Selasa, 14 November 2017

HIDUP YANG BERTANGGUNG JAWAB

Autobiografi karya Frank Abagnale, Catch Me If Yuo Can ( Frank Abagnale & Stan Redding, New York: Broadway Books, 2000) adalah kisah tentang seorang penipu hebat. Kisah tentang dirinya sendiri. Cerita dalam buku ini kemudian dibuat film Hollywood, menceritakan kisah hidup Abegnale mulai dari usia 16 tahun, berpura-pura sebagai pilot PanAm, profesor akademi, dokter, pengacara, dan lain-lain. Dalam setiap perannya ia sangat mahir mengelabui orang. Misalnya, ia mampu mencairkan uang sebesar 2,5 juta dollar AS dari cek kosong. Seperti halnya para penipu lainnya, dia ulung dalam memperoleh teman dan memengaruhi orang.

Pada akhirnya, dalam usia 21 tahun aparat hukum menangkap basah Abagdale di Perancis. Dia disidangkan dan dijatuhi hukuman penjara di beberapa negara, dan akhirnya diekstradisi ke Amreika Serikat lalu di sana ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara di penjara federal. Setelah empat tahun menjalani hukumannya, dia dibebaskan dengan syarat harus membantu pemerintah dalam menangkap para penipu lainnya. Tampaknya, Abegnale bekerjasama dengan baik. Segera sesudah itu, dia mendirikan perusahaan konsultan yang memberikan nasihat kepada lembaga perbankan, korporasi, dan FBI dalam menangani pencegahan penipuan. Jadi Abegnale setelah menyadari kesalahan di masa lalunya sebagai seorang penipu ulung, kini ia bertanggung jawab untuk menggunakan "talenta" untuk memerangi penipuan.

Kata bertanggung jawab merupakan sebuah pilihan. Dalam kasus Abagnale, bisa saja ia memilih untuk tidak koopratif dengan penegak hukum. Ia bisa menutup rapat-rapat celah untuk membongkar dan menangkap teman-teman seprofesinya yang penipu. Ia bisa mengubur "talentanya" itu karena takut risiko yang dihadapi ketika kelompok dari para penipu itu menganggapnya sebagai penghianat dan harus dilenyapkan. Namun, ia memilih bertanggung jawab untuk memerangi kejahatan; memerangi masa lalunya yang kelam.

Tanggung jawab adalah pilihan bagi setiap orang, bagi Anda dan saya. Bacaan Injil hari ini (Matius 25:14-30) menggambarkan hamba yang memilih bertanggung jawab dan yang menghindari tanggung jawab. Sang tuan yang kaya ini hendak pergi ke luar kota entah kapan akan kembali. Tidak jelas! Yang jelas ia memercayakan kepada masing-masing hambanya sejumlah talenta: lima, dua, dan satu. Jumlah itu sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing, jadi bukan karena paksaan. Talenta adalah satuan jumlah uang yang cukup besar. Satu talenta berjumlah 10.000 dinar. Satu dinar setara upah buruh bekerja satu hari. Untuk nilai satu talenta hari ini jika dirupiahkan, Anda bisa menghitung sendiri.

Hamba yang menerima lima talenta dan dua talenta menjalankan uang itu dengan penuh tanggung jawab. Ketika sang tuan kembali, mereka menyerahkan talenta itu bersama dengan labanya yang dua kali lipat jumlahnya dari modal yang diberikan kepada mereka. Tuan itu memuji mereka sebagai hamba yang baik dan setia. Kepada mereka selanjutnya sang tuan memberi tanggung jawab yang lebih besar. Namun, apa yang terjadi dengan hamba yang diserahi tanggung jawab satu talenta? Ia tidak melakukan apa pun dengan talenta itu! Ia menguburnya agar aman. Dengan demikian ia tidak setia mempergunakan kesanggupannya. Alih-alih mempertanggungjawabkan kewajibannya, ia berargumentasi membela diri dan menuduh sang tuan sebagai orang licik. Tuannya memandang dia  hamba yang jahat. Jahat, bukan karena dia menggelapkan uang tuannya untuk berfoya-foya memuaskan kesenangan dirinya. Tidak! Melainkan karena dia tidak melakukan apa pun. Apa akibatnya dari tindakan hamba ini? Talenta itu diambil dan diserahkan kepada orang yang bertanggung jawab dan dia sendiri dicampakkan!

Stefan Leks, seorang penafsir melihat aslinya, perumpamaan ini sangat mungkin dialamatkan oleh Yesus kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang karena nasionalisme picik dan ekslusivisme sempit. Mereka menahan - dalam bahasa perumpamaan tentang talenta, mereka mengubur - harta Hukum, yakni Taurat bagi mereka sendiri sehingga harta itu seolah-olah mandul alias tidak bermanfaat, baik bagi Israel sendiri apalagi bagi bangsa-bangsa di luar Israel. Sebelumnya, Yesus banyak mengkritik para ahli Taurat dan orang-orang Farisi atas sikap ekslusivisme yang membebani masyarakat dengan hukum-hukum tafsiran mereka, padahal mereka sendiri tidak mampu menjalankannya. Hukum itu tidak berkembang menjadi berkat bagi orang lain. Hukum itu justeru menghalangi orang untuk berjumpa dengan Allah yang penuh rakhmat.  

Akan tiba saatnya Allah menuntut pertangungjawaban atas sikap konservatif-mandul pimpinan agama Yahudi ini. Kita ingat kecaman Yesus, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha masuk." (Mat.23:13). Kita dapat membandingkan sikap elit Yahudi ini dengan sikap hamba yang menerima satu talenta.  Hamba ini begitu hati-hati dan ketakutan (scrupulous) sehingga ia mencari cara untuk aman. Setelah menemukan cara itu, ia yakin bahwa tidak mungkin ia dipandang bersalah selama perbuatannya dinilai secara hukum. Toh tidak ada yang hilang dari talenta itu. Sikap hamba itu sangat serupa dengan sikap orang-orang Farisi.

Yesus telah kembali ke Surga, Ia kini duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan dari sana Ia akan datang kembali...Kedatangan-Nya yang kemudian adalah seperti sang tuan dalam perumpamaan. Kapan waktunya? Tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi. Yang jelas, Ia akan datang dan menanyakan talenta yang dipercayakan kepada setiap orang percaya. Ia juga pasti bertanya, apa yang kita lakukan terhadap apa yang Tuhan percayakan kepada kita?

Meminjam kisah Abagnale, kita semua adalah manusia berdosa. Memang tidak sekaliber dia. Namun, bukankah tidak ada yang bebas dari dosa? Yesus, telah menebus kita dari cara hidup yang lama, bukan dengan emas dan perak, kata Petrus, melainkan dengan darah yang mahal. Dengan nyawa-Nya sendiri. Ketika kita dipulihkan, diampuni dan menjadi anak-anak Allah, Dia pun berharap agar kita meneruskan apa yang dilakukan-Nya. Menebarkan cinta kasih Allah, tidak membatasinya hanya untuk kepentingan dan kalangan sendiri. Melainkan, talenta itu terus berkembang.  Abagnale, dengan segala risiko yang harus ditanggungnya bekerjasama dengan aparat penegak hukum memberantas kejahatan. Talentanya ia gunakan untuk kebaikan. Bagimana dengan kita? Apakah kita menggunakan talenta yang dipercayakan kepada kita dengan baik sehingga orang lain tidak saja mengenal, melainkan merasakan dan mengalami kehadiran Allah yang mengasihi, mengampuni dan memberikan masa depan cerah. Itulah cara hidup yang bertanggung jawab sebagai umat tebusan-Nya.

Sekali lagi, tanggung jawab adalah sebuah pilihan. Rasa syukur dan takut akan memengaruhi pilihan kita. Ketika kita mensyukuri anugerah kasih Tuhan maka, mengembangkan talenta untuk menjadi berkat bagi banyak orang merupakan keniscayaan. Bertanggung jawab untuk mendatangkan kebaikan dan mengenalkan orang lain pada kasih Kristus bukanlah beban, melainkan kasih karunia. Namun, rasa takut membuat cemas, ragu lalu egois memikirkan keselamatan diri sendiri dan akibatnya memilih untuk tidak melakukan apa pun; mengubur talenta. Tindakan seperti ini adalah jahat di mata Tuhan. Ukuran jahat di mata Tuhan bukan saja karena kita melanggar hukum-hukum-Nya, melainkan juga karena tidak melakukan apa pun. Memilih diam, padahal ada tugas yang harus dikerjakan!

Jakarta, 14 Nov'17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar