“Marilah kita bertolak ke seberang danau.” (Luk. 8:22) Demikian ajakan Yesus kepada para murid-Nya. Mengapa Yesus
mengajak mereka pergi ke “seberang”? Apakah hanya sekedar untuk bertamasya dan
menghindari diri dari keletihan setelah berhari-hari memberitakan Injil dan
terus-menerus digandrungi orang banyak sehingga ibu dan saudara-saudara-Nya
saja sulit untuk menjangkau-Nya? (Luk.8:19). Dalam kisah selanjutnya, kita akan
segera tahu untuk apa Yesus mengajak para murid menyeberang danau itu.
Seberang yang
dimaksud oleh penulis Injil Lukas adalah “tanah
orang Gerasa yang terletak di seberang Galilea” (Luk.8: 26). Rupa-rupanya,
kata “seberang” bukan hanya sekedar menunjuk pada kondisi wilayah secara
geografis yang memang letaknya di seberang danau Galilea atau tepatnya seberang
komunitas Yahudi. Lukas memberi makna lebih dari itu. Orang Gerasa, jelas bukan
ras Yahudi, strata sosial Yahudi menegaskan bahwa orang-orang di luar mereka
adalah “orang seberang”, yang sering dianggap bukan sesama atau tidak setara.
Ada hukum-hukum yang membatasi mereka untuk bersentuhan dengan “orang seberang”
itu. Apalagi pada waktu itu Gerasa jelas-jelas penduduknya menyembah dewa-dewa
yang disembah oleh penjajah Romawi maka tidaklah mengherankan kalau di sana ada
banyak kuil-kuil dewa Artemis dan Zeus. Di samping itu, makanan yang dikonsumsi
mereka pastilah bukan makanan halal menurut tradisi Taurat. Di Gerasa banyak
orang mengonsumsi daging babi. Jadi tidaklah heran kalau di sana juga banyak
peternak babi untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat Gerasa.
Melihat sepintas
wilayah Gerasa, maka sebenarnya kita bisa menduga bahwa maksud Yesus
mengunjungi Gerasa jelaslah bukan untuk bertamasya. Yesus benar-benar “menyeberang”,
yakni keluar dari zona nyaman Yahudi
dan memasuki kehidupan orang-orang yang tidak termasuk dalam kerangka
keselamatan Yahudi. Yesus, yang dalam bagian sebelumnya (tema 5 Juni 2016)
digambarkan sebagai personifikasi Allah yang melawat umat-Nya, kini Ia episkeptomai (mengunjungi : melawat)
juga orang-orang “seberang”, orang-orang yang jauh dari keselamatan. Tujuan ke
Gerasa adalah dalam rangka lawatan pemberitaan Injil. Tidaklah mengherankan,
apabila kedatangan-Nya diwarnai dengan penolakkan. Angin ribut dan gelora danau
yang sebelumnya menghadang Yesus dan para murid menjadi relevan ketika dibaca
dalam wacana penolakan dari kuasa-kuasa jahat yang tidak menghendaki lawatan
Yesus di daerah seberang itu.
Apa yang terjadi
ketika Yesus menginjak “tanah seberang” itu? Sambutan pertama adalah seorang
laki-laki yang menemui-Nya. Orang itu disebut sebagai “…orang yang dirasuki oleh setan-setan dan sudah lama ia tidak berpakaian
dan tidak tinggal dalam rumah, tetapi dalam pekuburan.”(ay.27). Orang yang
menyambut Yesus ini adalah seorang yang sedang dirasuki setan; unclean
spirit (akathartos pneuma) atau
roh yang najis dan tempat tinggalnya pun najis (kuburan). Selama ini tidak ada
yang bisa mengendalikan orang yang kerasukan itu. Rantai dan belenggu selalu
dapat diputuskan. Roh-roh najis itu telah membuat laki-laki ini begitu
menderita dan terasing.
Lengkap sudah gambaran
status “daerah seberang” untuk Gerasa. Kisah ini mau menyajikan bahwa Yesus
menyeberang memasuki wilayah orang najis, Ia berjumpa dengan orang yang
dirasuki oleh roh yang najis, di tengah-tengah orang yang mengerjakan pekerjaan
najis (beternak babi). Ia tidak hanya melewati batas wilayah, kultur, dan
keyakinan yang berbeda dari Yudaisme, melainkan menghadirkan karya keselamatan
Allah di tempat itu. Belajar dari sini, setiap orang yang mau memberitakan
karya pembebasan Allah mestinya harus siap untuk meninggalkan zona nyaman. Zona
nyaman itu bukan hanya masalah wilayah, tetapi juga psikologis, kultur budaya
dan tentunya iman.
Dalam kisah
penyeberangan Yesus karya keselamatan itu adalah dengan membebaskan pria yang
dikuasai oleh “Legion”, istilah untuk
sebuah pasukan yang sangat besar jumlahnya, sekitar 5600 prajurit! Ada yang
unik dari peristiwa ini. Kalau di daerah orang-orang Yahudi, Yesus
menghardikdan mengusir setan-setan. Kini, di “daerah seberang”, daerah kafir
dan tempat berkuasanya setan, setan sendiri yang datang kepada-Nya. Dan
ternyata, kedatangan-Nya mengusik
mereka. Kalau sebelumnya, pria yang kerasukan ini berusaha dibelenggu
dan diikat dengan rantai, kini ia sendiri datang menghadap Yesus dan memohon
agar Yesus tidak mengusik keberadaan roh-roh jahat itu, “Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku
memohon kepada-Mu supaya Engkau jangan menyiksa Aku.” (ay.29). Yesus tidak
perlu rantai dan belenggu untuk menguasai orang yang kerasukan ini. Bahkan, Ia
tidak juga “menguasainya”. Tetapi Ia membebaskannya! Yesus memulihkan kembali
orang ini sebagai manusia seutuhnya! Sayang, peristiwa ini tidak membawa
sukacita bagi masyarakat Gerasa. Beberapa penjaga kawanan babi menjadi marah
sebab, legion itu masuk ke babi-babi
mereka dan kemudian binasa tercebur ke danau. Bagi mereka, babi-bai itu lebih
berharga ketimbang satu jiwa manusia yang kerasukan ini.
Para gembala babi
kemudian melaporkan kejadian ini ke kota mereka. Tanpa menunggu waktu lama,
orang banyak datang untuk menyaksikan peristiwa itu. Tentu mereka tercengan
menyaksikan orang yang kerasukan itu kini sudah dibebaskan dari kuasa
setan-setan yang merasukinya. Ia sudah berpakaian dan duduk dengan baik. Bukankah
selama ini mereka sudah berusaha dengan pelbagai cara namun tidak berhasil.
Namun, reaksi selanjutnya mereka berusaha mengusir Yesus dari wilayah mereka
mengingat kerugian besar telah terjadi dengan babi-babi yang tenggelam di
danau. Mereka tidak ingin Yesus membawa kerugian yang lebih besar lagi.
Yesus ditolak
dan harus segera meninggalkan daerah itu. Lalu bagaimana dengan orang yang
telah dibebaskan dari kuasa roh jahat itu? Lukas mencatat, “Dan orang yang sudah ditinggalkan setan-setan
itu meminta supaya ia diperkenankan menyertai-Nya.” (ay.38) Permohonan ini
sama artinya dengan memohon menjadi murid Yesus. Pria yang telah mengalami
pembebasan ini tahu diri. Ia ingin mengucapkan terima kasihnya dengan cara
menjadi pengikut Yesus. Dengan kata lain, ia ingin menyerahkan seluruh hidupnya
untuk ada bersama-sama dengan Yesus. Bagaimana reaksi Yesus? “Pulanglah ke rumahmu dan ceritakanlah segala
sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu,” katanya. Sepintas kita melihat,
Yesus menolak permintaan pria ini. Ia tidak mengijinkan orang ini pergi
bersama-Nya. Walau bagaimana pun, orang-orang Yahudi yang akan dijumpai-Nya
lagi tentu akan mengalami kesulitan untuk menerima si orang dari “daerah
seberang” ini.
Namun, di balik
penolakan Yesus, tersedia tugas yang luhur bagi si pria yang sudah dipulihkan
ini. Yesus memintanya untuk memberitakan apa yang telah diperbuat Allah atas
dirinya di dalam komunitasnya. Artinya, Yesus mengutusnya pergi memberitakan
Injil kepada sesama orang-orang yang disebut “kafir” itu. Kini, si “kafir”
menjadi utusan untuk orang-orang kafir! Di lain pihak, kita dapat melihat tugas
perutusan terhadap orang yang dipulihkan ini adalah tugas istimewa. Mengapa?
Ya, karena sebelumnya Yesus telah ditolak oleh orang-orang Gerasa. Dengan
cerdik, Yesus mengutus orang Gerasa yang sudah dipulihkan ini kepada mereka
agar Injil diberitakan di sana. Artinya, Injil tetap terdengar di Gerasa, walau
Yesus telah meninggalkan daerah itu.
Selanjutnya, apa
yang terjadi? “Orang itu pun pergi
mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat
Yesus atas diri-Nya.” (ay 39b). Orang itu melakukan tugas kesaksian dengan
baik. Banyak orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus, berkomitmen
untuk menjadi murid-Nya. Namun, sering kali terjebak dan mereduksi arti menjadi murid dan mau melayani itu. Banyak
orang memandang bahwa mengikut Yesus dan melayani-Nya hanya sebatas mengikuti
ibadah dan pelayanan-pelayanan yang dikelola oleh gereja. Andai kita meminjam
narasi orang Gerasa yang sudah dipulihkan, maka Tuhan juga berkenan mengutus
kita dalam lingkungan di mana kita berada. Tuhan ingin kisah perjumpaan
dengan-Nya yang membebaskan itu menjadi cerita yang hidup dalam konteks kita
berada. Nah, apakah kisah kesaksian itu juga terjadi dalam segenap hidup kita?
16 Juni 2016
bisakah membantu saya membuatkan puisi tentang yesus sang pembebas?
BalasHapus