Minggu Trinitas 2016
Dalam mitologi
Yunani, dewa Hermes digambarkan sebagai dewa multi talenta, serba bisa dengan
tugas yang begitu banyak, antara lain pelindung daerah perbatasan, pelindung
bagi pengembara, gembala, sastrawan, orator, atlit, peneliti dan orang-orang
yang berkecimpung dalam perdagangan. Hermes tidak hanya pelindung bagi orang
baik-baik, tetapi juga bagi penipu dan pencuri. Tidak hanya urusan duniawi, Hermes
dipercaya juga untuk membantu para roh menemukan jalan menuju “dunia bawah”
karena dia salah satu dewa yang bisa keluar masuk “dunia bawah” itu dengan
mudah. “Dunia bawah” dalam mitologi Yunani merupakan tempat berdiamnya roh-roh
orang yang telah meninggal. Disebut juga Hades. Nama Hades diambil dari nama dewa
penguasa “dunia bawah”, dunia kematian.
Dari sekian
banyak tugas Dewa Hermes, sebenarnya tugas utamanya adalah menyampaikan pesan
dari para dewa Olympus kepada manusia agar manusia memahami apa yang
dikehendaki oleh para dewa dan dengan demikian manusia akan melakukan apa yang
menjadi kehendak dewa sehingga terjadi kebahagiaan di semesta alam. Hermes
dianggap mempunyai kecerdasan lebih dibanding para dewa lainnya. Ia mampu
membahasakan bahasa dewa tingkat langit menjadi bahasa manusia jelata tingkat
bumi. Hermeslah “jembatan” penghubung antara para dewa dan manusia.
Dalam
perkembangan ilmu moderen, khususnya filsafat, Hermes sering dirujuk sebagai
cikal-bakal dari ilmu hermeneutika,
yakni suatu kajian ilmu yang ditujukan untuk sebuah proses mengubah sesuatu
dari situasi yang sulit dimengerti hingga dapat dipahami dengan baik (Richard E
Palmer). Umumnya dalam proses kajian hermeneutika
terdapat tiga unsur penting, yakni: mengungkapkan, menjelaskan dan
menerjemahkan.
Manusia
dikaruniai Tuhan dengan nalar atau akal budi. Ia menjadi makhluk linuwih dibanding
dengan ciptaan lain. “Namun Engkau telah
membuatnya hamper sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan dengan
kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya
telah Kauletakkan di bawah kakinya;…” (Mazmur 8: 6-7). Meskipun disebutkan “hampir
sama seperti Allah”, tetap saja manusia memiliki keterbatasan. Manusia tidak
selamanya mengerti, memahami apalagi melakukan apa yang dikehendaki Allah. Dalam
hal inilah manusia memerlukan “Penolong” yang tidak saja dapat mengungkapkan,
menjelaskan dan menerjemahkan pesan Ilahi, melainkan juga memberi keberanian,
kekuatan dan pertolongan agar apa yang sudah diterima itu dapat dilakukan
seutuhnya dalam kehidupan kini dan di sini. Sebelum manusia memintanya, Yesus
telah menjanjikannya kepada para murid sebelum Ia kembali kepada Bapa-Nya yang
di sorga. Penolong itu bukan Hermes.
Ialah Roh Kudus!
Sekalipun Yesus
telah berusaha sedemikian rupa, Ia menjadikan Firman itu hidup dalam diri-Nya (“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita,…”(Yoh.1:14). Namun, tetap saja para murid belum mengerti
sepenuhnya. Sekalipun berulang kali Yesus menjelaskan dengan begitu terbuka bahwa
diri-Nya harus mengerjakan pekerjaan Bapa sampai tuntasakan tetap saja mereka
tidak memahaminya. Keterbatasan para murid ini terungkap dalam ucapan menjelang
penyaliban Yesus, “Masih banyak hal yang
harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum sanggup menanggungnya.”
(Yoh. 16:12). Yesus mengatakan bahwa mereka “belum sanggup menanggungnya.” Apa
sebenarnya yang belum sanggup ditanggung oleh para murid itu? Apakah akan ada lagi
pewahyuan-pewahyuan lain sesudah kematian Yesus? Bukankah Yesus sendiri sudah
sempurna menghadirkan gambaran Bapa di dunia ini?
Mungkin sebagian
orang akan mengatakan bahwa para murid belum dapat menanggung kenyataan ucapan
Yesus berkaitan dengan penderitaan keji dalam rangakian penyaliban yang
sebentar lagi akan di alami-Nya. Matius, Markus, Lukas jelas mengatakan itu. Tetapi
dalam Injil Yohanes, yang paling banyak dikatakan Yesus menjelang
perpisahan-Nya bukan soal derita nestapa mengerikan namun bahwa Anak Manusia
harus ditinggikan dan dimuliakan kembali kepada Bapa. Kalau para murid di dalam
Injil sinoptik gagal untuk menangkap bahwa Yesus harus melalui via dolorosa; penderitaan yang
mengerikan sebagai bentuk ketaatan kepada Bapa-Nya. Sangat mungkin, dalam Injil
Yohanes mereka kesulitan memahami kepergian-Nya melalui peristiwa salib itu
adalah jalan menuju kemuliaan. Aneh, salib koq
mulia! Akan tiba saatnya semua yang diberitahukan Yesus itu terjadi. Kematian
dan kebangkitan Yesus akan menyatakan kebenaran ucapan Yesus. Pada saat itu
mereka akan terguncang (di sinilah yang dimaksud bahwa mereka belum sanggup
menerimanya) namun pada waktu yang sama, Roh Kebenaran itu akan memimpin para
murid kepada semua kebenaran yang pernah diucapkan Yesus. Roh itu tidak akan
menyampaikan kata-kata baru melainkan menegaskan kembali akan apa yang sudah
disampaikan Yesus. Sebab Roh itu tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri,
melainkan dari Yesus sendiri (Yoh.16:13).
Roh Kudus
membimbing para murid pada kebenaran. Tentu yang dimaksudkan bukan hanya
sekedar bimbingan nalar intelektual untuk mengerti dan memahami apa yang telah
dikatakan Yesus. Bimbingan Roh Kudus juga kelak akan nyata melalui cara hidup
yang sesuai dengan apa yang diajarkan dan diteladankan Yesus. Cara hidup yang
seperti apa? Tidak lain, cara hidup seperti yang dilakukan oleh Roh Kudus. Yang
bagaimana? Roh Kudus itu memberi kesaksian pembenaran terhadap karya Yesus.
Maka cara hidup seperti yang ditempuh oleh Roh Kudus adalah bahwa setiap orang
percaya harus harus memberi kesaksian tentang Yesus sendiri. Sebagaimana Yesus
telah bersaksi tentang Allah, Bapa-Nya. Ia menyaksikan Sang Bapa dengan begitu
sempurna, sehingga setiap orang yang melihat-Nya akan melihat Bapa (Yoh.14:9b).
Sedangkan Roh Kudus memberikan kesaksian terhadap Yesus bahwa apa yang
dilakukan Yesus itu adalah Kebenaran. Di sinilah terjadi hubungan yang unik
dari Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Yesus menyatakan bahwa segala
sesuatu yang dipunyai Bapa adalah kepunyaan-Nya. Apa yang dipunyai oleh Anak
disampaikan-Nya kepada Roh Kudus. Roh Kudus pun menyatakannya kepada para murid
tentang apa yang diterima-Nya dari Anak. Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang
membimbing para murid untuk mengerti kebenaran perkataan dan tindakan Yesus
yang diutus Sang Bapa. Ketiganya: Bapa, Anak dan Roh Kudus menyatakan kemuliaan,
kebenaran, mengasihi, mengenalkan dirinya kepada manusia.
Atas peran kuasa
Roh Kudus para murid melanjutkan tugas kesaksian tentang Yesus Kristus. Kini,
kita yang menjadi percaya atas kesaksian para murid itu mestinya mempunyai
keprihatinan yang sama. Kita terhisab menjadi persekutuan yang utuh, apabila
bersama-sama dengan para murid dan juga semua orang percaya di sepanjang abad
dan di segala tempat dapat meneruskan tugas kesaksian ini. Iman percaya dan
kesaksian para murid – dan tentunya kita pada saat ini – bukan hanya perkara
intelektual. Bahwa kita dapat menguraikan pemahaman iman Kristiani dalam
tataran nalar intelektual, jelas itu penting. Namun, tidak berhenti di sini.
Sebab, iman itu menjadi nyata justeru dalam kesaksian hidup. Dan kesaksian yang
benar bukanlah sekedar ucapan argumentasi doktrinal saja. Meskipun tidak
disangkal bahwa hal itu penting, namun kesaksian yang berdasarkan pada
kebenaran fakta dari prilaku yang berpusat pada ajaran dan cara hidup Yesus
merupakan kesaksian yang tidak terbantahkan!
Ketika kita
melihat hubungan Ketritunggalan Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang saling
menyaksikan kemuliaan-Nya masing-masing maka kita dapat melihat keberadaan kita
saat ini. Apakah berada dan terhisab di dalam persekutuan Tritunggal itu
ataukah kita masih ada di luarnya? Bagaimana mengetahuinya? Sederhana! Seperti
Yesus, Sang Anak memuliakan Bapa-Nya dengan mengerjakan ketaatan sampai mati
dan Roh Kudus yang menyaksikan, menyatakan kebenaran dan memuliakan Yesus, dan
Sang Bapa yang memuliakan Yesus, apakah hidup kita juga memuliakan, menyatakan
kebenaran melalui ajaran dan teladan Yesus sehingga menjadi kesaksian bagi
dunia ini? Jika itu yang telah dan sedang kita lakukan maka kita hidup dalam
persekutuan dengan Allah Tritunggal itu. Namun, jika hidup kita tidak
berpadanan dengan sebutan sebagai anak-anak Tuhan atau murid-murid Yesus
seperti yang dicontohkan oleh para murid dahulu, maka sesungguhnya kita masih
berada di luar persekutuan dengan Allah Tritunggal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar