Jumat, 30 Maret 2018

MEMENTO MORI


Hidup manusia itu singkat, "Bagaikan mampir minum dalam sebuah perjalanan panjang," kata orang bijak. Ayub 14:1-14 mengatakan bahwa hidup manusia seperti bunga yang berkembang. Lalu layu. Seperti banyang-bayang ia hilang lenyap dan tidak betahan. Ketika kematian datang, tidak seorang pun tahu. Ayub memahami bahwa setelah manusia mati, padanya tidak ada lagi pengharapan. Terlihat, pandangan Ayub pesimis terhadap kematian. Bukankah ini juga mewakili pemahaman banyak orang bahwa kematian adalah akhir segalanya? Ya, sesuatu yang tidak dapat kita hindari pada akhirnya adalah kematian. Kini, tergantung sikap kita menghadapinya.

”Memento Mori" berarti: 'ingatlah akan hari kematianmu!' Ungkapan ini mau mengingatkan kita bahwa setiap orang akan berujung ada kematian. Dengan mengingat kematian makan seseorang akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan. memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Bercermin dari kisah pelayanan Yesus, secara kuantitatif usia-Nya relatif singkat, banyak orang memperkirakan-Nya tidak lebih dari 33 tahun saja. Namun, dalam waktu yang singkat itu, Ia telah mengoptimalkan waktu itu dengan sebaik-baik-Nya hingga berujung pada kekekalan. Nama, teladan dan ajaran-Nya terus hidup!

Dalam kisah sengsara dan kematian Yesus, kita bisa belajar dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Yusuf dari Arimatea, misalnya. Injil Matius menyebutkan bahwa ia adalah seorang kaya dan yang telah menjadimurid Yesus juga (Mat.27:57). Namun, catatan Markus, "Yusuf adalah salah seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka yang menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus" (Mrk.15:43). Dengan begitu berarti Yusuf adalah anggota Mahkamah Agama yang terhormat.

Dengan berani Yusuf pergi kepada wali negeri Romawi dan meminta mayat Yesus yang tergantung di salib. Tentu ini menuntut nyali Yusuf untuk tandang menghadap Pilatus. Bisa jadi karena Yusuf adalah anggota Mahkamah Agama yang terhormat yang menyerahkan Yesus kepada Pilatus, permintaan itu sah dan tidak dicurigai. Pilatus menyetujui permintaan Yusuf itu. Yusuf pun membeli kainlenan, kemudian menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengafani-Nya serta dikuburkan di kuburannya sendiri (Mat.27:60).

Dapat dibayangkan seorang Yusuf dari Arimatea, orang kaya dan anggota Mahkamah Agama, dia berbeda dari kebanyakan kelompoknya. Ia menerima kebenaran yang diajarkan Yesus dan akhirnya dia sendiri yang mengurus jasad Yesus sampai dimakamkan di kuburannya sendiri. Lalu bagaimana pandangan orang lain? Bagaimana dengan tanggapan anggota Mahkama Sanhedrin itu? Bukankah kebayangkan mereka yang menjadi pelaku kekejaman terhadap Yesus yang mengakibatkan kematian-Nya?

Tragis memang, ada orang seperti Yudas dalam kelompok murid Yesus. Ia dipanggil secara khusus dan terlibat bersama-sama Yesus namun akhirnya menjadi penghianat dan menyerahkan Sang Guru. Sebaliknya, ada seorang Yusuf, ia anggota Mahkamah Agama, mereka yang sepakat dari awal untuk melenyapkan Yesus, namun pada akhirnya ia mengerti apa yang diajarkan dan diperjuangkan Yesus. Ia menjadi murid Yesus! Namanya kemudia terus hidup dan harum sampai sekarang terutama ketika orang berkisah tentang kesengsaraan Yesus. Bisa jadi, Yusuf diberi label penghianat juga oleh kelompok Mahkamah Agama Yahudi itu. Namun, tepat seperti yang Yesus katakan, "Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk kehidupan yang kekal." (Yoh.12:25).

Bagaimana Anda dikenang nanti, itu sangat tergantung dengan apa yang dikerjakan sekarang. Bagaimana setelah kematian nanti, itu tergantung dari bagaimana cara kita beriman hari ini! Bisa jadi kehidupan yang kita jalani saat ini penuh onak dan duri, namun membuahkan hal yang manis. Namun, belum tentu manisnya kehidupan sekarang akan membawa kita pada kekekalan. Memento Mori menolong untuk kita melangkah dan menjalani hidup ini dengan cermat!

Jakarta, Sabtu Sunyi 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar