Rabu, 30 Agustus 2017

MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH

Apa yang Anda akan lakukan jika tiba-tiba Anda mendapatkan uang Rp. 66 miliar? Tentu banyak hal yang bisa diperbuat dengan 66 miliar! John Lewis (56) yang berdomisili di area Saranac Lake, Yew York, Amerika Serikat adalah orang yang beruntung memenangi hadiah lotre sebesar 5 juta dollar AS, setara Rp. 66 Miliar. Sebelumnya Lewis tidak pernah membeli lotre apalagi keranjingan. Hari itu ia pergi ke sebuah toko sebelum berangkat ke tempat kerjanya. Ia berniat membeli jamur untuk saus spageti, resep kuno peninggalan sang ayah. Uang kembalian 10 dollar ia belikan satu set kupon loter melalui sebuah mesin otomatis di toko itu. "Saya tidak pernah mengeluarkan uang untuk hal-hal seperti ini," katanya. Tentu saja ia sangat gembira mendapat uang sebanyak itu. Lalu apa yang dilakukan Lewis dengan uang itu? Ternyata ia memilih hadiah lotre itu diterimanya dalam bentuk cicilan 172.068 dollar AS per tahun. Lewis berencana uang itu digunakan untuk pengobatan anggota keluarganya yang sedang sakit!

Sementara banyak orang memakai pelbagai cara mendapatkan uang untuk memerkaya diri sendiri, hidup dalam kemewahan dan hedonisme, kita masih menemukan masih saja ada segelintir orang yang menggunakan kekayaannya untuk menolong sesamanya. Padahal bagi kebanyakan orang uang dan kuasa yang ada di tangan dapat digunakan untuk kepentingan dan kenyamanan sendiri.

Mesias, Anak Allah yang hidup! Demikian pengakuan Petrus terhadap Yesus. Sangat mungkin dalam benaknya bahwa Sang Mesias inilah yang akan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pengikut-Nya. Banyangkan, Petrus dan teman-temannya telah banyak menyaksikan kehebatan Yesus. Ia dapat menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, berjalan di atas air, memberi makan banyak orang hanya dengan lima roti dan dua ekor ikan, dan seterusnya. Kenyakinan mereka kini Sang Mesias akan tanpil digdaya, sakti mandra guna dan menumpas semua lawan-laman mereka. Sesuadah itu tampuk kekuasaan segera menanti. Mereka bukan lagi rakyat jajahan! Ternyata semua angan ini keliru. Sang Mesias harus menderita demi melaksanakan kehendak Bapa-Nya. ALih-alih menubuatkan Mesias heroik, Yesus mengatakan bahwa Ia akan menderita dan dibunuh, seperti yang sudah dirancangkan oleh orang Farisi (Mat.12:14).

Tentu - dengan pemikiran kepentingan yang sangat manusiawi dan duniawi - pernyataan Yesus ini sulit dicerna oleh para murid. Lagi-lagi Petrus tampil mewakili para murid yang lain. Ia menegur Yesus sambil menghalangi jalan-Nya. Ia menyerukan belaskasihan Allah (hiles soi) kepada Yesus. Allah tidak mungkin membiarkan Anak-Nya ditimpa penderitaan itu. Di sini Petrus tanpa sadar menirukan kata-kata yang diucapkan oleh Iblis kepada Yesus ketika berada di atas bubungan Bait Suci (Mat.4:5,6). Teguran Petrus yang mau membelokkan Yesus dari jalan-Nya, ditanggapi Yesus dengan teguran yang lebih keras lagi. Petrus yang baru saja dikukuhkan sebagai "batu karang", kini dicela sebagai "batu sandungan". Petrus yang baru saja dikatakan bahagia karena menerima pernyataan Bapa (Mat.16:17), sekarang dikutuk karena mengikuti penalaran dan kehendak manusiawinya.

Apa yang terjadi dengan para murid yang menyangkal bahwa Sang Guru ini akan menderita sengsara dan mati? Tidak lain karena mereka takut akan implikasi atau dampak yang harus mereka terima. Bayangkan, Sang Mesias, pemimpin mereka saja bisa dianiaya dan dihukum mati, bagaimana nanti dengan para pengikut-Nya!

Mau hidup aman, nyaman dan tidak mau terkena dampak yang menyulitkan dan membuat sengsara itulah tabiat dan penalaran manusia. "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23). Ternyata dalam pandangan Yesus: egoisme, memikirkan kenyamanan sendiri merupakan pikiran manusia yang sejajar dengan tabiat Iblis. Petrus disejajarkan dengan Iblis oleh karena pernyataannya sekarang bertolak belakang dengan pemikiran Allah.

Cara Petrus menolak pernyataan bahwa Mesias harus menderita, mengungkapkan apa yang spontan ada dalam hati setiap pengikut Yesus, yakni keengganan untuk menerima penderitaan dan kematian sebagai bagian dari jalan Tuhan untuk mencapai tujuan-Nya. Pengikut Yesus menutup mata terhadap sisi sengsara Yesus karena takut konsekuensi bagi dirinya. Keengganan itu dapat membelokkan kita dari jalan hidup yang digariskan Tuhan bagi manusia.

Manusia tertarik untuk mengikuti aspirasi hidup kaya, banyak uang, nyaman, masyur, sukses, berkuasa dan seterusnya. Inilah pemikiran umum manusia. Namun, jalan itu tidak memberikan hidup sejati yang akan bertahan. Jalan itu hanya akan menghantar orang kepada tebing tinggi yang selanjutnya jatuh ke dalam kebinasaan. Sebaliknya, mengikut Yesus akan membawa serta orang dalam tugas pelayanan, pengorbanan, penderitaan dan salib. Namun, yang tak terduga akan membuahkan hasil kehidupan kekal yang tidak pernah akan hilang, juga tidak dalam kematian atau pun pengadilan. Di sinilah letak pengharapan itu sehingga setiap orang yang mampu melihatnya akan dapat menyangkal diri dan memikul salib! Mengesampingkan egoisme, pementingan diri sendiri dan "menempatkannya di belakang" Yesus.

Di sinilah letak cinta kasih Yesus. Ia tidak membiarkan para murid larut dalam ambisi mereka. maka Yesus menghardik dan menyadarkan dengan keras, "Enyahlah!" Lengkapnya berbunyi, "Enyahlah, di belakang Aku!" Petrus yang mencoba menghalangi jalan Yesus dihardik supaya ada "di belakang Yesus ("...mau mengikut AKu"), begitu juga sekarang semua murid diajak untuk berjalan di belakang Yesus, ikut dari belakang menempuh jalan Yesus. Implikasinya adalah melepaskan kepentingan diri sendiri, kenyamanan, dan ambisinya. Inilah makna dari "menyangkal diri" dan "memikul salib". Para murid yang sudah mengakui Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah, kini diajar juga untuk menerima-Nya sebagai Anak Manusia yang harus menderita dan dibunuh untuk bangkit dan masuk dalam kemuliaan Bapa.

Kondisi kita mungkin saja tidak seperti John Luwis dengan uang 66 Miliarnya. Namun, kita menghidupkan harapan Yesus di manapun kita berada. Hidup tidak mementingkan diri, berusaha memberdayakan orang lain, menyalurkan cinta kasih Allah dapat dilakukan dengan hal-hal yang sangat sederhana. Sesederhana memberikan senyuman tulus, membukakan pintu buat orang lain, berbagi makanan, membantu menyeberangkan jalan bagi seorang nenek, menunjukkan dengan tepat orang yang mencari alamat, berbagi tempat dan ruang, dan seterusnya. Bisa saja apa yang kita lakukan membuat sedikit banyak kita kerepotan, namun percayalah ada sesuatu yang lain akan menyebar dari kedalaman hati kita, itulah kebahagiaan. Itulah jalan pemikiran yang Tuhan inginkan terjadi dalam kehidupan kita!

Jakarta, 30 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar