Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “melekat” dengan, benar-benar menempel sehingga tidak mudah
lepas; karib sekali; tertanam; tetap terpaku pada…; terpaut. Maka kalimat “Melekat
pada Kristus” dapat kita artikan, “Benar-benar menempel pada Kristus sehingga
tidak mudah lepas”, “Bergaul karib sekali dengan Kristus”, “Tertanam di dalam
Kristus”, “Tetap terpaku pada Kristus”, “Hatinya selalu terpaut pada Kristus”.
Mengapa kita harus benar-benar menempel, bergaul karib sekali, tertanam,
terpaku dan selalu terpaut pada Kristus?
“Akulah pokok anggur yang benar…demikian
juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” (Yoh.
15:1a, 4b). Itulah alasannya! Yesus menyatakan diri-Nya sebagai pokok anggur
dengan kualifikasi “yang benar”. Apa artinya? Yesus menjamin, barangsiapa yang
tinggal (dalam pemahaman melekat) kepada-Nya sudah pasti akan menghasilkan buah.
Namun, kata “yang benar” juga dapat mengindikasikan bahwa ada pokok anggur yang
tidak benar. Yesus menyatakan diri pokok anggur άλέθένοσ, artinya : benar,
sungguh-sungguh, asli, tulen di tengah-tengah kenyataan bahwa gambaran pokok
anggur di Israel hanya digunakan dalam konotasi jelek.
Dalam Perjanjian Lama, Israel sering digambarkan sebagai pokok anggur
dan kebun anggur Allah. “Kebun anggur
Tuhan adalah rumah Israel” (Yes 5:1-7). “Namun, AKu telah membuat engkau tumbuh sebagai pokok anggur pilihan”
(Yer 2:21). Yehezkiel juga menggambarkan Israel sebagai pokok anggur ( Yeh.
19:10) Hal serupa dicatat pula dalam Hosea 10:1, Mazmur 80:9). Namun, sangatlah
mengherankan bahwa dalam Perjanjian Lama, metafor kebun anggur dan pokok anggur
digunakan dalam pengertian degeneratif.
Dalam gambaran Yesaya, kebun anggur itu telah menjadi liar. Yeremia mengeluh
bahwa umat Allah telah berubah menjadi pokok anggur yang telah menjadi rusak
dan liar.” Berdasarkan kenyataan ini, William Barclay menafsirkan: Seolah-olah
Yesus hendak mengatakan, “Kamu pikir bahwa kamu adalah keturunan Israel maka
kamu menganggap diri sebagai ranting dari pokok anggur yang benar dari Allah.
Padahal, seperti para nabi terdahulu mengatakan bahwa kamu adalah kebun anggur
liar yang telah rusak. Aku inilah pokok anggur yang benar. Kenyataan bahwa
dirimu adalah orang Yahudi, hal itu tidak akan menyelamatkan engkau.
Satu-satunya yang dapat menyelamatkan kamu ialah mempunyai hubungan persekutuan
yang erat (baca: melekat) dengan Aku, karena Akulah pokok anggur yang benar dan
kamu haruslah merupakan ranting-ranting yang dihubungkan dengan Aku.” Yesus
menekankan bukan darah Yahudi, tetapi iman kepada-Nya itulah jalan menuju
kepada keselamatan dari Allah.
Dalam gambaran tentang “pokok anggur” ini, Yesus mau mengatakan bahwa
tidak ada hal otomatis dalam kehidupan beriman. Orang tidak cukup asal percaya
saja atau punya garis keturunan tertentu lalu dengan demikian menjamin dirinya
pasti selamat. Atau cukup satu kali menerima firman dan menyatakan pertobatan.
Lebih jauh, Yesus mengingatkan bahwa kehidupan yang berbuah itu tidak cukup
hanya sekedar “tinggal” di dalam Yesus. Melainkan terus-menerus tinggal dalam
Yesus (baca: arti kata melekat pada Yesus). Penomena yang ada, sering orang
merasa puas hanya datang dan mendengar firman Tuhan seminggu sekali, sebulan
sekali atau setahun sekali. Bagaimana mungkin firman-Nya bisa tinggal dan
menetap? Ibarat ranting anggur yang hanya sesekali dapat nutrisi dari pokoknya
akan mudah mengering. Ranting semacam ini pada saatnya akan dipotong, dibuang
dan dibakar karena tidak ada gunanya lagi. Hal ini tentu berbeda dengan mereka
yang benar-benar tinggal/melekat pada Kristus, yang selalu menyimpan, hatinya
terpaut dan terarah kepada firman-Nya. Nutrisi akan terus mengalir, orang
seperti ini akan menjadi ranting yang berbuah lebat. Dalam hal ini, Yesus
mengambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur yang mengalirkan kehidupan pada
setiap ranting.
Yesus menyatakan bahwa para murid yang ada di hadapan-Nya memang sudah
bersih karena firman yang telah dikatakan-Nya kepada mereka. Bersih berarti
terbebas dari hambatan untuk menghasilkan buah. Ketika ranting-ranting mulai
berdaun dan berbunga, pekerja akan membersihkan dengan jalan memotong
ranting-ranting kecil yang diperkirakan akan mengganggu pertumbuhan ranting itu.
Dengan begitu, ranting yang memiliki buah akan bisa tumbuh dengan nutrisi
memadai. Dalam kehidupan orang percaya pun kadang Tuhan “memangkas” apa yang
tidak diperlukan dalam hidup kita, supaya pertumbuhan kita menjadi fokus. Bisa
jadi saat pemangkasan itu kita berteriak kesakitan. Kita merasa ada yang hilang
dan tercerabut dalam kehidupan kita. Namun, dari sudut pandang “Si pemangkas”,
ada tujuan baik, yakni semakin berbuah lebat. Ada banyak contoh orang Kristen
yang “dipangkas” kemudian semakin berbuah lebat melalui kesaksian hidupanya.
Entah itu karena sakit berat, ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, tertekan
dengan situasi dan lain sebagainya. Namun, justeru situasi itu tidak membuat
mereka “mati” melainkan semakin merambat dan menghasilkan buah-buah bagi
kesaksian nama Tuhan.
Pernyataan Yesus tentang pokok anggur diakhiri dengan sebuah perintah, “Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam
kamu.” Tema tinggal di dalam Yesus merupakan tema penting dalam Injil
Yohanes, dalam bagian ini, Yohanes tujuh kali mengulang kata itu. Yang menarik,
Yohanes menggunakan kata ini dalam bentuk aorist
imperative :μεινατη bentuk ini biasanya dipergunakan kalau seseorang
memerintahkan kepada orang lain untuk
memulai sesuatu. Misalnya, “Makanlah!”. Orang yang diperintah saat itu
belum sama sekali makan. Bagaiman perintah “tinggallah di dalam Aku” padahal
para murid sudah ada bersama-sama dengan Yesus? Kalau maksudnya adalah “teruslah
tinggal bersama Aku” atau “tetaplah tinggal bersama dengan Aku!” Itu dapat kita
mengerti.
Perintah dalam bentuk aorist
ini memperkuat suasana perpisahan yang akan segera dialami oleh para murid.
Peristiwa kepergian Yesus akan menentukan kehidupan para murid. Maka perintah
untuk tinggal di dalam Yesus bukan hanya perintah untuk tetap tinggal, tetapi
perintah untuk membuat keputusan baru tentang pilihan mereka untuk mengikut
Yesus. Sebagai murid, mereka memang telah tinggal bersama Yesus, tetapi ada
Yudas Iskaryot yang memilih meninggalkan Yesus. Di Galilea kelak, ada banyak
murid yang meninggalkan Yesus dan tidak lagi mengikuti Dia. Sekarang di hadapan
Yesus yang akan meninggalkan mereka itu, mereka harus membuat keputusan tegas,
seolah-olah sebuah keputusan baru: tinggal dalam Yesus atau meninggalkan Yesus.
Setiap hari, setiap saat menuntut kita membuat keputusan, apakah
mengikuti suara Yesus yang membuat kita tetap tinggal di dalam-Nya, ataukah
kita memilih melupakan-Nya, ketika keuntungan sudah terbayang di benak kita.
Kita tidak akan cukup kuat untuk memutuskan tetap tinggal di dalam-Nya jika saja
hidup persekutuan kita asal-asalan. Sama seperti sepasang kekasih, kalau di
hati mereka tetap terpaut, selalu terbayang wajahnya, dan terngiang suaranya,
maka mereka tidak akan mudah dipisahkan, sekalipun godaan menggiurkan ada di
depan mata mereka. Sebaliknya, kita dapat menduga kalau hubungan kasih itu
tidak cukup melekat, penghianatan pun tinggal tunggu waktunya.
Yesus tidak hanya memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di dalam
Dia, tetapi juga menyakinkan mereka bahwa Ia akan tinggal di dalam mereka. Dalam
kesatuan itu, para murid akan menerima aliran hidup dari Yesus yang
memungkinkan mereka akan berbuah. Buah seperti apa yang dihasilkan dalam
hubungan erat dengan Kristus? Kalau mengacu kepada perikop setelah pembicaraan
pokok anggur yang benar adalah tentang perintah saling mengasihi. Jadi, tidak
lain hubungan yang erat melekat dengan Kristus itu akan menghasilkan buah cinta
kasih. Cinta kasih terhadap Tuhan dan sesama. Buah yang benar adalah cinta
kasih yang benar, jauh dari kepura-puraan. Cinta kasih yang membebaskan dari
segala bentuk ketakutan.
Buah yang benar itu tidak hanya
sekedar ucapan di bibir bahwa saya mengasihi Allah. Buah yang otentik benar
adalah nyata dari wujud cinta itu, yakni
mengasihi sesama dengan tulus, “Jikalau
seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia
adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya,
tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya.” (1 Yohanes 4:20).
Sudahkah kita berbuah? Jika belum, berati ada hubungan yang harus dibereskan
dengan Kristus. Jika sudah, maukah kita terus berbuah? Jangan marah ketika
Tuhan “memangkas” kita, itu semata untuk kebaikan kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar