Kamis, 09 November 2017

HARI TUHAN

"Waktunya kan masih ada 10 menit lagi! Mengapa gate sudah ditutup? Ini tidak fair, mau menang sendiri! Maskapai tidak melakukan konpensasi apa pun kalau delayed satu, dua jam, bahkan pengumuman pun tidak!. Tapi, mengapa jam penerbangan masih ada waktu sepuluh menit lagi, saya koq tidak boleh masuk. Sungguh tidak adil!" Keluh seorang penumpang dari salah satu penerbangan domestik. "Bapak, tadi nama Anda sudah tiga kali dipanggil dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Anda. Jadi, sesuai prosedur maka gate harus ditutup dan pesawat ready untuk terbang." Jawab petugas bandara. Namun, tampaknya ketidakpuasan itu terus diungkap dengan dibumbui oleh pelbagai ancama. Demikianlah drama singkat yang terjadi di salah satu bandara di tanah air.

Pengalaman itu bisa terjadi pada siapa pun dalam sebuah penerbangan. Pada umumnya, mereka yang terlambat disebabkan karena alasan: kemacetan lalu lintas, jam menuju ke bandara terlalu mepet, dan tidak menyadari bahwa beberapa menit sebelumnya harus sudah siap di ruang tunggu boarding. Kelalain berujung pada kesalahan fatal: gagal terbang dan semua acara menjadi berantakan.

Dalam kehidupan ini, siap siaga dalam menghadapi apa pun sangat penting. Menyiapkan diri buat studi, karier, pertandingan atau kehidupan rumah tangga tentu bukan hal spele. Harus direncanakan, ditata dan dijalani tahap demi tahap dengan baik. Apalagi menghadapi totalitas kehidupan yang berujung pada penghakiman terakhir. Di mana setiap orang harus memertanggung- jawabkan seluruh apa yang dilakukan selama  hidupnya.

Yesus sangat serius mengingatkan kepada para pengikut-Nya tentang hari penghakiman itu, di mana kelak Ia akan datang kembali dalam kapasitas bukan lagi sebagai Juru Selamat, melainkan sebagai Hakim di atas segala hakim.Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Itulah keyakinan pengakuan iman kita. Itulah Hari Tuhan!

Yesus memakai cerita di seputar pesta pernikahan. Tentu ada banyak pernak-pernik dalam sebuah pesta adat pernikahan. Lain ladang lain belalang. Lain daerah, lain pula tradisinya. Dalam sekian banyak unsur prosesi pernikahan itu, Yesus menyoroti tentang sepuluh orang gadis yang bersiap menyongsong mempelai pria. Apakah ini cerita tentang sepuluh orang mempelai pria yang akan disambut oleh sepuluh mempelai perempuan? Sepertinya tidak begitu. Sepuluh perempuan muda ini adalah teman pengiring atau "dayang-dayang" yang mendampingi mempelai perempuan. Mereka sama seperti dayang-dayang di istana raja kuno. Mereka belum menikah, sehingga dalam bahasa Yunani mereka disebut parthenoi (harfiah: "perawan"). Tampaknya peran mereka dalam pesta pernikahan ini begitu penting. Mereka bertugas menyongsong kedatangan mempelai laki-laki, sebuah tugas yang membahagiakan. Mereka datang untuk bersiap sedia melayani dan selanjutnya menjadi saksi dan turut larut dalam kebahagiaan bersama kedua mempelai.

Lima gadis pertama disebut sebagai gadis-gadis bijaksana. Dari cerita ini kita dapat memerhatikan apa yang dilakukan oleh lima gadis bijaksana itu. Mereka membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka  (Matius 25:4). Di balik kesiapan menyediakan minyak cadangan adalah memikirkan kemungkinan terburuk, yakni bahwa sang mempelai pria akan datang jauh larut malam. Andai itu pun terjadi, mereka sudah siap dengan meinyak untuk pelita-pelita mereka. Ternyata benar saja, sang mempelai pria datang tengah malam. Mereka yang sudah siap dengan pelita menyala, mereka itulah yang turut masuk dalam pesta perjamuan.

Namun tragis, lima gadis yang lainnya tidak bersiap dengan minyak cadangan. Pelita mereka sudah padam ketika sang mempelai datang. Lima gadis malang itu meminta berbagi minyak dengan lima gadis bijak itu. Apa yang terjadi? Lima gadis bijaksana itu menolak. Kejam! Ya, mereka seolah terlihat sangat egois, tidak mau menolong teman-temannya yang sedang kesulitan. Apa alasan mereka pelit? Gadis-gadis bijaksana itu menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memberikan sebagian dari minyak mereka karena ini adalah urusan yang sangat serius. Membaginya, bisa saja tidak berguna, menjadi padam semua. Kesetiaan melakukan kehendak Allah memang bukan barang yang bisa dibagi-bagi seperti hanya minyak atau pulsa. Persiapan untuk menyambut hari kedatangan Tuhan pada hakekatnya menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing murid Tuhan dan tidak dapat dipinjamkan atau diwakilkan kepada orang lain. Maka tidak pada tempatnya untuk mempermasalahkan bahwa gadis-gadis bijaksana itu egois dan pelit. Anda dan saya tidak bisa menuntut orang lain untuk melakukan kebaikan kepada kita sementara diri kita sendiri tidak peduli dengan urusan yang begitu serius menyangkut keselamatan diri sendiri! Orang lain tidak bisa dimintai pertanggung jawaban dari kekeliruan yang kita lakukan.

Namun demikian, gadis-gadis bijaksana itu tetap memberi saran kepada lima temannya itu untuk pergi mencari tukang minyak. Tengah malam cari tukang minyak, di mana? Ini mengandaikan kebiasaan bahwa pada suatu malam pesta masih banyak warung yang buka. Sayangnya, warung penjual minyak itu jauh dari tempat pesta. Pada waktu mereka mencari minyak itulah, sang mempelai pria datang. Mereka hilang di tengah gelapnya malam dalam pencarian minyak. Tragis! Sebaliknya, gadis-gadis bijaksana itu bersukacita larut dalam kebahagiaan pesta!

Perjamuan pernikahan melambangkan pesta keselamatan pada akhir zaman bersama Kristus. Dalam konteks akhir zaman, pintu yang terbuka atau tertutup berarti mendapat bagian dalah kebahagiaan kekal atau tersingkir serta terbuang. Bagi kelima gadis bijaksana, mereka mendapatkan bagian dari kebahagiaan. Ini melambangkan pintu itu terbuka bagi siapa pun yang hidup "bijaksana". Dalam Injil Matius, bijaksana (phronimos) menunjuk kepada mereka yang melakukan kehendak Bapa (Matius 7:24-27) dengan demikian siap sedia, setiap saat, kapan pun Tuhan datang ia telah siap. Injil Matius juga menegaskan bahwa bukan setiap orang yang berseru "Tuhan, Tuhan" yang akan masuk dalam Kerajaan Allah, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa di Sorga (Matius 7:21). Jadi, jelas apa sebabnya lima gadis yang bodoh itu setelah kembali dari pencarian minyaknya lalu berseru, "Tuan-tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu!" (Matius 22:11,12).

Berjaga-jaga, membawa cadangan minyak, waspada dan melakukan apa yang Bapa kehendaki tampanya dalam Injil Matius merupakan satu tarikan nafas. Di ujung perumpamaan ini, Yesus meminta para pendengar-Nya agar berjaga-jaga, sebab kita tidak tahu kapan saatnya tiba hari Tuhan itu.

Untuk sebuah perjalanan penerbangan, kita dapat menghabiskan waktu berjam-jam dalam memersiapkan diri agar gate pesawat tidak tertutup dan kita kehilangan semua rencana indah. Untuk masa depan yang baik, kita mau menyiapkan diri dengan disiplin belajar. Untuk pernikahan yang bahagia, kita melakukan pelbagai persiapan. Untuk menjadi juara, kita memerlukan latihan optimal. Pendeknya, untuk segala yang indah, baik dan membahagiakan, kita rela melakukan pelbagai persiapan, latihan dan ketekunan. Sekarang, bagaimana Anda dan saya memandang Kerajaan Allah? Seriuskah kita untuk itu? Pentingkah? Lalu bagaimana kita menyiapkannya? Tidak ada jalan lain kecuali hidup dalam ketaatan untuk melakukan kehendak-Nya. Tidak ada kata terlambat selama hayat masih dikandung badan. Saat inilah ketika Anda dan saya mendengar suara-Nya, jangan keraskan hati. Gunakan kesempatan yang ada untuk berbenah agar suatu saat nanti kita ada bersama-sama dengan Dia dalam kemuliaan-Nya!

Jakarta, 9 Nov 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar