Lawrence E. Joshep dalam
karyanya Apocalypse 2012 (2007), mengapresiasi
astronom bangsa Maya. Tanpa teleskop dan peralatan canggih, mereka bisa
memperhitungkan lamanya satu bulan lunar adalah 29,53020 hari - berarti hanya
selisih 34 detik dari apa yang sekarang kita ketahui sebagai jangka akuratnya:
29,53059 hari. Sehingga tidaklah berlebihan kalau banyak orang percaya bahwa
kalender Maya yang berusia dua ribu tahun itu lebih akurat dibanding kalender
Gregorian yang baru berusia lima ratusan tahun yang kita gunakan sekarang.
Selama berabad-abad, Suku Maya
menciptakan paling tidak dua puluh kalender yang disesuaikan dengan segala
macam siklus, dari kehamilan sampai dengan panen, dari bulan hingga planet
Venus yang orbitnya mereka kalkulasi dengan begitu akurat hingga hanya selisih
1 hari saja untuk setiap 1.000 tahun. Setelah observasi berabad-abad, para
astronom suku Maya menyimpulkan bahwa titik balik musim dingin 2012, yang jatuh
pada tanggal 21 Desember 2012 (21/12/12) atau 13.0.0.0.0 berdasarkan Long Count mereka - era baru dalam
sejarah manusia akan dimulai. "Tengah malam" tanggal 21/12/12 ini
mulai zaman baru, seperti halnya bumi menyelesaikan orbitnya pada Matahari dan
membawa tahun baru pada setiap tengah malam 1 Januari. Bangsa Maya kuno yakin
tanggal 21/12/12 adalah awal zaman baru. Maka hari itu adalah hari yang paling
sakral, paling menguntungkan, dan paling berbahaya dalam sejarah alam semesta.
Apakah dunia akan berakhir
pada 21/12/12? Meski para astronom bangsa Maya ribuan tahun yang lalu tidak
menyebutkan tentang kiamat pada 21/12/12. Namun, banyak orang kemudian
menafsirnya bahwa hari itu adalah hari berakhirnya semesta alam. Banyak orang
menyajikan fakta-fakta kehancuran dunia dan prediksi-prediksi yang bakal
terjadi sehingga dengan didukung oleh pengalaman dan fakta akurasi perhitungan
suku Maya, sangat besarlah keyakinan bahwa apa yang dikatakan bangsa Maya bahwa
21/12/12 adalah awal zaman baru dan itu berarti kiamat!
Kiamat, akhir zaman, atau Hari
Tuhan sering dikaitkan dengan hancur leburnya alam semesta. Kita, melihat
"tanda-tanda" kehancuran itu sebagai sebuah pembenaran bahwa hari itu
semakin dekat. Fakta-fakta kehancuran itu disajikan untuk memperkuat sebuah
argumentasi yang konon katanya berasal dari Kitab Suci. Bukankah bacaan pada
Adven Pertama minggu ini juga menyatakan begitu? "Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap
dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan
kuasa-kuasa langit akan goncang."(Markus 13:24-25). Mengerikan! Orang
kemudian mengaitkan dengan bencana-bencana yang kini sedang terjadi. Gunung
meletus, gempa bumi, banjir, tsunami, kelaparan, aksi teroris, peperangan
khususnya yang menggunakan senjata pemusnah massal dan nuklir. Itu semua seolah
membenarkan bahwa bumi ini telah tua dan sebentar lagi kiamat tiba!
Benarkah yang dimaksudkan
Yesus seperti itu? Bukankah bencana-bencana dasyat telah lebih dahulu ada?
Contohnya air bah pada zaman Nuh, fisikawan di UC Berkeley berkesimpulan bahwa
65 juta tahun lalu telah terjadi komet atau asteroid selebar 10 kilometer
menghantam Chicxulub, di semenanjung Yucatan, Mexico, meninggalkan kawah
berdiameter 175 kilometer persegi tepat di jantung yang hari ini menjadi
kekuasaan Suku Maya. Menurut Luis Alvarez, fisikawan Berkeley peraih Nobel,
dampak dari jatuhnya meteor itu telah melenyapkan 70% spesies di planet bumi.
Contoh lain letusan Supervulkan Yellowstone 600.000 tahun yang lalu.
Memuntahkan begitu banyak debu sehingga menyelimuti benua Afrika memusnahkan
nyaris tiga perempat spesies di bumi. Peristiwa meletusnya Yellowstone
mengakhiri kehidupan dinosaurus di muka bumi. Dan bencana besar terakhir adalah
letusan kekuatan bawah bumi yang terjadi di Danau Toba pada 74.000 tahun yang
laluu yang menghancurkan 90 % populasi dunia! Jadi, dibanding dengan dasyatnya
kehancuran alam pada masa lalu, bencana-bencana yang kini terjadi belum ada
apa-apanya.
Lalu bagaimana kita memaknai
perkataan Yesus tentang akhir zaman? Benarkah Yesus sedang menakut-nakuti
pendengar-Nya dengan ancaman siksaan dan dasyatnya kehancuran alam sehingga
dengan begitu mereka akan mengimani-Nya agar selamat dari murka itu? Kalau yang
dimaksudkan begitu, apa bedanya dengan ajaran para ahli Taurat?
Menurut kitab-kitab
apokaliptik (akhir zaman) Yahudi, suasana caos,
guncangan kosmik di akhir zaman sama seperti keadaan bumi sebelum dibentuk oleh
Allah (bnd. Kejadian 1:1). Keadaan kosong, caos,
kacau balau tidak memungkinkan sebuah kehidupan terjadi. Seperti itulah
hukuman alam yang dasyat. Nabi-nabi Perjanjian Lama menyerukan pertobatan agar
manusia terhindar dari malapetaka sebagai penghukuman atas umat yang berdosa.
Namun, dalam teks Markus ini sama sekali tidak disebutkan penghakiman, hukuman
atau sebagainya. Melainkan, penghiburan yang menguatkan! Mengapa kita banyak
menghabiskan energi untuk yang mengerikan itu dan bukan memikirkan sebuah
pengharapan? Keseluruhan pewartaan yang disampaikan Yesus ini sama sekali bukan
untuk menakit-nakuti umat. Namun, tidak juga sedang meninabobokan
pendengar-Nya.
Tentu saja, semua cobaan yang
dibicarakan sebelumnya harus dialami oleh umat beriman, sebagaimana layaknya
semua orang menerima itu. Namun, semuanya itu seharusnya mengantar mereka
kepada kedatangan Anak Manusia yang akan membawa keselamatan.
Alih-alih mengikuti tradisi
para ahli Taurat yang memberitakan bencana agar orang takut, Yesus menampilkan
sebuah harapan. Harapan itu ia katakan dalam sebuah tanda "tunas pohon
ara". Pohon ara punya makna unik bagi orang Yahudi. Pohon itu sering
dipakai untuk tempat merenung dan berdoa. Gambaran tentang pohon ara yang
bertunas - di satu sisi benar seperti yang disampaikan Yesus bahwa itu pertanda
pergantian musim. Semua orang di sana sangat mengerti bahwa tunas itu pertanda
dari dingin membeku, seperti dicengkram kematian, kini akan beralih ke
pengharapan kehidupan. Tunas baru!
Para pendengar Yesus tidak
dibuai dengan harapan palsu tentang akhir zaman, namun diajak untuk
memerhatikan tunas pohon ara itu. Bukan kematian atau kehancuran yang mereka
harus terus nantikan, melainkan pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik:
damai sejahtera di bumi! Masa penantian kedatangan Anak Manusia bukanlah fokus
pada gempa bumi, perang, atau nabi-nabi palsu. Dengan begitu, umat Tuhan akan
menatap masa depan dengan pengharapan bahwa di sana ada "tunas Daud",
Tunas yang muncul memberi keteduhan dan kedamaian. Dengan demikian berita hari
Tuhan bukanlah tentang kehancuran melainkan kesetiaan, pembebasan dan kehidupan
yang baru di tengah dunia yang penuh kecenderungan untuk menghancurkan.
Itulah sebabnya setiap umat
Tuhan diminta-Nya untuk senantiasa berjaga-jaga.Kata berjaga-jaga setara
artinya dengan kiasan :bersiap-siap agar jangan kaget pada saat kedatangan yang
tak terduga. Selalu siap sedia artinya semakin mengakarkan diri pada Kristus,
semakin merangkul karunia keselamatan dan semakin melepaskan diri dari kuasa-kuasa
kegelapan yang dapat menghancurkan dunia. Kuasa-kuasa itu sangat nyata dalam
keserakahan, kesombongan, iri hati dan pemuasan nafsu duniawi.
Berjaga-jaga yang sebenarnya
searti dengan menjadi "merdeka". Manusia yang merdeka, tidak
membiarkan dirinya terpengaruh oleh "nasib hidupnya" yang
terus-menerus berubah. Di tengah "matahari dan bulan yang tak
bersinar", "bintang-bintang" berjatuhan, gnjang-ganjing kemelut
dunia, sakit dan penderitaan...hatinya tetap tenang. Pengharapan itu selalu
ada! Damai itu datang dari Kristus. Lihatlah pertanda itu di tengah kekacauan,
"Pada waktu itu orang akan melihat
Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan
kemuliaan-Nya."(Markus 13:26). Mungkinkah kita akan dapat melihat Anak
Manusia dengan segala kekuasaan-Nya itu, sementara hati kita terpaut dan bahkan
sedang menjadi bagian dari kuasa kekacauan itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar