Hidup manusia itu singkat, "Bagaikan
mampir minum dalam sebuah perjalanan panjang," kata orang bijak. Ayub
14:1-14 mengatakan bahwa hidup manusia seperti bunga yang berkembang. Lalu
layu. Seperti banyang-bayang ia hilang lenyap dan tidak betahan. Ketika kematian
datang, tidak seorang pun tahu. Ayub memahami bahwa setelah manusia mati,
padanya tidak ada lagi pengharapan. Terlihat, pandangan Ayub pesimis terhadap
kematian. Bukankah ini juga mewakili pemahaman banyak orang bahwa kematian
adalah akhir segalanya? Ya, sesuatu yang tidak dapat kita hindari pada akhirnya
adalah kematian. Kini, tergantung sikap kita menghadapinya.
”Memento Mori" berarti: 'ingatlah akan hari kematianmu!'
Ungkapan ini mau mengingatkan kita bahwa setiap orang akan berujung ada
kematian. Dengan mengingat kematian makan seseorang akan berhati-hati dalam
menjalani kehidupan. memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Bercermin dari
kisah pelayanan Yesus, secara kuantitatif usia-Nya relatif singkat, banyak
orang memperkirakan-Nya tidak lebih dari 33 tahun saja. Namun, dalam waktu yang
singkat itu, Ia telah mengoptimalkan waktu itu dengan sebaik-baik-Nya hingga
berujung pada kekekalan. Nama, teladan dan ajaran-Nya terus hidup!
Dalam kisah sengsara dan
kematian Yesus, kita bisa belajar dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Yusuf
dari Arimatea, misalnya. Injil Matius menyebutkan bahwa ia adalah seorang kaya dan yang telah menjadimurid Yesus juga (Mat.27:57). Namun, catatan
Markus, "Yusuf adalah salah seorang
anggota Majelis Besar yang terkemuka yang menanti-nantikan Kerajaan Allah,
memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus"
(Mrk.15:43). Dengan begitu berarti Yusuf adalah anggota Mahkamah Agama yang
terhormat.
Dengan berani Yusuf pergi
kepada wali negeri Romawi dan meminta mayat Yesus yang tergantung di salib.
Tentu ini menuntut nyali Yusuf untuk tandang menghadap Pilatus. Bisa jadi
karena Yusuf adalah anggota Mahkamah Agama yang terhormat yang menyerahkan
Yesus kepada Pilatus, permintaan itu sah dan tidak dicurigai. Pilatus
menyetujui permintaan Yusuf itu. Yusuf pun membeli kainlenan, kemudian
menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengafani-Nya serta dikuburkan di
kuburannya sendiri (Mat.27:60).
Dapat dibayangkan seorang
Yusuf dari Arimatea, orang kaya dan anggota Mahkamah Agama, dia berbeda dari
kebanyakan kelompoknya. Ia menerima kebenaran yang diajarkan Yesus dan akhirnya
dia sendiri yang mengurus jasad Yesus sampai dimakamkan di kuburannya sendiri.
Lalu bagaimana pandangan orang lain? Bagaimana dengan tanggapan anggota Mahkama
Sanhedrin itu? Bukankah kebayangkan mereka yang menjadi pelaku kekejaman
terhadap Yesus yang mengakibatkan kematian-Nya?
Tragis memang, ada orang
seperti Yudas dalam kelompok murid Yesus. Ia dipanggil secara khusus dan
terlibat bersama-sama Yesus namun akhirnya menjadi penghianat dan menyerahkan
Sang Guru. Sebaliknya, ada seorang Yusuf, ia anggota Mahkamah Agama, mereka
yang sepakat dari awal untuk melenyapkan Yesus, namun pada akhirnya ia mengerti
apa yang diajarkan dan diperjuangkan Yesus. Ia menjadi murid Yesus! Namanya
kemudia terus hidup dan harum sampai sekarang terutama ketika orang berkisah
tentang kesengsaraan Yesus. Bisa jadi, Yusuf diberi label penghianat juga oleh
kelompok Mahkamah Agama Yahudi itu. Namun, tepat seperti yang Yesus katakan, "Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini,
ia akan memeliharanya untuk kehidupan yang kekal." (Yoh.12:25).
Bagaimana Anda dikenang nanti,
itu sangat tergantung dengan apa yang dikerjakan sekarang. Bagaimana setelah
kematian nanti, itu tergantung dari bagaimana cara kita beriman hari ini! Bisa
jadi kehidupan yang kita jalani saat ini penuh onak dan duri, namun membuahkan
hal yang manis. Namun, belum tentu manisnya kehidupan sekarang akan membawa
kita pada kekekalan. Memento Mori
menolong untuk kita melangkah dan menjalani hidup ini dengan cermat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar