"Waktunya kan masih ada 10 menit lagi! Mengapa gate sudah ditutup? Ini tidak fair, mau menang sendiri! Maskapai tidak
melakukan konpensasi apa pun kalau delayed
satu, dua jam, bahkan pengumuman pun tidak!. Tapi, mengapa jam penerbangan masih
ada waktu sepuluh menit lagi, saya koq
tidak boleh masuk. Sungguh tidak adil!" Keluh seorang penumpang dari salah
satu penerbangan domestik. "Bapak, tadi nama Anda sudah tiga kali
dipanggil dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Anda. Jadi, sesuai prosedur maka gate harus ditutup dan pesawat ready untuk terbang." Jawab petugas
bandara. Namun, tampaknya ketidakpuasan itu terus diungkap dengan dibumbui oleh
pelbagai ancama. Demikianlah drama singkat yang terjadi di salah satu bandara
di tanah air.
Pengalaman itu bisa terjadi
pada siapa pun dalam sebuah penerbangan. Pada umumnya, mereka yang terlambat
disebabkan karena alasan: kemacetan lalu lintas, jam menuju ke bandara terlalu
mepet, dan tidak menyadari bahwa beberapa menit sebelumnya harus sudah siap di
ruang tunggu boarding. Kelalain
berujung pada kesalahan fatal: gagal terbang dan semua acara menjadi
berantakan.
Dalam kehidupan ini, siap
siaga dalam menghadapi apa pun sangat penting. Menyiapkan diri buat studi,
karier, pertandingan atau kehidupan rumah tangga tentu bukan hal spele. Harus
direncanakan, ditata dan dijalani tahap demi tahap dengan baik. Apalagi
menghadapi totalitas kehidupan yang berujung pada penghakiman terakhir. Di mana
setiap orang harus memertanggung- jawabkan seluruh apa yang dilakukan
selama hidupnya.
Yesus sangat serius
mengingatkan kepada para pengikut-Nya tentang hari penghakiman itu, di mana
kelak Ia akan datang kembali dalam kapasitas bukan lagi sebagai Juru Selamat,
melainkan sebagai Hakim di atas segala hakim.Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang
mati. Itulah keyakinan pengakuan iman kita. Itulah Hari Tuhan!
Yesus memakai cerita di
seputar pesta pernikahan. Tentu ada banyak pernak-pernik dalam sebuah pesta
adat pernikahan. Lain ladang lain belalang. Lain daerah, lain pula tradisinya.
Dalam sekian banyak unsur prosesi pernikahan itu, Yesus menyoroti tentang sepuluh
orang gadis yang bersiap menyongsong mempelai pria. Apakah ini cerita tentang
sepuluh orang mempelai pria yang akan disambut oleh sepuluh mempelai perempuan?
Sepertinya tidak begitu. Sepuluh perempuan muda ini adalah teman pengiring atau
"dayang-dayang" yang mendampingi mempelai perempuan. Mereka sama
seperti dayang-dayang di istana raja kuno. Mereka belum menikah, sehingga dalam
bahasa Yunani mereka disebut parthenoi (harfiah:
"perawan"). Tampaknya peran mereka dalam pesta pernikahan ini begitu
penting. Mereka bertugas menyongsong kedatangan mempelai laki-laki, sebuah
tugas yang membahagiakan. Mereka datang untuk bersiap sedia melayani dan
selanjutnya menjadi saksi dan turut larut dalam kebahagiaan bersama kedua mempelai.
Lima gadis pertama disebut
sebagai gadis-gadis bijaksana. Dari cerita ini kita dapat memerhatikan apa yang
dilakukan oleh lima gadis bijaksana itu. Mereka
membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka (Matius 25:4). Di balik kesiapan menyediakan
minyak cadangan adalah memikirkan kemungkinan terburuk, yakni bahwa sang
mempelai pria akan datang jauh larut malam. Andai itu pun terjadi, mereka sudah
siap dengan meinyak untuk pelita-pelita mereka. Ternyata benar saja, sang
mempelai pria datang tengah malam. Mereka yang sudah siap dengan pelita
menyala, mereka itulah yang turut masuk dalam pesta perjamuan.
Namun tragis, lima gadis yang
lainnya tidak bersiap dengan minyak cadangan. Pelita mereka sudah padam ketika
sang mempelai datang. Lima gadis malang itu meminta berbagi minyak dengan lima
gadis bijak itu. Apa yang terjadi? Lima gadis bijaksana itu menolak. Kejam! Ya,
mereka seolah terlihat sangat egois, tidak mau menolong teman-temannya yang
sedang kesulitan. Apa alasan mereka pelit? Gadis-gadis bijaksana itu
menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memberikan sebagian dari minyak mereka
karena ini adalah urusan yang sangat serius. Membaginya, bisa saja tidak
berguna, menjadi padam semua. Kesetiaan melakukan kehendak Allah memang bukan
barang yang bisa dibagi-bagi seperti hanya minyak atau pulsa. Persiapan untuk
menyambut hari kedatangan Tuhan pada hakekatnya menjadi tugas dan tanggung jawab
masing-masing murid Tuhan dan tidak dapat dipinjamkan atau diwakilkan kepada
orang lain. Maka tidak pada tempatnya untuk mempermasalahkan bahwa gadis-gadis
bijaksana itu egois dan pelit. Anda dan saya tidak bisa menuntut orang lain
untuk melakukan kebaikan kepada kita sementara diri kita sendiri tidak peduli
dengan urusan yang begitu serius menyangkut keselamatan diri sendiri! Orang
lain tidak bisa dimintai pertanggung jawaban dari kekeliruan yang kita lakukan.
Namun demikian, gadis-gadis
bijaksana itu tetap memberi saran kepada lima temannya itu untuk pergi mencari
tukang minyak. Tengah malam cari tukang minyak, di mana? Ini mengandaikan
kebiasaan bahwa pada suatu malam pesta masih banyak warung yang buka.
Sayangnya, warung penjual minyak itu jauh dari tempat pesta. Pada waktu mereka
mencari minyak itulah, sang mempelai pria datang. Mereka hilang di tengah
gelapnya malam dalam pencarian minyak. Tragis! Sebaliknya, gadis-gadis
bijaksana itu bersukacita larut dalam kebahagiaan pesta!
Perjamuan pernikahan
melambangkan pesta keselamatan pada akhir zaman bersama Kristus. Dalam konteks
akhir zaman, pintu yang terbuka atau tertutup berarti mendapat bagian dalah
kebahagiaan kekal atau tersingkir serta terbuang. Bagi kelima gadis bijaksana,
mereka mendapatkan bagian dari kebahagiaan. Ini melambangkan pintu itu terbuka
bagi siapa pun yang hidup "bijaksana". Dalam Injil Matius, bijaksana (phronimos) menunjuk kepada mereka yang
melakukan kehendak Bapa (Matius 7:24-27) dengan demikian siap sedia, setiap
saat, kapan pun Tuhan datang ia telah siap. Injil Matius juga menegaskan bahwa
bukan setiap orang yang berseru "Tuhan, Tuhan" yang akan masuk dalam
Kerajaan Allah, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa di Sorga (Matius
7:21). Jadi, jelas apa sebabnya lima gadis yang bodoh itu setelah kembali dari
pencarian minyaknya lalu berseru, "Tuan-tuan,
bukakanlah kami pintu! Tetapi ia
menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal
kamu!" (Matius 22:11,12).
Berjaga-jaga, membawa cadangan
minyak, waspada dan melakukan apa yang Bapa kehendaki tampanya dalam Injil
Matius merupakan satu tarikan nafas. Di ujung perumpamaan ini, Yesus meminta para
pendengar-Nya agar berjaga-jaga, sebab kita tidak tahu kapan saatnya tiba hari
Tuhan itu.
Untuk sebuah perjalanan
penerbangan, kita dapat menghabiskan waktu berjam-jam dalam memersiapkan diri
agar gate pesawat tidak tertutup dan
kita kehilangan semua rencana indah. Untuk masa depan yang baik, kita mau
menyiapkan diri dengan disiplin belajar. Untuk pernikahan yang bahagia, kita
melakukan pelbagai persiapan. Untuk menjadi juara, kita memerlukan latihan
optimal. Pendeknya, untuk segala yang indah, baik dan membahagiakan, kita rela
melakukan pelbagai persiapan, latihan dan ketekunan. Sekarang, bagaimana Anda
dan saya memandang Kerajaan Allah? Seriuskah kita untuk itu? Pentingkah? Lalu
bagaimana kita menyiapkannya? Tidak ada jalan lain kecuali hidup dalam ketaatan
untuk melakukan kehendak-Nya. Tidak ada kata terlambat selama hayat masih
dikandung badan. Saat inilah ketika Anda dan saya mendengar suara-Nya, jangan
keraskan hati. Gunakan kesempatan yang ada untuk berbenah agar suatu saat nanti
kita ada bersama-sama dengan Dia dalam kemuliaan-Nya!
Jakarta, 9 Nov 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar