Kamis, 18 Januari 2018

SERUAN BERITA PERTOBATAN



Saat ini sangat mungkin Anda sedang mengenggam telepon pintar. Beraktivitas di dunia maya dan bersosial media. Begitu banyak informasi yang kini ada dalam genggaman tangan Anda. Konon, Indonesia adalah salah satu negara peringkat atas pengguna sosial media. Dari beragam informasi yang tersaji tak dipungkiri banyak sekali yang bermanfaat. Namun, tidak sedikit pula yang mencoba menggiring Anda pada opini menyimpang dari kebenaran dan mengarahkan pada gaya hidup egoisme-hedonisme.

Konsep-konsep yang keliru dalam prisip kehidupan terus-menurus membombardir kita. Tidak ada waktu jeda dan ruang private, semua dapat di tembus - kecuali tidak ada signal, kuota habis atau baterai sekarat. Konsep-konsep itu keliru oleh karena dibangun di atas landasan kebenaran yang tidak utuh atau penuh dengan kebohongan. Lihatlah ketika seseorang mengunggah berita penuh opini tidak benar atau nestapa manusia, kita diminta untuk me -"like" atau menuliskan "amin" dan "share". Kelihatannya biasa-biasa saja atau sangat saleh, namun justeru di balik itu ada nilai komersil yang dia kejar. Dia mengumpulkan kekayaan atas berita bohong dan derita orang lain. Orang dipacu untuk mendapat banyak follower ; "jadilah nomor satu!"

Setiap saat kita disajikan berita-berita degradasi moral dalam dunia moderen ini. Politisi dan penguasa menggunakan kewenangan mereka secara tidak pantas. Pengusaha kongkalikong dengan penguasa. Penegak hukum membela siapa yang membayar tinggi, rohaniwan terlibat perselingkuhan dan penggelapan uang jemaat. Pelecehan seksual, pembunuhan, pembakaran, narkoba, prostitusi dan lain sebagainya. Semua itu, jika dikaji lebih dalam dimulai dengan langkah pertama yang fatal, seperti langkah yang diambil oleh Adam dan Hawa yang menyebabkan keterpisahan mereka dari Allah di taman Eden. Mereka menolak untuk setia dan menysukuri nikmat Allah. Dosa itu tampaknya menyenangkan, namun sebenarnya buruk dan mematikan. Dosa kebalikan dari keindahan. Dosa membimbing manusia kepada kehancuran. Di sinilah kita menemukan jawaban, mengapa Tuhan tidak bosan-bosannya menegur, mengingatkan, mengancam, bahkan menghukum manusia ketika hidup dalam dosa. Dia tidak ingin manusia yang diciptakan sesuai dangan citranya itu berakhir dengan kebinasaan!

Sejak manusia jatuh dalam dosa, tidak henti-hentinya Allah terus menyerukan agar manusia kembali kepada-Nya. Para nabi diutus untuk berseru agar Israel bertobat dan percaya. Bahkan bangsa asing pun diperingati-Nya agar tidak binasa. Yesus pun menyampaikan tema yang sama, "pertobatan!" Lalu, kalau temanya sama dengan nabi-nabi terdahulu untuk apa lagi Yesus melakukannya, Yohanes pembaptis juga melakukan itu? Benar, seruan tobat Yohanes dan Yesus sama (lihat Markus 1:4 dan 15). Namun, ada yang membedakan yakni, alasan untuk pertobatan itu. Perhatikan ayat 15, "Saatnya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil itu!" Berbeda dari Yohanes, bahwa pertobatan dan tanda baptisan itu akan penghasilkan pengampunan, Yesus menyatakan bahwa alasan tobat itu bukan hanya bebas dari hukuman Allah, melainkan karena "waktunya telah genap".

"Waktu' (kairos) yang dimaksud Yesus adalah waktu penggenapan dari nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama. Ketika Yesus mengatakan bahwa di dalam diri-Nya telah genap apa yang dinubuatkan itu, artinya bahwa kini Allah mulai bertindak secara baru supaya janji-janji-Nya itu benar-benar terwujud maka untuk itu, manusia harus mengambil keputusan yang tegas.

Waktunya telah genap, menyatakan pula bahwa dengan tampilnya Yesus, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Raja itu nyata di dalam diri Yesus Kristus. Kerajaan Allah sudah dekat, juga dapat berarti jarak, Kerajaan Allah yang menjelma di dalam diri Yesus tidak ada lagi sekat, jaraknya sekarang begitu dekat: Ia dapat dilihat, disentuh, dialami dan dirasakan kehadiran-Nya sebab, apa yang dikatakan Yesus adalah sabda Allah sendiri dan apa yang dilakukan Yesus adalah tindakan Allah sendiri. Oleh karena itu, bila manusia berjumpa dengan Yesus maka ia akan merasakannya. Kerajaan Allah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah pasti sangat berbeda dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kerajaan dunia ini. Itulah sebabnya -tidak mengherankan - apabila Yesus berucap dan bertindak berbeda sekali dari nilai, pandangan dan tindakan yang dianut oleh dunia ini. Yesus datang bukan untuk menyenangkan manusia melainkan untuk memerjumpakan manusia dengan Allah seutuhnya. Dalam perjumpaan itu bisa terjadi dua kemungkinan: menolak atau menerima-Nya. Bila manusia yang berjumpa dengan Yesus itu taat kepada-Nya, maka ia taat kepada Allah. Bila manusia menolak Dia, maka ia menolak Allah sendiri.

Hal lain yang membedakan dari seruan tobat Yohanes, Yesus mengajak orang-orang yang mendengar seruan-Nya untuk "....percayalah kepada Injil" Injil adalah Kabar Baik. Orang yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya akan merasakan seperti apa Kabar Baik itu. Hidup dalam Kerajaan Allah bukan saja Kabar Baik tetapi sekaligus pengalaman merasakan kebaikan Allah itu menjadi begitu nyata! Oleh karena itu seruan Yesus untuk bertobat tidak hanya mempunyai arti berbalik dari dosa, tetapi lebih jauh dari itu yakni, menyambut Pemerintahan Allah. Di sini orang diajak membuka diri untuk hidup dalam norma-norma baru.

Hidup dalam Kerajaan Allah kita akan berjumpa dengan konsep, logika berpikir dan tindakan yang baru. Kita belajar bahwa Allah itu baik, Ia menyatakan Kabar Baik dan Kabar Baik itu nyata dalam diri Yesus Kristus. Kita diajak melihat segala sesuatu dari perspektif kebaikan Allah. Di dalam Kerajaan Allah, kita akan melihat bagaimana solusi mengatasi keinginan daging atau nafsu kita. Banyak orang gagal mengatasi nafsu (epithumia) hanya dengan tekad dan doa penuh dengan linangan air mata, tetapi nyatanya tidak bebar-benar berubah. Rob Bell pernah mengatakan, "Jika saya berjuang sendirian melawan hawa nafsu saya, maka pasti saya akan kalah...Apa pun yang menjerat Anda, maka Anda tidak akan pernah bebas sebelum Anda menemukan sesuatu yang lebih. Pergumulan ini bukan soal membuang hawa nafsu. Pergumulan ini adalah soal memberi diri kepada gairah yang lebih besar, lebih baik dan lebih berkuasa...Hidup ini bukan soal menyesuaikan diri atau menekan gairah hidup yang telah diberikan Allah. Hidup ini adalah soal menyalurkan dan memfokuskan atau mengarahkannya kepada sesuatu yang indah."

Allah telah menyediakan fokus atau arah hidup itu, yakni Yesus. Banyak orang gagal menjalani hidup pertobatan oleh karena fokus mereka adalah menekan dan memerangi pelbagai nafsu itu. Seharunya, kita fokus pada Kristus. Lihatlah Yesus ketika Ia dicobai Iblis. Tiga kali Iblis mencobai-Nya dengan pencobaan-pencobaan yang tidak main-main. Yesus menang oleh karena fokus dan arah hidup-Nya adalah ketaatan kepada Bapa-Nya. Ingatlah, ketika Anda dan saya fokus kepada Yesus Kristus, Sang Firman yang hidup itu, maka godaan-godaan yang ada di sekitar kita akan kehilangan daya tariknya.

Ketika fokus kita pada Kerajaan Allah kita tidak akan bergairah lagi untuk menyebarkan berita bohong dan mengeksploitasi keburukan orang lain agar kita terlihat lebih saleh. Kita tidak tertarik lagi untuk menyombongkan diri, tidak menunjuk-nunjuk kesalah orang lain. Hidup dalam Kerajaan Allah membuat kita semakin tidak egois, tidak serakah dan tidak tamak. Hidup terarah pada Kristus membuat gairah kita berkobar, untuk berbagi, melayani orang lain dengan penuh cinta kasih, memakai waktu yang ada sebaik-baiknya untuk memuliakan nama-Nya. Di sinilah makna hakiki dari sebuah pertobatan. Dunia yang berdosa dan mengarah kepada kebinasaan memerlukan Kabar Baik, yakni pertobatan dan hidup dalam Kerajaan Allah. Semua itu dimulai dari diri sendiri, dari Anda dan saya.

Jakarta, 18 Januari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar