekarang dikuasai oleh kesedihan dan ketakutan. Oleh karena itu wajarlah kalau
semua ingatan mereka tentang perkataan Yesus yang akan bangkit itu juga
terkubur. Jika kita cemas berlebihan ini menunjukkan kitalah yang sedang
dikuasai oleh emosi dan ketakutan bukan sebaliknya: kita yang harus
mengendalikan dan menguasai emosi serta ketakutan itu.
Bagaimana caranya? Sekali lagi
belajar dari peristiwa kebangkitan Yesus, pertama-tama kita harus yakin bahwa
Tuhan tidak pernah membiarkan kita dikuasai oleh kecemasan dan ketakutan. Tuhan
memakai pelbagai cara yang tidak kita duga sebelumnya. Ia membuka batu besar
penutup kubur Yesus ketika ketiga perempuan itu masih berpikir, "bagaimana caranya membuka batu
itu?" Lihatlah, Tuhan melakukannya bahkan sebelum mereka meminta
pertolongan-Nya. Bukankah ada banyak "batu besar" yang menghalangi
hidup kita. Batu besar itu bisa berupa beban berat kehidupan ekonomi kita,
gangguan kesehatan, karier dalam pekerjaan, orang-orang yang membenci kita dan
seterusnya, percayalah bahwa Tuhan sanggup menggulingkan "batu-batu"
itu bahkan sebelum kita memintanya. Tinggal sekarang, keyakinan iman kita.
Selanjutnya, ketiga perempuan
itu dituntun utusan Tuhan yang memerlihatkan tidak ada jasad Yesus di makam
itu. "Ia mengatakan Yesus tidak ada
di sini, Ia sudah bangkit!" Apa yang paling menakutkan buat mereka
adalah melihat Yesus yang terbujur kaku, telah menjadi mayat dan membusuk!
Dalam peristiwa ini, kekuatiran dan kecemasan mereka dijawab: makam itu kosong!
Seringkali, apa yang kita cemaskan justeru lebih besar dari kenyataan yang
sebenarnya. Ketakutan kita tentang masa depan dengan seabreg masalah membuat kita tak berdaya. Dalam banyak kasus,
setelah kita menjalaninya ternyata ini bagaikan "kubur kosong": tidak ada masalah yang seberat ini, yang
sebelumnya telah membuat kita tidak bisa tidur dan gelisah!
Setelah mendapat penjelasan,
malaikat utusan Tuhan itu memerintahkan mereka untuk pergi, memberitakan
kesaksian kepada para murid, khususnya Petrus. Di Galilea kelak mereka akan
bertemu dengan Yesus yang bangkit. Selanjutnya mereka akan menjadi saksi
kebangkitan itu. Kebangkitan bukan soal kubur kosong. Mereka kelak akan
berjumpa dengan Yesus sendiri. perjumpaan ini akan terus memulihkan mereka dan
selanjutnya mampu menjadi saksi. Tidak mustahil melalui kecemasan dan ketakutan
yang bisa kita lalui, Tuhan membentuk kita untuk menjadi saksi kebangkitan-Nya.
Mennjadi saksi kebangkitan Tuhan tidak cukup hanya dengan berapologet, mempelajari
dalil-dalil dan bukti-bukti kubur kosong. Itu semua menjadi tidak berguna
apabila kehidupan kita tidak menunjukkan bahwa kita mampu bangkit menguasai
kecemasan bersama dengan Tuhan. Tidak ada gunanya percaya kepada Yesus yang
bangkit kalau hidup kita selalu cemas dan pesimis. Iman kebangkitan memampukan
para murid berani menghadapi kenyataan hidup, mestinya iman seperti itulah yang
tampak dalam kehidupan kita!
Jakarta, Paskah 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar