Jumat, 30 Maret 2018

KEBANGKITAN YESUS MENGATASI KECEMASAN


Perempuan sering mendapat posisi lebih rendah. Namun, kali ini tidak! Adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome adalah tiga orang perempuan yang dipastikan mengikuti detil penyaliban Yesus. Menurut Injil Markus, merekalah yang kemudian berinisiatif pergi ke kubur Yesus untuk memberikan rempah-rempah pada jenazah Yesus. Menurut kebiasaan, rempah-rempah dioleskan atau digosokkan pada jenazah sebagai persiapan untuk pemakaman, tepatnya sebelum jenazah dikapani. Rempah-rempah tidak dipakai untuk mengawetkan jenazah sebab cara ini tidak lazim digunakan oleh orang Yahudi.

Berangkatnya ketiga perempuan ke makam Yesus merupakan bukti bahwa mereka mencintai Yesus. Mereka berhasil memberanikan dan menyempatkan diri untuk sampai di makam Yesus yang dijaga ketat sementara murid-murid pria yang lainnya kocar-kacir bersembunyi. Tidak hanya itu, mereka mau mengurapi mayat Yesus yang sudah lewat dari dua malam, itu berarti mereka siap menjadi "nazis" karena bersentuhan dengan mayat, dan kemudian menahan bau jenazah yang tentu saja sudah mulai membusuk. Tidak dapat disangkal, mereka adalah orang-orang yang mengasihi Yesus secara luar biasa. Namun, hal ini juga sekaligus menjadi bukti bahwa mereka sama sekali tidak membayangkan kemungkinan Yesus akan bangkit. Padahal sebelum peristiwa salib itu, Yesus telah berkali-kali mengingatkan bahwa Ia akan menderita aniaya, disalibkan dan mati, namun pada hari yang ketiga akan bangkit kembali! Kematian telah mengubur segalanya termasuk pengharapan akan kebangkitan.

Bukankah bayang-bayang kematian kerap membutakan perngharapan kita juga? Kita menjadi kecewa, sedih yang berkepanjangan, seolah dunia menjadi gelap dan bumi berhenti berputar. Kita putus asa dan kehilangan arah dalam menjalani kehidupan ini.

Ketiga permepuan yang pergi ke makam Yesus itu membayangkan bahwa, Yesus ada dalam kubur itu. Kini, bagaimana caranya mereka dapat masuk ke dalam kubur itu sementara pintu kubur tertutup oleh batu besar, "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?" (Mrk 16:3). Kubur Yahudi terdiri dari dua ruangan. Ruang pertama berfungsi semacam ruang tunggu, di sinilah tempat jenazah diberi rempah-rempah. Ruang kedua adalah kubur yang sebenarnya., kedua ruangan ini dipisahkan dengan pintu lubang berukuran kecil. Sekali lagi, melalui percakapan ini kebangkitan Yesus itu tidak pernah terbersit sedikit pun dalam benak mereka.

Di luar dugaan, batu kubur itu telah terguling, lalu mereka segera masuk ke dalam kubur itu. Mereka masuk ke ruang kedua, bagian dalam kubur itu. Apa yang terjadi? Mereka melihat seorang muda duduk di sebelah kanan. Mereka terkejut. Tetapi orang muda itu berkata kepada mereka, "Jangan takut!Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia." (Mrk.16:6).

"Ia tidak ada di sini!" Makam itu kosong. Sejak lama iman pada kebangkitan Yesus bertumpu pada makam yang kosong. Para perempuan itu melihat sendiri bahwa kubur itu kosong. Tetapi kenyataan itu tidak berarti apa-apa, paling banter membangkitkan pertanyaan, "Apa yang terjadi dengan jenazah Yesus? Apakah mayat-Nya dicuri orang?" Makam kosong tidak sendirinya membawa orang tiba pada iman Paskah. Makam kosong hanyalah sebuah tanda, masih ada hal yang meneguhkan mereka yakni, penampakan Yesus yang telah bangkit, maka malaikat itu menyuruh ketiga perempuan itu untuk segera memberi kabar kepada murid-murid yang lain dan terutama Petrus dan mereka akan menjumpai-Nya di Galilea (Mrk. 16:7).

Di Galilea, mereka akan melihat Yesus yang bangkit, dengan demikian mereka akan lebih mampu memahami Yesus dan percaya kepada-Nya. Yesus mau berjumpa dengan murid-murid-Nya di tepat Ia mulai memberitakan Injil dulu. Dengan kembali ke Galilea, kecemasan, kegelisahan dan keraguan para murid dipulihkan. Selanjutnya mereka disiapkan menjadi saksi-saksi kebangkitan Yesus. Yesus yang bangkit tidak membiarkan para murid-Nya terjebak dalam pesimisme, cemas bahkan putus asa.

Sangat mungkin saat ini kehidupan kita sedang dilanda kecemasan. Kecemasan adalah istilah dari gangguan psikologis yang memiliki karakteristik berupa rasa takut yang berlebihan, pesimisme terhadap masa depan, dan kekuatiran yang berkepanjangan. Situasi seperti ini menyebabkan seseorang mudah stres, gugup, panik, tidak dapat berpikir jernih dan mudah putus asa. Para ahli menyimpulkan rasa cemas disebabkan oleh karena gagalnya syaraf-syaraf otak untuk mengontrol emosi dan rasa takut.

Mengapa kita sering gagal mengendalikan emosi dan rasa takut? Belajar dari kisah tiga perempuan yang pergi ke makam Yesus, kita bisa memahami emosi mereka - dalam hal ini sedih karena kehilangan Sang Guru; Yesus mati dengan cara mengerikan, disalibkan! Harapan mereka hilang musnah, yang tertinggal sekarang adalah kekuatiran dalam menjalani hari-hari selanjutnya tanpa orang yang dapat mereka andalkan. Hidup mereka sekarang dikuasai oleh kesedihan dan ketakutan. Oleh karena itu wajarlah kalau semua ingatan mereka tentang perkataan Yesus yang akan bangkit itu juga terkubur. Jika kita cemas berlebihan ini menunjukkan kitalah yang sedang dikuasai oleh emosi dan ketakutan bukan sebaliknya: kita yang harus mengendalikan dan menguasai emosi serta ketakutan itu.

Bagaimana caranya? Sekali lagi belajar dari peristiwa kebangkitan Yesus, pertama-tama kita harus yakin bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan kita dikuasai oleh kecemasan dan ketakutan. Tuhan memakai pelbagai cara yang tidak kita duga sebelumnya. Ia membuka batu besar penutup kubur Yesus ketika ketiga perempuan itu masih berpikir, "bagaimana caranya membuka batu itu?" Lihatlah, Tuhan melakukannya bahkan sebelum mereka meminta pertolongan-Nya. Bukankah ada banyak "batu besar" yang menghalangi hidup kita. Batu besar itu bisa berupa beban berat kehidupan ekonomi kita, gangguan kesehatan, karier dalam pekerjaan, orang-orang yang membenci kita dan seterusnya, percayalah bahwa Tuhan sanggup menggulingkan "batu-batu" itu bahkan sebelum kita memintanya. Tinggal sekarang, keyakinan iman kita.

Selanjutnya, ketiga perempuan itu dituntun utusan Tuhan yang memerlihatkan tidak ada jasad Yesus di makam itu. "Ia mengatakan Yesus tidak ada di sini, Ia sudah bangkit!" Apa yang paling menakutkan buat mereka adalah melihat Yesus yang terbujur kaku, telah menjadi mayat dan membusuk! Dalam peristiwa ini, kekuatiran dan kecemasan mereka dijawab: makam itu kosong! Seringkali, apa yang kita cemaskan justeru lebih besar dari kenyataan yang sebenarnya. Ketakutan kita tentang masa depan dengan seabreg masalah membuat kita tak berdaya. Dalam banyak kasus, setelah kita menjalaninya ternyata ini bagaikan "kubur kosong": tidak ada masalah yang seberat ini, yang sebelumnya telah membuat kita tidak bisa tidur dan gelisah!

Setelah mendapat penjelasan, malaikat utusan Tuhan itu memerintahkan mereka untuk pergi, memberitakan kesaksian kepada para murid, khususnya Petrus. Di Galilea kelak mereka akan bertemu dengan Yesus yang bangkit. Selanjutnya mereka akan menjadi saksi kebangkitan itu. Kebangkitan bukan soal kubur kosong. Mereka kelak akan berjumpa dengan Yesus sendiri. perjumpaan ini akan terus memulihkan mereka dan selanjutnya mampu menjadi saksi. Tidak mustahil melalui kecemasan dan ketakutan yang bisa kita lalui, Tuhan membentuk kita untuk menjadi saksi kebangkitan-Nya. Mennjadi saksi kebangkitan Tuhan tidak cukup hanya dengan berapologet, mempelajari dalil-dalil dan bukti-bukti kubur kosong. Itu semua menjadi tidak berguna apabila kehidupan kita tidak menunjukkan bahwa kita mampu bangkit menguasai kecemasan bersama dengan Tuhan. Tidak ada gunanya percaya kepada Yesus yang bangkit kalau hidup kita selalu cemas dan pesimis. Iman kebangkitan memampukan para murid berani menghadapi kenyataan hidup, mestinya iman seperti itulah yang tampak dalam kehidupan kita!
Jakarta, Paskah 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar