Hampir semua orang mengenal tokoh kartun yang bernama Winnie
the Pooh. Winnie adalah tokoh karakter beruang fiksi yang diciptakan oleh A. A.
Milne. Buku pertama karakter ini dibuat pada tahun 1926, yang kemudian oleh
Disney dibuat menjadi film kartun. Sahabat terdekat Pooh adalah Piglet, si babi
kecil. Teman-temannya yang lain adalah Tiger si macan, Rabbit si kelinci, Kanga
si kangguru, Eeyore si keledai. Dan satu-satunya temannya yang berwujud manusia
adalah Robin. Pada tahun 1997, PBB menetapkan Winnie The Pooh, tokoh kartun
terkenal sebagai World's Ambassador of
Friendship. Karena memang cerita-cerita yang disampaikan oleh Pooh dan
teman-temannya adalah cerita tentang persahabatan dengan segala suka dan
dukanya.
Menurut
Wikipedi, kata "sahabat" secara etimologi berasal dari bahasa Arab
shahabah (ash-shahaabah, الصحابه). Kata Arab ini pada mulanya merujuk pada komunitas Nabi Muhammad dengan teman-teman dekatnya, mereka
disebut “sahabat Nabi”.
Selanjutnya, kata “sahabat” dipakai
untuk menggambarkan hubungan antar pribadi yang terjadi dalam sebuah lingkungan
sosial. Umumnya orang akan mengatakan bahwa sahabat itu lebih “dekat”
dibandingkan dengan hanya seorang
“teman”. Hal itu karena di dalam persahabatan terdapat unsur kasih sayang, keterbukaan,
kesetiaan, penerimaan, bahkan juga pengampunan.
Ada
cerita-cerita dalam Alkitab yang mengisahkan persahabatan, sebut saja kisah
Daud dan Yonatan, kisah empat orang yang menggotong temannya yang lumpuh untuk disembuhkan
Yesus. Namun yang paling utama dan begitu jelas
tentang sahabat adalah yang
disebutkan dalam injil Yohanes 15:15 “Aku
tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh
tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan
kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” dan ayat 13
yang menyebutkan “Tidak ada kasih yang
lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
Tuhan Yesus tidak lagi menyebut kita
sebagai hamba tetapi sahabat, sebuah
sebutan yang sangat istimewa.
Tentu, ketika Yesus mengatakan, “ὑμάς δἑ εἲρηκά ψίλους,…” ( Aku menyebut kamu sahabat,..) ada
gagasan yang melarbelakanginya. Abraham disebut sahabat Allah (Yesaya 41:8, Yakobus
2:23). Apa yang terjadi ketika Abraham disebut sebagai sahabat Allah? Allah
membeberkan rencana-Nya kepada Abraham, komunikasi langsung terjadi, tidak ada
yang ditutup-tutupi. Abraham dan Allah mempunyai hubungan istimewa. Allah
menjanjikan kepada-Nya berkat berupa keturunan, tanah perjanjian, dan hubungan
yang istimewa. Sebaliknya, Abraham memberi diri setia kepada Allah. Sehingga Allah
memperhitungkannya sebagai kebenaran.
Sejaman dengan Yesus, ungkapan ψιλός “sahabat” bisa diterjemahkan “kekasih”
juga berasal dari adat kebiasaan di lingkungan kaisar-kaisar Romawi maupun
raja-raja Timur. Di dalam lingkungan kerajaan atau kekaisaran ini, ada
sekelompok orang yang mempunyai kedekatan istimewa. Kelompok ini disebut
sahabat-sahabat kaisar atau sahabat-sahabat raja. Mereka kapan saja bisa datang
kepada raja atau kaisar tanpa prosedur protokoler yang ribet. Bahkan mereka
diberi hak untuk datang ke kamar tidur raja pada pagi hari. Raja bercakap-cakap
dengan mereka sebelum ia berbicara kepada para jendral, para pejabat pemerintahan,
dan para diplomatnya. Sahabat-sahabat raja adalah orang-orang yang punya
hubungan paling dekat dan akrab dengan dia. Yesus menyebut para murid-Nya
adalah sahabat-sahabat-Nya dan melalui-Nya menjadi sahabat-sahabat Allah. Hal
ini merupakan sebuah tawaran yang sangat istimewa jika dilihat dari latar
belakang tentang persahabatan itu. Ini berarti bahwa di dalam Yesus kita
mempunyai hubungan yang sangat istimewa, begitu dekat dan akrab dengan Allah,
Bapa kita. Sama seperti dulu, Allah terhadap Abraham!
Yesus tidak hanya memilih kita untuk menerima serentetan hak-hak
istimewa dalam hubungan kedekatan dengan Allah itu. Dia memanggil kita untuk
dijadikan kawan sekutunya (partner). Hamba tidak pernah bisa dijadikan partner.
Di dalam hukum Yunani, hamba hanyalah alat yang hidup (aset perusahaan).
Tuannya tidak pernah membuka rahasia pikirannya kepada para hambanya. Hamba
itu, ibarat robot, hanya menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya tanpa
penjelasan sebab dan akibatnya. Tetapi, Yesus berkata, “Aku menyebut
kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang
telah Kudengar dari Bapa-Ku”. Yesus telah memberikan kepada kita kehormatan kepada
setiap murud-Nya untuk dijadikan sekutu dalam tugas-Nya. Dia telah
mengomunikasikan pikiran-Nya kepada kita dan membuka hati-Nya kepada kita.
Persoalannya
adalah apakah kita merasa menjadi “sahabat” Kristus. Karena pertama-tama, ketika
kita menyatakan diri sebagai sahabat Kristus maka ada unsur kasih di sana. Apakah
kita sungguh-sungguh mengasihi Kristus di dalam hidup kita serta tinggal di
dalam kasih itu? Membiarkan kasih itu mewarnai seluruh kehidupan kita? Apa buktinya kita
mengasihi Dia? Dengan singkat Yesus menjawab, “jikalau kamu berbuat seperti apa yang Kuperintahkan kepadamu…” Sampai di sini ternyata banyak
orang mengeluh bahwa perintah-perintah-Nya itu berat dan terkadang tidak masuk
akal. Musalnya, harus mengasihi musuh, mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali,
menjual harta lalu membagi-bagikannya untuk orang miskin dan seterusnya.
Apakah memang berat perintah Yesus itu? Bisa dijawab “Ya” tetapi juga “Tidak”.
Perintah itu terasa berat ketika kita tidak mempunyai kasih di dalam hati kita.
Ketika ada kasih di hati, kita akan melakukan apa saja untuk yang kita kasihi.
Contohnya, terhadap kekasih, pacar, atau pasangan kita, kita bersedia melakukan
apa saja tanpa mengeluh. Sebaliknya, ketika tidak ada cinta kasih dalam diri,
hal yang sepele pun akan terasa berat dan memberatkan. Semua orang yang lahir
dan berasal dari Allah pasti mempunyai kasih dan kasih itu membuat ringan untuk
mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepada kita. Seperti apa yang
tertulis, “Sebab inilah kasih kepada
Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya
itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia…”(1
Yohanes 5:3-4a). Di sinilah nyata, bahwa bukan dengan pemaksaan atau dengan
perdebatan dunia dimenangkan bagi Kristus, melainkan dengan cinta kasih! Ataukah kita lebih mengasihi diri sendiri
dibandingkan dengan mengasihi Kristus, sehingga menghambat aliran
kasih-Nya bagi dunia?
Kedua,
adakah kesetiaan di dalam hubungan kita dengan Kristus? Cinta selalu
bergandeng erat dengan kesetiaan. Tidak ada kesetiaan tanpa cinta, demikian
juga tidak ada cinta tanpa kesetiaan. Setia berarti berpegang
teguh; patuh, taat;tetap dan teguh hati (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Ada
juga yang mengatakan tidak berpaling.
Pertanyaannya: apakah kita sudah bersikap taat, patuh dan berpegang teguh
kepada Kristus? Apakah hati dan hidup kita hanya berpaut kepada Kristus? Ingat tema minggu
lalu, melekat pada pokok anggur yang benar!
Ketiga,
penerimaan; dalam sebuah persahabatan terdapat unsur penerimaan. Mungkin, pada mulanya
kita sulit menerima orang-orang yang berbeda dari kita. Namun, kita melihat bahwa
kasih Allah itu tidak pandang bulu dan tidak bisa dibatasi oleh manusia. Allah
menerima kita juga tidak dengan serentetan syarat tertentu, bahkan Dia menerima
dan menebus kita selagi kita masih hidup berkanjang dalam dosa! Manusia sering
membatasi kasih Allah, contohnya dalam Kisah Rasul 10, tentang Petrus dan
Kornelius. Baptisan yang diterima Kornelius dipertanyakan, namun ternyata kasih
Allah itu tidak dapat dibatasi oleh tangan manusia. Sehingga pada akhirnya,
Petrus berkata, “Bolehkah orang mencegah
untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh
Kudus sama seperti kita?” (Kisah Para Rasul 10:47)
Ketika kita
memberikan diri kita menjadi sahabat-sahabat Allah yang hidup di dalam
kasihNya, maka kasih itu tidak akan berhenti di dalam diri dan hidup kita.
Kasih itu akan mengalir keluar ke lingkungan sekitar kita. Kasih yang mengalir
keluar itu akan membawa perubahan-perubahan yang signifikan di dalam hidup ini.
Misalnya, kita akan lebih memperhatikan lingkungan di sekitar kita, kita akan
membuka mata , telinga dan hati kita terhadap kesusahan dan kesulitan orang di
sekitar kita. Kita akan menjaga hidup kita dengan lebih baik, sehingga melalui
hidup kita mana nama Tuhan akan dipermuliakan. Dengan demikian, kita dimampukan menjadi
duta-duta Kristus dalam lingkungan di mana kita berada.
Yesus memilih kita untuk menjadi sahabat-Nya pergi ke luar dan berbuah. Yesus meminta kita untuk pergi ke luar bukan untuk berdebat dengan orang lain supaya orang itu masuk Kristen, lebih-lebih bukan untuk memaksakan mereka menjadi Kristen, melainkan untuk menyalurkan cinta kasih Kristus yang lahir dari hati nurani yang tulus dan murni supaya mereka juga mengenal dan mengalami kasih yang murni itu. Itulah buah-buah yang indah, itulah kekuatan cinta dari sahabat-sahabat Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar