Kamis, 07 Desember 2017

PERTOBATAN PROAKTIF



Genderang perang seolah ditabuh kembali Trump. Rabu, 6 Desember 2017 pukul 13.00 di Washington DC melalui pidato politiknya ia menyatakan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. Tidak hanya ucap, melainkan lebih jauh dari itu, ia menyampaikan tekadnya itu kepada para pemimpin Arab, seperti Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dari Arab Saudi, Raja ABdullah II dari Jordania, Presiden Mesir Abdel Fatah al-Sisi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dan Raja Maroko Muhammad VI. Melengkapi niatnya itu Trump akan memindahkan kator Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem!

Bagaimana reaksi dunia terhadap ucapan Trump? Atas pidato kontroversi itu, beberapa pemimpin dunia, mulai dari Arab Saudi, Mesir, Jordania, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Turki, Inggris, Rusia, China, Indonesia, hingga pemimpin Katolik Paus Fransiskus mengingatkan akan kesepakatan-kesepakatan damai yang telah dibuat bahkan diprakarsai oleh Amerika Serikat sendiri dan bahaya radikalisme agama yang memicu pertumbahan darah bakal terjadi. Yerusalem merupakan isu yang paling sensitif dalam konfliks Arab-Israel selama hampir 7 dekade terakhir. Kota ini kini menjadi kota suci bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi. Di kota itu terdapat Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam sebelum ke Kabah di Masjidil Haram, Mekkah. Di sisi barat Masjid Al-Aqsa ada tembok ratapan, tempat orang Yahudi dari seluruh dunia memanjatkan doa-doa mereka. Di Yerusalem juga terdapat Gereja Makam Yesus. Trump sedang memprovokasi dunia khususnya kaum Zionis untuk kembali membangun "menara Babel" di kota Yerusalem.

Yerusalem adalah kota yang direbut Daud dari suku Yebus dan dijadikannya ibu kota Kerajaan Israel, di kota itu Bait Allah dibangun oleh Salomo yang mewujudkan mimpi sang ayah, Raja Daud! Di sini pula ritual-ritual padang gurun mulai "dirumahkan". Segala detil ornamen dan liturgi ibadah menjadi begitu sakral. Aturan-aturan Taurat mulai diuraikan menjadi rinci dan rigit di mana setiap orang terikat dengan tatanan kesalehan yang harus dikerjakan setiap hari. Tidak boleh dilanggar!

Yerusalem telah melahirkan ribuan ahli Taurat dan para pengikutnya yang begitu fanatik sebagai umat istimewa, manusia-manusia pilihan Allah, mereka berbeda dari manusia lainnya. Begitu sakralnya ritual sehingga lebih memilih membiarkan orang sakit terkapar ketimbang harus mencederai Sabat, lebih mengutamakan kesucian tubuh ketimbang bersentuhan dengan luka si kusta atau mayat! Sedekah, puasa dan doa bukan lagi manivestasi kesalehan otentik, melainkan topeng-topeng pembungkus setiap kebusukan. Tembok Yerusalem telah memisah antara yang suci dan yang nazis.

Bukan laskar prajurit atau derap kaki kuda angkatan perang kini mengguncang Yerusalem. Namun suara orang padang gurun itu ternyata mampu mengoyak "kesucian" Yerusalem! Sebab lazimnya, orang dari pelbagai penjuru menyerbu Yerusalem, mengambil bagian dalam ritus ibadah. Bukankah di sana ada Rumah TUHAN dan di rumah itu TUHAN bisa ditemui? Namun, kali ini mereka berbalik arah, meninggalkan Yerusalem menuju ke padang gurun memenuhi undangan suara lantang itu. Setelah hampir 300 tahun di Israel tidak muncul seorang nabi kini, suara manusia gurun yang eksentrik itu memekik lantang. Dia tidak meminta Israel lebih serius lagi memelihara Sabat. Dia juga tidak meminta mereka lebih banyak lagi mengurbankan hewan-hewan ternak agar Allah senang. Juga tidak meminta mereka bersedekah atau memperbanyak doa dan puasa. Tidak! Yang dia serukan hanya satu : bertobat!

 Markus menegaskan, tak salah lagi siapa yang dimaksudkan oleh Nabi Yesaya ketika mengatakan, "Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau,.."(Markus 1:2) adalah Yohanes Pembaptis. Yohanes meminta umat Allah bertobat dan mengarahkannya kepada Mesias yang mereka nantikan. Bertobat seperti apakah yang dimaksudkan oleh Yohanes? Apakah mereka bukan orang yang percaya kepada Allah? Apakah mereka kurang dalam memberlakukan syareat hukum Taurat?

Pertobatan yang sejati bukan hanya berhenti pada simbol-simbol ritual meski itu penting. Bertobat tidak hanya melakukan perbuatan yang tidak berkenan kepada Allah oleh karena takut hukuman yang mengerikan, melainkan dengan kesungguhan hati memulai hidup dengan menuruti firman-Nya.

Konsep pertobatan dalam kehidupan orang Yahudi sangat sulit dilepaskan dari pengalaman padang gurun. Setelah keluar dari perbudakan di tanah Mesir, tidak serta merta mereka berada di negeri perjanjian. Berpuluh tahun mereka harus melintasi padang gurun. Di padang gurun itulah mereka ditempa dan tahu apa artinya bertobat. Di padang gurun, bangsa Israel benar-benar berstatus "anak-anak Allah", hanya mereka yang taatlah yang selamat. Kini, suara padang gurun itu kembali menarik perhatian mereka!

Yohanes ingin agar bangsanya tidak hanya berhenti melakukan dosa. Ia tidak mau Israel menangisi dan menyesali dosa-dosanya atau mengubah tingkah laku mereka secara lahiriah saja. Melainkan, berani mengambil keputusan radikal untuk membiarkan diri dikuasai bukan oleh ambisinya melainkan oleh Roh Allah! Pertobatan itu harus tulen dan menyeluruh, bukan lahiriah saja. Dimintanya, tanpa kecuali supaya seluruh orang bertobat. Bukan hanya yang digolongkan sebagai pendosa saja (pezinah, pembunuh, pencuri dan lainnya). Ia menuntut pertobatan juga kepada yang merasa dirinya sudah saleh dan tidak lagi membutuhkan pertobatan.

Yohanes menyakini bahwa mereka yang menerima tobat akan dijadikan sebuah jemaat baru yang siap menyambut keselamatan yang sebentar lagi akan datang, dan tentu saja mereka akan mengalami damai sejahtera. Pertobatan (metanoia) adalah karunia Allah. Anda dan saya bertobat jelas  ada yang menggerakkan, kita percaya itulah kuasa Allah melalui Roh Kudus. Meskipun demikian tidak berarti meniadakan tanggungjawab kita untuk merespons karunia tersebut. Kewajiban manusialah untuk menyambut kasih Allah itu dengan membiarkan hati kita dikuasai oleh Allah. Jadi jelaslah bahwa seseorang yang menyatakan dirinya bertobat ia tidak pasif, melainkan proaktif menyambut karunia Allah itu.

Kembali ke padang gurun. Setelah Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir, mereka harus menempuh ribuan mil dan dalam kurun waktu puluhan tahun, terkadang berputar-putar untuk sampai tiba di negeri perjanjian. Ketika manusia bertobat, Allah mengampuni dosa-dosanya bukan berarti selesai dan langsung tiba di negeri perjanjian. Yohanes memberitakan pentingnya bertobat agar terhindar dari murka Allah. Namun, bukan berarti sudah selesai. Tidak! Manusia yang bertobat masih harus melewati pergumulan "gurun dunia", maka pentingnya di sini suara "padang gurun" itu. Dulu, Israel di pandu oleh tiang awan dan tiang api agar tidak hangus terbakar matahari dan mati kedinginan serta mereka tahu arah yang harus ditempuh untuk sampai di negeri perjanjian itu. Kini, Yohanes mengarahkan manusia yang sudah bertobat itu bukan kepada dirinya. Melainkan kepada Mesias yang sesungguhnya yakni, Yesus Kristus!

Yohanes menyerukan pertobatan. Dan orang yang bertobat itu adalah mereka yang hatinya terbuka untuk dipimpin dan dikendalikan oleh Allah, bukan oleh kemauan dan ambisi nafsunya. Dan secara gamlang Yohanes menunjukkan bahwa yang harus diikuti adalah Mesias itu. Ditambah pula dalam peristiwa baptisan Yesus oleh Yohanes ada suara langit berseru, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadamulah Aku berkenan." (Markus 1:11). Jadi, siapa yang dapat memandu kita untuk melakukan hidup pertobatan dengan benar dan agar sampai di negeri perjanjian yang sesungguhnya itu. Tidak lain dialah Mesias itu. Dialah Sang Firman yang telah menjadi manusia!

Jakarta, Adven II 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar