Jumat, 08 Mei 2015

NEGARA NASRUDDIN

Di antara sekian banyak tetangga Nasruddin yang baik, ada seorang yang dikenal sebagai tetangga nakal, ia tidak disukai oleh sebagian besar kampung itu karena suka berbuat ulah dan mengganggu urusan orang lain. Di antara perbuatannya yang tidak disukai adalah jika meminjam barang milik orang lain sudah dapat dipastikan tidak akan pernah kembali. Alasannya lupa!

Suatu pagi, Nasruddin mendengar pintu rumahnya diketok. Ketika ia membukannya, ia terkejut. Yang berdiri di depannya adalah si tetangga trouble maker itu. “Selamat pagi, Nasruddin!” kata tetangga itu, “Saya harus mengangkut barang ke rumah saudara saya di kota. Dan saya tidak punya keledai. Jadi, apakah saya bisa meminjam keledaimu? Nanti sore akan saya kembalikan.”

Nasruddin tahu apa yang akan terjadi jikaia meminjamkan keledainya. Maka ia menjawab, “Maaf, keledai saya sedang tidak ada. Saya akan senang sekali meminjamkannya tetapi sekarang ini sedang tidak ada.”

“O, ya?” tanya tetangga itu, “Tadi malam ‘kan ia ada, karena saya melihatnya di belakang rumahmu, lalu di mana dia sekarang?” Nasruddin menjawab, “Pagi-pagi benar, isteriku membawanya ke kota!” Pada saat itu pula si keledei terdengar meringkik di belakang rumah Nawsruddin.

“Nah, ternyata kamu berbohong Nasruddin,” kata tetangga itu agak marah karena tersinggung, “kudengar keledaimu meringkik, pasti ia ada di belakang rumahmu! Kau seharusnya malu pada dirimu sendiri. Sudah tua masih juga suka berbohong!” Nasruddin menjawab sambil berteriak, “Seharusnya kau yang malu, bukan aku. Engkau lebih percaya kepada apa yang diucapkan keledai dibanding pada apa yang diucapkan seorang lelaki tua yang telah berjenggot. Keterlaluan!”

Masyarakat telah bosan dengan apa yang seringkali diucapkan oleh para petinggi negara. Ada begitu banyak janji dan wacana namun, kenyataanya jauh panggang dari api. Janji sebelum pemilu, pertumbuhan ekonomi akan mencapai 7% nyatanya, sampai tulisan ini dibuat, pertumbuhan mentok di angka 4,7%. Harga barang kebutuhan meroket tak terkendali. Alih-alih turun, harga beras pada musim panen ini tetap bertengger di harga tinggi. Ironisnya para petani tidak menikmakmati.  

Tentang pemberantasan korupsi, semua menyatakan diri akan memerangi dan memberantas prilaku korup. Semua menuding pihak “sono” sebagai pelaku. Nyatanya, KPK kian hari kian digerogoti. Dipreteli hingga tak berdaya! Naif rasanya, kalau kasus-kasus lama diungkap kembali dan dipaksakan untuk menjebloskan pentolan KPK ke dalam bui, dan kita mengaminkan petinggi negeri ini bahwa itu sebuah sudah melalui kajian dan prosedur yang benar! Padahal pada saat yang sama kita mendengar suara “keledai” itu. Apakah kita percaya begitu saja pada “Nasruddi tua berjenggot”?

Dalam dunia persepakbolaan, negeri ini memang layak ditangisi. Sudah miskin prestasi, yang ada malah berebut jatah kumisi liga. Semua mengaku paling benar, baik Kemenpora maupun PSSI. Tapi lagi-lagi kita mendengar “keledai” itu bersuara. Bukan sekedar bersuara tetapi merintih: gaji pemain belum dibayar, apalagi pasilitas pembinaan. Kini pemain-pemain nasional dibayar untuk bertanding tarkam (antar kampung) demi mempertahankan kehidupan.

Dalam soal keyakinan, negeri ini, pasti semua orang mengaku NKRI sebagai sebuah negara demokrasi, yang menjunjung kebebasan berekspresi, berserikat, berbicara, berkumpul dan menganut sebuah keyakinan. Kenyataanya? Ya, seperti ucapan Nasruddin tadi. Sulitnya setengah mati dalam mengekspresikan keyakinan atau iman di tengah mayoritas yang berbeda. Sementara si Nasruddin tua berjenggot  bergumam, “semua baik-baik saja!” Di manakah revolusi mental? Apakah engkau baik-baik saja? Di manakah Nawacita, apakah pulas tidurmu?

Ternyata jika kita menelusuri Kitab Suci, suara “Nasruddin tua berjenggot” itu pun ada. Nasruddin tua berjenggot itu muncul dalam diri nabi maupun imam. Semuanya melakukan tipu! Katanya: “Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera..”(Yeremia 8:11). Berkaca dari jaman Yeremia, apa dampak dari pembohongan publik ini? Sudah dapat kita duga. Bencana bagi sebuah bangsa! Allah menghukum bangsa itu hingga ratap nestapa terdengar, “Kita mengharapkan damai, tetapi tidak datang sesuatu yang baik, mengharapkan waktu kesembuhan, tetapi yang ada hanya kengerian!”  Selama pertobatan itu tidak ada, maka tidak ada pula pemulihan. Selama dusta terus diumbar, selama itu juga damai sejahtera terlampau jauh untuk digapai!

Tentu kita tidak mau Indonesia menjadi “Negara Nasruddin! Kita semua rindu kejujuran, kebenaran dan keadilan ditegakkan. Kita ingin dusta lenyap dari negeri tercinta ini. “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar