Kuutus ‘kau mengabdi tanpa pamrih,
berkarya t’rus dengan hati teguh,
meski dihina dan menanggung duka.
Kuutus kau mengabdi bagi-Ku
Kuutus ‘kau membalut yang terluka,
menolong jiwa sarat berkeluh,
menanggung susah dan derita dunia.
Kuutus ‘kau berkurban bagi-Ku
Kuutus ‘kau kepada yang tersisih,
yang hatinya diliputi sendu,
sebatang kara tanpa handai taulan.
Kuutus ‘kau membagi kasih-Ku.
Kuutus ‘kau tinggalkan ambisimu,
padamkanlah segala nafsumu,
namun berkaryalah dengan sesama.
Kuutus kau bersatulah teguh.
Kuutus ‘kau mencari sesamamu
yang hatinya tegar terbelenggu,
‘tuk menyelami karya di Kalvari.
Kuutus ‘kau mengiring langkah-Ku.
Kar’na Bapa mengutus-Ku, Kuutus ‘kau. (NKB. 210)
Karya klasik sekaligus terbesar dalam hidup Edith Margaret Clarkson
(1915-2008) ini adalah sebagai reflesksi dari Injil Yohanes 20:21, “…Sama seperti Bapa mengutus AKu, demikian
juga sekarang Aku mengutus kamu.” Mergie, begitulah nama panggilannya,
lahir di Melville Saskatchewan 8 Juni 1915. Ia memiliki masa kecil yang penuh
penderitaan. Sepanjang hidupnya sejak usia 3 tahun Mergie mengidap penyakit
Juvenile arthritis, yang menyebabkan migren, disertai muntah dan kejang.
Menginjak usianya lima tahun keluarganya pindah ke Toronto. Di sana ia
bergereja di St. John Presbyterian. Gereja ini membawa pengaruh besar bagi
kehidupan spiritual Mergie. Ia sangat menikmati hymne-hymne yang dinyanyikan
dalam ibadah di gereja itu. Ketika ia berusia 13 tahun, kedua orang tuanya
bercerai.
Dengan sakit yang diderita, orang tua yang bercerai, serta kehidupan
ekonomi yang tidak begitu baik, Mergie terus melanjutkan sekolah. Mergie
mengalami kesepian luar biasa; kesepenian mental dan spiritual. Pada saat-saat
itulah, ia menulis kata-kata dari rasa sakit dan penderitaannya yang merupakan
versi awal dari syairnya yang terkenal itu, “So Send I You”
I do not know tomorrow’s way
If dark or bright its hours may be
But I know Christ, and come what may
I know that he abides with me
I do not know what may be
fall of grief or gladness, peace or pain
But I know Christ, and through it all
I know his presence will sustain.
If dark or bright its hours may be
But I know Christ, and come what may
I know that he abides with me
I do not know what may be
fall of grief or gladness, peace or pain
But I know Christ, and through it all
I know his presence will sustain.
Dalam penderitaan dan kesepiannya, Mergie
mengisahkan, “Suatu malam ketika saya sedang mempelajari
Firman Tuhan dan merenungkan keadaan saya, saya teringat pada Injil Yohanes
pasal 20 dan pada kata-kata ‘Aku mengutus kamu’. Karena cacat tubuh yang saya
derita, saya tidak bisa pergi ke berbagai tempat untuk melayani, namun pada
malam itu Tuhan menunjukkan bahwa di sinilah ladang pelayanan saya. Saya telah
menulis sajak selama hidup saya, jadi sangat mudah bagi saya untuk
mengekspresikan pemikiran saya dalam sebuah puisi yang kemudian dijadikan
sebuah lagu.
Beberapa tahun kemudian saya menyadari bahwa puisi tersebut sangat
bersifat berat sebelah. Puisi tersebut hanya berisikan tentang penderitaan dan
kehidupan yang serba kekurangan dari sebuah panggilan misionari. Saya menulis
sebuah lirik lain dengan irama lagu yang sama sehingga ayat-ayat lagu tersebut
dapat digunakan secara bergantian. Sangat menarik karena di kemudian hari,
versi yang baru ini lebih disukai. Saya sangat bersukacita atas hal ini sebab
saya sangat ingin menjadi seorang penulis yang mengacu pada Alkitab dan versi
yang kedua itulah yang lebih mengacu pada Alkitab”. Begitulah kisah lahirlah
lagu ‘So Send I You’ versi kedua yang dikenal sampai sekarang dengan berbagai
terjemahan, di antaranya : "KuUtus 'Kau" atau "Ku Kirim Kau”
Yohanes 20:21 menjadi berita yang membangkitkan
bagi Edith Margareth
Clarkson di tengah penderitaan dan kesulitan hidupnya. Kalimat yang singkat itu
semula ada dalam konteks ketika murid-murid Yesus mengunci diri di satu ruangan
dalam sebuah rumah. Pada malam itulah, Yesus datang di tengah-tengah para
murid. Mungkin aneh bagi kita. Mengapa? Baru pagi tadi mereka telah mendengar
berita tentang kebangkitan yang disampaiakan Maria Magdalena dan kemudian
Petrus disertai murid yang dikasihi itu membuktikannya ke kubur Yesus tetapi
mengapa pada malam itu mereka masih mengunci diri dalam sebuah ruangan. Mengapa
mereka tidak antusias? Apakah mereka masih takut terhadap orang-orang Yahudi?
Bisa jadi begitu. Rasa takut dan trauma belum menghilang, masih dibutuhkan
waktu bagi mereka untuk dapat bersaksi ke luar tentang berita kebangkitan itu.
Untunglah Yesus datang memberi salam damai sejahtera kepada mereka.
Keraguan terhadap kebangkitan-Nya dijawab tuntas. Yesus tampil dengan
menampakkan bekas luka aniaya salib itu. Lubang bekas paku di tangan dan kaki serta
lambung yang robek tak dapat disangkal lagi Yesus membawa bukti otentik bahwa
yang hadir itu adalah Dia yang disalibkan dan dikuburkan itu. Yesus meneguhkan
keraguan mereka dan sekaligus mengutus mereka sama seperti diri-Nya yang diutus
oleh Sang Bapa. Namun, sayangnya Tomas tidak ada bersama mereka. Peneguhan akan
keraguan Tomas nanti akan dijawab Yesus secara khusus setelah kisah ini.
Yesus tidak hanya mampu menembus pintu-pintu ruangan yang terkunci
tetapi juga sekaligus menembus pintu-pintu hati manusia yang terkunci akibat
kekecewaan, ketakutan dan penderitaan. Yesus membuka belenggu itu sehingga
kebangkitan itu menjadi pengalaman empirik bagi mereka. Ini bukan sekedar ilusi
atau halusinasi dari seorang yang tenggelam dalam kekecewaan. Mereka dipulihkan
dari keraguan, diteguhkan dan dikuatkan dari ketakutan dan kekuatiran sehingga
kini mereka siap diutus untuk menyatakan berita kebangkitan itu. Mereka siap
berbagi berita sukacita agar setiap orang yang tidak berpengaharapan mempunyai
pengharapan.
Mengiringi pengutusan itu, Yesus tidak menyuruh mereka pergi dengan
tangan hampa. Ia menghembuskan (emfysao)
para murid itu dengan Roh Kudus. Kata “menghembusi” digunakan Alkitab dalam
konteks, antara lain: ketika penciptaan manusia, Allah menghembuskan nafas
hidup ke hidung Adam sehingga ia menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7).
Kitab Yehezkiel juga menggunakan kata yang sama untuk menceritakan hembusan roh
terhadap tulang-tulang kering rakyat Israel yang kemudian membuat mereka hidup
kembali (Yehezkiel 37:9). Kini, kata dan Roh yang sama diberikan Yesus kepada
para murid yang siap diutus. Tuhan tidak pernah mengutus seseorang dengan
tangan hampa. Ia melengkapinya dengan kuasa Roh Kudus. Kuasa yang menghidupkan!
Kelak dalam perjalanan kesaksian para rasul, kita akan menemukan bahwa mereka
diserti oleh Kuasa Roh Kudus dalam bersaksi dan melayani. Dalam Kisah Rasul 4
:32-35, kuasa itu bahkan menjelma dalam sebuah komunitas baru yang saling
peduli dan mau berbagi.
Kuasa Roh Kudus itu mampu mengatasi tantangan, penderitaan dan kesulitan
para murid sehingga Injil terus tersebar. Sekali lagi, bagi mereka kuasa
kebangkitan itu begitu nyata! Demikian juga dengan Margaret Clarkson, kuasa itu
nyata. Di sepanjang hidupnya Edit Margaret
Clarkson telah mengalami berbagai bentuk penderitaan, mulai dari perceraian orangtuanya,
rasa sakit fisik yang terus menerus, keuangan yang susah, kesepian dan isolasi,
namun demikian hidupnya yang bergantung pada penghiburan Tuhan tersebut, telah
menjadi pelajaran berharga bagi kita. ‘So Send I You’ merupakan karya Margaret
terbesar dalam hidupnya karena lagu tersebut merupakan ringkasan kesaksian
Margaret yang sudah melihat panggilan Allah atas hidupnya, di tempat dimana dia
berada. Bahwa dia diutus untuk melayani orang lain dalam kemenangan. Tinggalkan
rasa sedih dan sakitmu, bangkitlah layani Tuhan,
di luar sana banyak orang perlu Saudara!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar