"Yesus menarik beberapa orang yang memulai untuk berjalan bersama-Nya
dalam perjalanan iman dan pembaruan. Banyak orang muda pada zaman sekarang ini
mencari model-model otentik yang membuka hati dan budi mereka terhadap visi
baru dan bersama mereka menapaki jalan iman dan pembaruan." (Jean
Vanier).
Kisah pemanggilan murid-murid
pertama menurut Injil Yohanes berbeda dengan Injil sinoptik (Matius, Markus,
Lukas). Kisah tentang para murid pertama terdiri dari dua bagian, yakni ayat
35-42cdan ayat 43-51. Kedua bagian ini sama-sama diawali dengan sebuah
keterangan waktu, "Pada keesokan
harinya...". Dalam bagian pertama, dikisahkan sikap konsisten Yohanes
Pembaptis. Ia menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Ia mengarahkan dan
melepas kedua muridnya untuk mengikut Yesus Sang
Anak Domba Allah itu. Pada umumnya, orang akan menghimpun dan mencari
pengikut sebanyaknya mungkin untuk kepentingan popularitasnya. Namun, Yohanes
justeru berbeda. Ia bahagia ketika murid-muridnya dapat ia hantarkan kepada
Mesias yang sesungguhnya itu.
Bagian kedua, kisah pada keesokan harinya itu dimulai dengan
perjalanan Yesus ke Galilea dan di sana Ia berjumpa dengan Filipus (Yoh.1:43)
yang berasal dari kota yang sama seperti Andreas dan Petrus. Nama kota itu
adalah Betsaida, yang berarti "rumah
para nelayan". Yesus berkata kepada Filipus, "Ikutlah Aku!" Injil Yohanes tidak
banyak bercerita bagaimana reaksi dan seberapa lama Filipus mengenal Yesus.
Namun, sangat mungkin bahwa Filipus juga sama seperti Andreas yang
dipersilahkan tinggal bersama-Nya. Kata Yunani untuk tinggal adalah menein
mempunyai peran khusus dalam Injil Yohanes dan surat-suratnya. Yohanes
menggunakan kata ini dalam arti "tinggal"
di suatu tempat tertentu; lebih daripada itu, ia menggunakannya dalam arti
persahabatan.
Filipus dapat merasakan
bagaimana tinggal bersama Yesus dan menjadi sahabat-Nya sehingga ketika ia
berjumpa dengan Natanael dapat berkata, "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat,
dan oleh para nabi, yaitu Yusuf dari Nazaret." Kesimpulan ini tidak
mungkin begitu saja dikatakan Filipus tanpa ia mengecap kebersamaan terlebih
dahulu dengan Yesus. Filipus dan Natanael, keduanya dari Galilea, dengan jelas
tentu mereka mengenal keluarga Yesus dari Nazaret itu, suatu desa yang terkenal
dengan reputasi buruk; tempat orang-orang keras, penyamun dan pemberontak!
Dengan polos Natanael bertanya, "Mungkinkah
sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Filipus yang telah berjumpa dengan
Yesus, tidak berusaha untuk menepis, membantah atau membela dengan
argumentasinya. Ia menanggapi, "Datanglah
dan lihatlah". Dalam bahasa sederhana Filupus menanggapi pandangan
miring Natanael itu, "Datanglah dan lihatlah sendiri. Datang dan rasakan
pengalaman yang sudah saya rasakan sendiri." Inilah kesaksian itu yakni,
ketika seseorang mampu menjadi alat yang memperjumpakan orang lain dengan Yesus
sendiri. Lihatlah, Filipus tidak sama sekali membela dan membesar-besarkan
pengalamannya dengan Yesus, apalagi mengagungkan diri lalu mencuri
kemuliaan-Nya. Tidak!
"Lihatlah, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di
dalamnya!" (ay.47). Yesus sama sekali tidak menegur apalagi
menyalahkan Natanael atas kesangsiannya terhadap Mesias yang datang dari
Nazaret - Galilea. Kejujuran dan ketulusan betapa pun mungkin terasa janggal
dan meragukan akan dihargai di hadapan Tuhan ketimbang orang yang berpura-pura
mengenal dan memuji-Nya padahal di dalam hati justeru sebaliknya.
Natanael terhenyak dan
terkejut; bagaimana mungkin Yesus bisa tahu dan melihat dirinya di bawah pohon
ara? Apa yang sedang dia lakukan dan katakan pada saat itu? Tentulah sesuatu yang sangat penting. Berdoa,
rindu menanti dan melihat Mesias! Ternyata kerinduan itu terpenuhi, setidaknya
kalimat inilah yang menggambarkannya, "Rabi,
Engkau Anak ALlah, Engkau Raja orang Israel!"
Kedua orang murid Yohanes,
salah satunya Andreas, Simon yang kemudian diberi nama Petrus, Filipus dan
Natanael, itulah lima murid pertama yang dipanggil oleh Yesus. Pertama-tama
mereka menjadi sebuh persekutuan persahabatan, mereka berasal dari tempat yang
sama. Melalui persahabatan mereka saling menarik dan mengenalkan Yesus sebagai
Mesias. Persahabatan adalah suatu realitas manusiawi yang bermakna dalam,
merupakan kekayaan setiap orang dan dasar dari komunitas. Bersahabat berarti
bersedia saling berbagi dan membantu, saling mendukung kalau yang satu atau
yang lain berada dalam kesulitan, bekerja dan berjuang bersama, bergerak maju
bersama-sama menuju hal-hal baru. Persahabatan adalah kesetiaan. Aristoteles
mengatakan, tanpa persahabatan tidak ada orang yang ingin hidup. Cicero
mengatakan bahwa, persahabatan adalah seperti matahari yang memberikan
kehangatan dan terang kepada kita.
Yesus adalah Sang Firman yang
menjadi Manusia. Ia tahu benar apa yang dibutuhkan manusia yakni, persahabatan!
Ia ingin menjadi sahabat bagi kita masing-masing agar kita menjadi
sahabat-sahabat Allah. Ia memanggil kita, sama seperti Ia memanggil dan menjadi
sahabat bagi murid-murid-Nya yang pertama untuk mengikuti-Nya. Masing-masing
kita adalah istimewa di hadapan-Nya. Maing-masing kita diajak-Nya untuk tinggal
dan mengenal-Nya.
Kalau kita cermati proses
pemanggilan seseorang menjadi murid Yesus ternyata ada semacam pola dalam
pengalaman beriman. Pada awalnya, Yohanes Pembaptis melihat Yesus dan
menunjukkannya kepada dua orang muridnya sehingga mereka kemudian mengikut
Yesus. Andreas - salah seorang murid Yohanes - setelah mengalami perjumpaan
dengan Yesus kemudian membawa Simon kepada Yesus. Filipus bertemu Yesus dan
mengajak Natanael untuk berjumpa dengan Yesus. Begitulah seterusnya sehingga
orang sampai kepada Yesus melalui kesaksian orang lain. Pola pengalaman iman
berjumpa dengan Yesus ini rupanya menggambarkan pandangan penulis Injil Yohanes
tentang pentingnya orang beriman memberikan kesaksian tentang Yesus.
Meski kesaksian itu penting,
namun perlu diingat ia bukan tujuan melainkan "alat". Kesaksian yang
efektif adalah ketika seseorang telah melihat, berjumpa, mengenal, dan
bersentuhan dengan Yesus. Kesaksian itu bukan semacam teori perdebatan.
Kesaksian selalu memberi ruang kepada orang yang diajak berjumpa dengan Yesus
itu untuk memutuskan dirinya bertemu dan akhirnya mengenal siapa Yesus menurut
dirinya. Lihatlah, kisah perjumpaan para murid pertama dengan Yesus. Mereka
datang kepada Yesus dengan cara masing-masing sampai tiba pada pengakuan
tentang Yesus. Andreas menyimpulkan bahwa ia bertemu dengan Mesias. Filipus
mengakui-Nya sebagai Dia yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh
para nabi. Natanael meyakini Yesus sebagai Anak Allah, Raja orang Israel.
Hal lain yang bisa kita
cermati dari kisah ini adalah relasi antara Yesus, Yohanes Pembaptis, para
murid. Dalam kisah ini, tampak dengan jelas bahwa murid-murid pertama Yesus
semula adalah murid-murid Yohanes. Mereka datang kepada Yesus bukan karena
direbut oleh Yesus dari tangan Yohanes, melainkan karena ditunjukkan sendiri
oleh Yohanes. Jadi, seseorang mau mengikut dan percaya kepada Yesus tidak
pernah ada unsur paksaan. Melainkan, melihat sendiri dan merasakan pengalaman bersama
dengan Yesus itu melalui kesaksian orang lain.
Gereja seharusnya mampu
meneruskan "narasi hidup" ini. Ia hadir oleh karena telah mengalami
perjumpaan sendiri dengan Kristus. Gereja yang mengalami perjumpaan dengan
Kristus akan menjadi sahabat Kristus dan gereja seperti itu akan menjadi
sahabat bagi semua orang. Ia hadir bukan untuk mengecam dan menganggap yang
lain sesat. Ia hadir menawarkan sebuah kehangatan, keintiman sehingga sama
seperti Yesus yang mengatakan, "Mari datanglah dan lihatlah...tinggalah
bersama dengan Aku!" Dan....gereja itu adalah Anda dan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar