Di antara sekian banyak tetangga
Nasruddin yang baik, ada seorang yang dikenal sebagai tetangga nakal, ia tidak
disukai oleh sebagian besar kampung itu karena suka berbuat ulah dan mengganggu
urusan orang lain. Di antara perbuatannya yang tidak disukai adalah jika
meminjam barang milik orang lain sudah dapat dipastikan tidak akan pernah
kembali. Alasannya lupa!
Suatu pagi, Nasruddin mendengar
pintu rumahnya diketok. Ketika ia membukannya, ia terkejut. Yang berdiri di
depannya adalah si tetangga trouble maker
itu. “Selamat pagi, Nasruddin!” kata tetangga itu, “Saya harus mengangkut
barang ke rumah saudara saya di kota. Dan saya tidak punya keledai. Jadi,
apakah saya bisa meminjam keledaimu? Nanti sore akan saya kembalikan.”
Nasruddin tahu apa yang akan
terjadi jikaia meminjamkan keledainya. Maka ia menjawab, “Maaf, keledai saya
sedang tidak ada. Saya akan senang sekali meminjamkannya tetapi sekarang ini
sedang tidak ada.”
“O, ya?” tanya tetangga itu,
“Tadi malam ‘kan ia ada, karena saya melihatnya di belakang rumahmu, lalu di
mana dia sekarang?” Nasruddin menjawab, “Pagi-pagi benar, isteriku membawanya
ke kota!” Pada saat itu pula si keledei terdengar meringkik di belakang rumah
Nawsruddin.
“Nah, ternyata kamu berbohong
Nasruddin,” kata tetangga itu agak marah karena tersinggung, “kudengar
keledaimu meringkik, pasti ia ada di belakang rumahmu! Kau seharusnya malu pada
dirimu sendiri. Sudah tua masih juga suka berbohong!” Nasruddin menjawab sambil
berteriak, “Seharusnya kau yang malu, bukan aku. Engkau lebih percaya kepada
apa yang diucapkan keledai dibanding pada apa yang diucapkan seorang lelaki tua
yang telah berjenggot. Keterlaluan!”
Masyarakat telah bosan dengan apa
yang seringkali diucapkan oleh para petinggi negara. Ada begitu banyak janji
dan wacana namun, kenyataanya jauh panggang dari api. Janji sebelum pemilu, pertumbuhan ekonomi akan
mencapai 7% nyatanya, sampai tulisan ini dibuat, pertumbuhan mentok di angka
4,7%. Harga barang kebutuhan meroket tak terkendali. Alih-alih turun, harga
beras pada musim panen ini tetap bertengger di harga tinggi. Ironisnya para petani
tidak menikmakmati.
Tentang pemberantasan korupsi, semua menyatakan diri akan memerangi dan
memberantas prilaku korup. Semua menuding pihak “sono” sebagai pelaku.
Nyatanya, KPK kian hari kian digerogoti. Dipreteli hingga tak berdaya! Naif
rasanya, kalau kasus-kasus lama diungkap kembali dan dipaksakan untuk
menjebloskan pentolan KPK ke dalam bui, dan kita mengaminkan petinggi negeri
ini bahwa itu sebuah sudah melalui kajian dan prosedur yang benar! Padahal pada
saat yang sama kita mendengar suara “keledai” itu. Apakah kita percaya begitu
saja pada “Nasruddi tua berjenggot”?
Dalam dunia persepakbolaan, negeri ini memang layak ditangisi. Sudah
miskin prestasi, yang ada malah berebut jatah kumisi liga. Semua mengaku paling
benar, baik Kemenpora maupun PSSI. Tapi lagi-lagi kita mendengar “keledai” itu
bersuara. Bukan sekedar bersuara tetapi merintih: gaji pemain belum dibayar,
apalagi pasilitas pembinaan. Kini pemain-pemain nasional dibayar untuk
bertanding tarkam (antar kampung)
demi mempertahankan kehidupan.
Dalam soal keyakinan, negeri ini, pasti semua orang mengaku NKRI sebagai sebuah
negara demokrasi, yang menjunjung kebebasan berekspresi, berserikat, berbicara,
berkumpul dan menganut sebuah keyakinan. Kenyataanya? Ya, seperti ucapan Nasruddin
tadi. Sulitnya setengah mati dalam mengekspresikan keyakinan atau iman di
tengah mayoritas yang berbeda. Sementara
si Nasruddin tua berjenggot bergumam, “semua baik-baik saja!” Di manakah
revolusi mental? Apakah engkau baik-baik saja? Di manakah Nawacita, apakah
pulas tidurmu?
Ternyata jika kita menelusuri Kitab Suci, suara “Nasruddin tua berjenggot”
itu pun ada. Nasruddin tua berjenggot itu muncul dalam diri nabi maupun imam.
Semuanya melakukan tipu! Katanya: “Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi
tidak ada damai sejahtera..”(Yeremia 8:11). Berkaca dari jaman Yeremia, apa dampak
dari pembohongan publik ini? Sudah dapat kita duga. Bencana bagi sebuah bangsa!
Allah menghukum bangsa itu hingga ratap nestapa terdengar, “Kita mengharapkan damai, tetapi tidak datang
sesuatu yang baik, mengharapkan waktu kesembuhan, tetapi yang ada hanya
kengerian!” Selama pertobatan itu
tidak ada, maka tidak ada pula pemulihan. Selama dusta terus diumbar, selama
itu juga damai sejahtera terlampau jauh untuk digapai!
Tentu kita tidak mau Indonesia menjadi “Negara Nasruddin! Kita semua rindu
kejujuran, kebenaran dan keadilan ditegakkan. Kita ingin dusta lenyap dari
negeri tercinta ini. “Di mana ada
kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah
ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar