Rabu, 13 Mei 2015

KRISTUS YANG DIMULIAKAN ADALAH KRISTUS YANG MEMULIAKAN HARKAT KEMANUSIAAN


Sudah dapat diduga, gereja dan kita sebagai orang Kristen tidak menaruh bobot yang sama pada semua hari raya gerejawi. Hari ini (14 Mei 2015), kita merayakan Hari Kenaikan Yesus Kristus ke sorga. Tidak ada panitia khusus seperti panitia Natal. Kalau pun ada, biasanya kepanitiaan digabung ke dalam panitia Paskah. Benarkah Kenaikan Yesus ke sorga kurang berbobot dibanding Natal atau Paskah? Tidak benar! Semua hari raya gerejawi sama pentingnya. Hari Kenaikan Yesus menjadi penting oleh karena itulah momen terakhir sebelum Yesus kembali pada kemuliaan, tempat Dia berada sebelumnya. Alasan yang lain adalah, saat Ia kembali ke sorga – seolah seperti komamdan yang telah paripurna menunaikan tugasnya – Ia menyerahkan tongkat estapet kepada para pengikut-Nya. Yesus Kristus memuliakan, memberi kepercayaan kepada para murid-Nya agar dapat meneruskan apa yang sudah dikerjakan-Nya, yakni mewujudnyatakan Kerajaan Allah tidak hanya di Yerusalem, melainkan Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung-ujung bumi!

Pusat berita yang dibawa Yesus adalah Kerajaan Allah. Tema ini sering disalahpahami. Dulu, sesudah kebangkitan, para murid mendesak Yesus untuk mewujudnyatakan cita-cita mesianik mereka, “Maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah Rasul 1:6). Sampai penampakkan Yesus yang terakhir, para murid ini keukeuh dengan ide semula tentang konsep pengharapan mesianik yang akan memulihkan kembali kedigdayaan Israel. Sang Mesias harus segera menaklukan penguasa asing yang sedang menjajah Israel. Mesias ideal adalah mesias sang penakluk musuh dan menjadikan mereka penguasa baru yang mendominasi dunia. Seluruh bagian sejarah Israel membuktikan, bahwa secara logika nalar, ide menjadi penguasa yang mendominasi dunia ini tidaklah mungkin terjadi. Mengapa? Palestina adalah sebuah negara kecil. Tidak lebih dari 120 mil panjangnya dan 40 mil lebarnya. Negeri ini merdeka tetapi kemudian telah menjadi bagian dari kerajaan Bebel, Persia, Yunani dan Romawi. Oleh karenanya, orang Yahudi mengharapkan suatu “mujizat”, suatu saat nanti, di mana Allah akan memasuki sejarah manusia secara langsung dan saat itulah dengan kekuatan-Nya akan menciptakan kedaulatan dunia yang mereka impikan. Mereka memahami kerajaan itu secara politis. Jelas, hal ini berbeda dengan konsen dan keprihatinan Yesus.

Andaikan benar, apa yang menjadi impian setiap orang Yahudi, termasuk di dalamnya murid-murid Yesus, yakni Israel dipulihkan dan menjadi kerajaan yang mendominasi dunia, pastilah prilaku manusia sebagai penindas tidak akan terhindarkan. Israel akan sama seperti Babel, Persia, Yunani, dan Romawi! Mereka kan memperlakukan bangsa-bangsa asing (qoyyim) sebagai manusia-manusia kelas dua. Cita-cita Kerajaan Allah yang memuliakan martabat manusia hanya akan dirasakan oleh sekelompok orang yang merasa dirinya umat pilihan saja. Tidak untuk semua manusia! Ternyata, bukan saja Yesus tidak setuju dengan konsep itu, tetapi juga Ia menolaknya!

Bagaimana pemahaman Yesus tentang Kerajaan itu? William Barclay, mengajak kita melihat dari “Doa Bapa Kami”. Dalam doa ini ada dua petisi yang berdampingan: “Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” Menurut karakteristik Ibrani, sama seperti syair-syair dalam Mazmur, bila ada dua syair yang mengambil bentuk paralel, maka yang kedua akan menguatkan syair yang pertama. Demikian juga dengan dua petisi dalam Doa Bapa Kami ini. Petisi atau kalimat kedua merupakan arti dari kalimat pertama. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa yang dimaksudkan Yesus dengan Kerajaan Allah ialah suatu masyarakat di dunia ini, di mana kehendak Allah akan terjadi secara sempurna, seperti di sorga. Oleh karena itu, nyata sekali bahwa Kerajaan itu bukan didasari oleh kekuasaan atau kekuatan militer, melainkan oleh kasih. Nah, jalan satu-satunya mewujudkan itu telah Yesus mulai dengan hidup, pelayanan, bahkan pengorbanan nyawa-Nya sendiri di kayu salib. Kini, tugas-Nya telah selesai dan Ia mempercayakan kelanjutan-Nya kepada semua orang yang percaya dan mengikuti-Nya.

Sama seperti dulu Yesus menjalaninya. Tidak mudah! Maka untuk mencapai hal itu manusia membutuhkan pertolongan Roh Kudus. Yesus meminta mereka untuk tetap tinggal di Yerusalem sampai mereka semua dilengkapi dengan kekuasan dari tempat tinggi (Lukas 24:49). Barulah setelah mereka menerima kuasa Roh Kudus itu mereka akan dimampukan menjalani dan melanjutkan apa yang telah dirintis Yesus.

Roh Kudus mengambil peran penting dalam menopan kesaksian para murid. Kita sering menyebut Roh Kudus sebagai Penghibur (Comforter). Konon kata itu berasal dari Wycliff; tetapi pada jaman Wycliff kata comforter mempunyai pengertian berbeda. Kata itu berasal dari kata Latin fortis, yang berati “berani”; Comforter adalah figur yang mengisi manusia dengan keberanian dan kekuatan. Dengan demikian Roh Kudus berperan bukan hanya ketika ada orang yang sedih, berduka, kehilangan kemudian dihibur. Melainkan jauh di atas itu, yakni: seseorang yang dalam keadaan terpuruk  diberikan keberanian dan kekuatan untuk melanjutkan kehidupan ini. Jika peran itu diterapkan pada konteks kesaksian para murid dalam meneruskan karya Yesus, berarti: Roh Kudus memberikan keberanian dan kekuatan kepada para murid dalam menjalankan dan meneruskan misi Kristus di dunia ini.

Kita sering mendengar kata “menjadi saksi Kristus”, apa sebenarnya yang diinginkan Kristus? Apakah hanya bermakna membuat sebanyak-banyaknya orang menjadi Kristen, sehingga dunia ini didominasi oleh orang Kristen? Koq, kalau seperti ini mirip dengan perjuangan triumpalistik Israel yang ingin mendominasi dunia. Dan untuk maksud itu Yesus sudah menolaknya. Mestinya, ada yang lebih mendasar dan mendalam dari itu. Mari kita mencatat beberapa hal yang pasti tentang saksi Kristen:

Pertama, saksi adalah seseorang yang mengatakan, “Saya tahu ini adalah benar.” Di pengadilan seseorang tidak boleh memberikan bukti atau kesaksian hanya dengan suatu cerita saja. Bukti kesaksian haruslah merupakan mengalaman pribadinya. Banyak orang-orang yang ingin bersaksi tentang Kristus yang hanya meneruskan cerita-cerita orang lain dan sangat disayangkan bahwa cerita-cerita itu sering kali jauh dari fakta. Kita yang mendengarnya cenderung menganggukkan kepala tanda setuju, ketimbang mau menelusuri kebenarannya. Orang yang menjadi saksi Kristus harus orang yang mengalami perjumapaan dengan-Nya, mengalami sentuhan kasih-Nya sehingga kesaksiannya menjadi otentik dan bukan karangan saja. 

Kedua, seorang saksi yang benar tidak hanya melalui perkataannya saja, melainkan dengan perbuatannya. Ada dua orang murid katekisasi yang bukan dari keluarga Kristen. Mereka bekerja  pada sebuah keluarga, lalu suatu hari memutuskan untuk mau mengikut Yesus. Sebelum kelas katekisasi dimulai, saya bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat Anda mau menjadi pengikut Tuhan?” Mereka menjawab, “Kami bekerja pada sebuah keluarga Kristen. Mereka tidak pernah mengajak apalagi memaksa kami menjadi Kristen. Namun, kehidupan mereka begitu indah, tutur kata dan prilakunya benar-benar membuat kami dihargai dan kami dicintai. Kami ingin seperti mereka: hidup damai, tidak memandang rendah orang lain dan mengasihi dengan tulus. Jelas, keluarga Kristen ini telah mengangkat harkat pegawainya sebagai manusia yang layak dikasihi dan menerima cinta kasih Tuhan. Begituah sebenarnya Tuhan mau kita menjadi saksi dalam meneruskan berita Kerajaan Allah dengan cara meneruskan cinta kasih dan kepedulian Yesus. Selamat Hari Kenaikan Tuhan Yesus Ke Sorga, dan Selamat melanjutkan misi Yesus di dunia ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar