Jumat, 12 Januari 2018

BERTEMU TUHAN, BERSAKSI BAGI-NYA



"Yesus menarik beberapa orang yang memulai untuk berjalan bersama-Nya dalam perjalanan iman dan pembaruan. Banyak orang muda pada zaman sekarang ini mencari model-model otentik yang membuka hati dan budi mereka terhadap visi baru dan bersama mereka menapaki jalan iman dan pembaruan." (Jean Vanier).

Kisah pemanggilan murid-murid pertama menurut Injil Yohanes berbeda dengan Injil sinoptik (Matius, Markus, Lukas). Kisah tentang para murid pertama terdiri dari dua bagian, yakni ayat 35-42cdan ayat 43-51. Kedua bagian ini sama-sama diawali dengan sebuah keterangan waktu, "Pada keesokan harinya...". Dalam bagian pertama, dikisahkan sikap konsisten Yohanes Pembaptis. Ia menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Ia mengarahkan dan melepas kedua muridnya untuk mengikut Yesus Sang Anak Domba Allah itu. Pada umumnya, orang akan menghimpun dan mencari pengikut sebanyaknya mungkin untuk kepentingan popularitasnya. Namun, Yohanes justeru berbeda. Ia bahagia ketika murid-muridnya dapat ia hantarkan kepada Mesias yang sesungguhnya itu.

Bagian kedua, kisah pada keesokan harinya itu dimulai dengan perjalanan Yesus ke Galilea dan di sana Ia berjumpa dengan Filipus (Yoh.1:43) yang berasal dari kota yang sama seperti Andreas dan Petrus. Nama kota itu adalah Betsaida, yang berarti "rumah para nelayan". Yesus berkata kepada Filipus, "Ikutlah Aku!" Injil Yohanes tidak banyak bercerita bagaimana reaksi dan seberapa lama Filipus mengenal Yesus. Namun, sangat mungkin bahwa Filipus juga sama seperti Andreas yang dipersilahkan tinggal bersama-Nya. Kata Yunani untuk tinggal adalah menein mempunyai peran khusus dalam Injil Yohanes dan surat-suratnya. Yohanes menggunakan kata ini dalam arti "tinggal" di suatu tempat tertentu; lebih daripada itu, ia menggunakannya dalam arti persahabatan.

Filipus dapat merasakan bagaimana tinggal bersama Yesus dan menjadi sahabat-Nya sehingga ketika ia berjumpa dengan Natanael dapat berkata, "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat, dan oleh para nabi, yaitu Yusuf dari Nazaret." Kesimpulan ini tidak mungkin begitu saja dikatakan Filipus tanpa ia mengecap kebersamaan terlebih dahulu dengan Yesus. Filipus dan Natanael, keduanya dari Galilea, dengan jelas tentu mereka mengenal keluarga Yesus dari Nazaret itu, suatu desa yang terkenal dengan reputasi buruk; tempat orang-orang keras, penyamun dan pemberontak! Dengan polos Natanael bertanya, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Filipus yang telah berjumpa dengan Yesus, tidak berusaha untuk menepis, membantah atau membela dengan argumentasinya. Ia menanggapi, "Datanglah dan lihatlah". Dalam bahasa sederhana Filupus menanggapi pandangan miring Natanael itu, "Datanglah dan lihatlah sendiri. Datang dan rasakan pengalaman yang sudah saya rasakan sendiri." Inilah kesaksian itu yakni, ketika seseorang mampu menjadi alat yang memperjumpakan orang lain dengan Yesus sendiri. Lihatlah, Filipus tidak sama sekali membela dan membesar-besarkan pengalamannya dengan Yesus, apalagi mengagungkan diri lalu mencuri kemuliaan-Nya. Tidak!

"Lihatlah, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" (ay.47). Yesus sama sekali tidak menegur apalagi menyalahkan Natanael atas kesangsiannya terhadap Mesias yang datang dari Nazaret - Galilea. Kejujuran dan ketulusan betapa pun mungkin terasa janggal dan meragukan akan dihargai di hadapan Tuhan ketimbang orang yang berpura-pura mengenal dan memuji-Nya padahal di dalam hati justeru sebaliknya.

Natanael terhenyak dan terkejut; bagaimana mungkin Yesus bisa tahu dan melihat dirinya di bawah pohon ara? Apa yang sedang dia lakukan dan katakan pada saat itu?  Tentulah sesuatu yang sangat penting. Berdoa, rindu menanti dan melihat Mesias! Ternyata kerinduan itu terpenuhi, setidaknya kalimat inilah yang menggambarkannya, "Rabi, Engkau Anak ALlah, Engkau Raja orang Israel!"

Kedua orang murid Yohanes, salah satunya Andreas, Simon yang kemudian diberi nama Petrus, Filipus dan Natanael, itulah lima murid pertama yang dipanggil oleh Yesus. Pertama-tama mereka menjadi sebuh persekutuan persahabatan, mereka berasal dari tempat yang sama. Melalui persahabatan mereka saling menarik dan mengenalkan Yesus sebagai Mesias. Persahabatan adalah suatu realitas manusiawi yang bermakna dalam, merupakan kekayaan setiap orang dan dasar dari komunitas. Bersahabat berarti bersedia saling berbagi dan membantu, saling mendukung kalau yang satu atau yang lain berada dalam kesulitan, bekerja dan berjuang bersama, bergerak maju bersama-sama menuju hal-hal baru. Persahabatan adalah kesetiaan. Aristoteles mengatakan, tanpa persahabatan tidak ada orang yang ingin hidup. Cicero mengatakan bahwa, persahabatan adalah seperti matahari yang memberikan kehangatan dan terang kepada kita.

Yesus adalah Sang Firman yang menjadi Manusia. Ia tahu benar apa yang dibutuhkan manusia yakni, persahabatan! Ia ingin menjadi sahabat bagi kita masing-masing agar kita menjadi sahabat-sahabat Allah. Ia memanggil kita, sama seperti Ia memanggil dan menjadi sahabat bagi murid-murid-Nya yang pertama untuk mengikuti-Nya. Masing-masing kita adalah istimewa di hadapan-Nya. Maing-masing kita diajak-Nya untuk tinggal dan mengenal-Nya.

Kalau kita cermati proses pemanggilan seseorang menjadi murid Yesus ternyata ada semacam pola dalam pengalaman beriman. Pada awalnya, Yohanes Pembaptis melihat Yesus dan menunjukkannya kepada dua orang muridnya sehingga mereka kemudian mengikut Yesus. Andreas - salah seorang murid Yohanes - setelah mengalami perjumpaan dengan Yesus kemudian membawa Simon kepada Yesus. Filipus bertemu Yesus dan mengajak Natanael untuk berjumpa dengan Yesus. Begitulah seterusnya sehingga orang sampai kepada Yesus melalui kesaksian orang lain. Pola pengalaman iman berjumpa dengan Yesus ini rupanya menggambarkan pandangan penulis Injil Yohanes tentang pentingnya orang beriman memberikan kesaksian tentang Yesus.

Meski kesaksian itu penting, namun perlu diingat ia bukan tujuan melainkan "alat". Kesaksian yang efektif adalah ketika seseorang telah melihat, berjumpa, mengenal, dan bersentuhan dengan Yesus. Kesaksian itu bukan semacam teori perdebatan. Kesaksian selalu memberi ruang kepada orang yang diajak berjumpa dengan Yesus itu untuk memutuskan dirinya bertemu dan akhirnya mengenal siapa Yesus menurut dirinya. Lihatlah, kisah perjumpaan para murid pertama dengan Yesus. Mereka datang kepada Yesus dengan cara masing-masing sampai tiba pada pengakuan tentang Yesus. Andreas menyimpulkan bahwa ia bertemu dengan Mesias. Filipus mengakui-Nya sebagai Dia yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi. Natanael meyakini Yesus sebagai Anak Allah, Raja orang Israel.

Hal lain yang bisa kita cermati dari kisah ini adalah relasi antara Yesus, Yohanes Pembaptis, para murid. Dalam kisah ini, tampak dengan jelas bahwa murid-murid pertama Yesus semula adalah murid-murid Yohanes. Mereka datang kepada Yesus bukan karena direbut oleh Yesus dari tangan Yohanes, melainkan karena ditunjukkan sendiri oleh Yohanes. Jadi, seseorang mau mengikut dan percaya kepada Yesus tidak pernah ada unsur paksaan. Melainkan, melihat sendiri dan merasakan pengalaman bersama dengan Yesus itu melalui kesaksian orang lain.

Gereja seharusnya mampu meneruskan "narasi hidup" ini. Ia hadir oleh karena telah mengalami perjumpaan sendiri dengan Kristus. Gereja yang mengalami perjumpaan dengan Kristus akan menjadi sahabat Kristus dan gereja seperti itu akan menjadi sahabat bagi semua orang. Ia hadir bukan untuk mengecam dan menganggap yang lain sesat. Ia hadir menawarkan sebuah kehangatan, keintiman sehingga sama seperti Yesus yang mengatakan, "Mari datanglah dan lihatlah...tinggalah bersama dengan Aku!" Dan....gereja itu adalah Anda dan saya.

Jakarta, 12 Januari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar