Percakapan dengan Pak Helmy, seorang penduduk Saleman yang
memutuskan tinggal di hutan dan terpanggil untuk melestarikan alam, antara lain
kupu-kupu asli Maluku dan kunang-kunang membuat saya nekat untuk melihat apa
yang ada di tengah hutan itu.
Setelah menyusur pantai, kami harus masuk hutan selama hampir
satu jam. Wow, sungguh tak terduga di tengah hutan ada beberapa jenis bunga,
dan pohon-pohon lain - yang katanya untuk makanan kupu-kupu dan tempat bermain
kunang-kunang ketika malam tiba. Ia menunjukkan beberapa jenis kupu-kupu dari
spesies langka. Dengan mata yang berbinar-binar ia juga memperkenalkan beberapa
jenis anggrek hutan khas Maluku. Ketakjuban saya belum lagi sirna ketika
melihat beberapa elang, puluhan burung kakatua jambul kuning dan kawanan burung
nuri. Mereka bersautan. Ya, tepat itu seperti suara di kebun binatang. Namun,
ini di alam liar!
Gelap mulai tiba. Benar saja, kunang-kunang datang di sekitar
kebun bunga milik Pak Helmy itu. Yang mengherankan, mereka berkelap-kelip
bergerombol hanya di pohon tertentu saja. Ya, pohon yang sengaja ditanam oleh
Pak Helmy. Waw...indah sekali pohon itu di kegelapan malam, kelap-kelip
berhiaskan koloni kunang-kunang. Seperti pohon natal! Semakin gelap semakin
indah!
Lalu saya mulai berpikir, "Hari semakin gelap dan rintik
hujan. Bagaimana pulang lewat hutan yang gelap pekat ini?"
Dalam perjalanan pulang kami banyak bercerita. Pak Helmy
berbagi pengalaman tentang mengapa ia sanggup bahkan menikmati berhari-hari
tinggal di hutan itu seorang diri tanpa listrik, tanpa sinyal HP, hanya sebuah
gubuk dengan kamar tidur kecil, tanpa wc (yang ada sungai kecil, mck alam!)
Menurutnya, ia bukan manusia super yang tidak punya rasa
takut. Sebulan pertama merupakan godaan yang sangat berat. Terdengar suara
harimau, suara tabuhan gendang, dan pelbagai suara aneh. Ketakutan dan kesepian
luar biasa begitu mencekam! Dalam situasi itu ia berdoa, "Tuhan, ajar aku
takut hanya kepadamu dan bukan pada makluk-makluk ciptaanmu." Selesaikah
ia mengatasinya? Ternyata tidak! Setiap malam tiba ia dicekam rasa takut luar
biasa. Ia menangis! Namun, suara-suara menakutkan itu pun terus terdengar.
Sampai akhirnya suatu ketika ia bisa mengatasi semuanya itu. Caranya? Memusatkan
keyakinan kepada Sang Pencipta bahwa Dialah Sang Pemilik dan Pemelihara
kehidupan, kemudian berdamai dengan diri sendiri dan alam!
Ia melanjutkan ceritanya, "Sekarang saya tahu bahwa,
suara harimau sebenarnya pantulan dari ketakutan saya, karena di hutan ini
tidak ada harimau! Begitu pula dengan suara gendang, dan suara-suara aneh menyeramkan
yang datang di tengah malam merupakan kegaduhan batin saya sendiri, yang
memantul menjadi seolah suara lain. Hanya kepasrahan kepada-Nya yang dapat
membuat saya menikmati semuanya ini dan niatan baik untuk bersahabat dengan
alam." Sekarang, semua orang di Negeri Saleman mengenal Pak Helmy
Lattutuapraya sebagai seorang pemberani dan perawat lingkungan.
Dalam ketakutannya, Pak Helmy mendengar suara-suara aneh yang
menakutkan. Suara aneh itu pun mungkin saja saat ini sedang didengar oleh
banyak orang. Bahkan ada orang dalam ketakutannya mendengar suara itu begitu
jelas, suara itu memintanya untuk mengakhiri hidupnya karena beban hidup yang
begitu menekan. Sangat mungkin saat ini kita pun sedang “diganggu” oleh
suara-suara itu.
Pada umumnya setiap manusia mempunyai rasa takut, cemas dan
bimbang. Bacaan Injil kali ini memerlihatkan kondisi itu. Para murid Yesus baru
saja menyaksikan mukzijat luar biasa. Yesus memberi makan lima ribu orang
laki-laki ditambah kaum perempuan dan anak-anak hanya dengan lima roti dan dua
ekor ikan, itu pun masih menyisakan dua belas bakul makanan. Kini, Yesus
mendesak para murid untuk naik ke atas perahu, mendahului-Nya ke seberang
(Matius 14;22).
Ke mana Yesus? Ia memisahkan diri, naik ke atas gunung untuk
berdoa sepanjang malam sendirian. Bagaimana nasib para murid? Sepanjang malam
itu mereka diserang badai. Semua kehebatan Sang Guru yang baru saja mereka
nikmati bersama orang banyak seolah habis dilumat oleh badai sakal di danau
itu. Bahkan ketika Yesus menghampiri, mereka menyangsikan-Nya. Mereka mengira
yang datang itu adalah hantu! Yesus menenangkan mereka dan menyatakan diri-Nya,
ego eimi (Aku ada!) sebuah pernyataan
yang sama dalam terjemahan Yunani Septuaginta ketika Allah memerkenalkan
diri-Nya kepada Musa (Kel.3:14; Ul.32:39). Rahasia jati diri Yesus yang “disembunyikan”
bagi orang bijak dan pandai (Matius 11:25, 13:12-16, namun di danau ini
dinyatakan kepada murid-murid, orang-orang kecil (13:11).
Petrus tampil mewakili para murid yang lain. Pernyataan diri
Yesus, “Aku ada” ditanggapi Petrus, “…apabila Engkau itu…” (apabila Engkau ada,
suemi). Untuk apa Petrus menanggapi
demikian? Petrus perlu bukti kepastian tentang identitas Yesus. Yesus menjawab
tantangan Petrus. Ia meminta Petrus untuk datang kepada-Nya. Petrus percaya!
Matanya tertuju kepada Yesus dan ia mulai berjalan di atas air menuju Yesus.
Tetapi ketika mata Petrus beralih dari Yesus kepada angin yang memukul-mukul
permukaan laut, saat itulah ketakutan menguasai Petrus. Ia dikuasai oleh kuasa
alam maut lalu berteriak, “Tuhan,
tolonglah aku!” Permohonan Petrus dikabulkan oleh Yesus yang mengulurkan
tangan-Nya dan memegangnya, di sinilah Yesus menggenapi doa pemazmur yang
memohon Allah mengulurkan tangan-Nya dan memegang diri-Nya (Mzm. 144:7; 18:16).
Bagaimana reaksi Yesus terhadap ketakutan Petrus, apakah dibiarkan saja? Tidak!.
Ia dicela karena kurang percaya.
Celaan ini berulang kali dipakai dalam Injil Matius untuk melukiskan kerapuhan
iman para murid (Mat.6:30; 8:26; 16:8; 17:20). Iman mereka ada, namun sering
kali tidak memadai untuk menghadapi pelbagai kemelut kehidupan. Seperti benih yang jatuh di bebatuan, Petrus
segera percaya dan meletup-letup tetapi tidak bertahan ketika kesulitan datang.
Petrus adalah gambaran tentang semangat dan kemauan mengikut Yesus dan
sekaligus juga kekurangan dan kerapuhan iman. Pada pihak lain, Yesus dengan
setia tetap membimbingnya. Petrus adalah potret tentang iman semua murid dan
jemaat yang masih mudah terombang-ambing. Petrus adalah kita!
Narasi ini sarat unsur
simbolis. Perahu (bukan “murid-murid” seperti yang dicatat Markus 6:48) yang
diancam ombak dan angin, dalam Injil Matius mengacu kepada gereja Tuhan yang
terancam kuasa alam maut ketika terpisah dari Yesus. Ia datang menjelang pagi,
sebuah petunjuk waktu yang berlatar belakang Perjanjian Lama: “Allah akan menolongnya menjelang pagi”
(Mzm.46:6; 30:6; Yes.17:14). Dengan berjalan di atas air, apa yang hanya
dilakukan Allah, “Ia melangkah di atas
gelombang-gelombang laut” (Ayb. 9:8; Mzm. 77:20; Yes 43:16). Pernyataan
diri dan pertolongan Yesus ini menjadikan jemaat kembali percaya, dan sampai
pada tujuannya di tengah perlawanan dan ancaman. Yesus tetap ADA bagi jemat yang masih bimbang dan kurang
percaya. Ia menumbuhkan iman kepercayaan gereja dengan memberi pertolongan
maupun teguran. Ia membangunkan mereka dari ketakutan, dan menolong mereka
untuk mengimani dan menyembah-Nya sebagai Anak Allah. Kisah ini hendak
mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang menaklukkan kuasa maut, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah.” (Matius
14:33)
Yesus telah membuktikan bahwa
Ia adalah Anak Allah. Hanya Dialah –baik melalui pernyataan, ucapan dan
tindakkan-Nya – menyerupai pernyataan, ucapan dan tindakkan Allah. Dia tidak
pernah membiarkan orang percaya bergulat sendiri berhadapan dengan ancaman
kuasa maut. Ego eimi, Ini Aku! Aku
ada untukmu, hadir dan bertindak! Namun mengapa seringkali kita “kalah” dengan
ancaman dan tantangan? Kita mengeluh dan suara-suara menakutkan itu terus
mengusik kita?
Masalahnya bukan kuasa Tuhan
yang kurang, melainkan suara-suara itu – seperti pengalaman Pak Helmy – berasal
dari ketakutan dan kecemasan diri kita sendiri! Kita sering kali menyangsikan
kuasa Tuhan yang menolong, akibatnya mata hati kita tidak fokus kepada-Nya.
Saat itulah kita mulai tenggelam dan ditelan oleh kuasa maut! Bagaimana
mengatasinya? Arahkanlah hati kita sepenuhnya kepada-Nya! Ancaman akan tetap
ada, benar. Namun kita akan menjadi lebih tenang dan damai karena kita
merasakan kuasa dan kehadiran-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar