Paskah 2015
Empat Injil mencatat peristiwa kebangkitan Yesus. Masing-masing mempunyai keunikannya tersendiri. Keempat Injil tidak menampikkan peran murid perempuan. Murid perempuanlah yang pertama kali datang ke kebur Yesus dan menyaksikan bahwa kubur itu udah kosong sekaligus pernyataan dari yang ilahi bahwa penyebab kosongnya kubur itu karena Yesus sudah bangkit! Namun, setelah itu, masing-masing Injil punya narasi berbeda. Markus mengisahkan di akhir persitiwa kubur kosong itu dengan para perempuan yang meninggalkan kubur itu dengan gentar dan dasyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun karena takut (Markus 16:8). Matius mencatat bahwa para perempuan itu pergi dari kubur dengan takut sekaligus diliputi kegembiraan besar. Lalu mereka buru-buru berlari untuk memberitahukan kabar itu kepada para murid yang lain (Matius 28:8). Lain lagi dengan Lukas. Ia menceritakan kisah penampakan Yesus kepada Petrus, lalu kepada dua orang murid yang menuju Emaus dan kemudian penampakan kepada para murid. Lalu kisah ini berakhir dengan tugas pengutusan kepada para murid dan Yesus naik ke surga.
Sama seperti penulis Injil sinoptik, Yohanes merekam kisah kebangkitan
Yesus dengan kisah perempuan yang pergi ke kubur Yesus. Berbeda dengan Injil
yang lain, Yohanes menyebutkan bahwa yang datang ke kubur Yesus itu menyebut
hanya seorang perempuan saja, yakni Maria Magdalena. Ia pergi ke makam Yesus
pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap (Yohanes
20:1). Ia sampai di kubur itu dan menjumpai kenyataan bahwa batu penutup kubur
telah diambil, artinya kubur Yesus sudah terbuka. Melihat kenyataan itu, Maria
segera berlari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain, yang dikasihi
Yesus. Atas kenyataan itu, Maria menyimpulkan kepada mereka bahwa mayat Yesus
telah diambil orang.
Mendengar laporan Maria Magdalena, Petrus dan “murid yang lain” itu
bergegas menuju kubur Yesus. Murid yang dikasihi itu lari lebih cepat sehingga
ia lebih dulu tiba di kubur Yesus. Ia menengok ke dalam kubur tetapi tidak
masuk. Petrus yang datang kemudian, langsung masuk ke dalam makam. Di dalamnya,
ia melihat kain kafan terletak di tanah sedangkan kain peluh tidak terletak
dekat kain kafan. Kain kafan biasanya digunakan untuk membungkus tubuh jenazah
sedangkan kain peluh dipergunakan untuk menutupi wajah jasad seseorang yang
sudah meninggal dalam budaya Yahudi. Murid yang dikasihi itu melihat dan
langsung percaya. Mereka segera pulang. Di manakah Maria Magdalena? Apakah ia
turut pulang juga bersama dua murid laki-laki itu?
Tidak! Maria masih berada di kubur itu. “Tetapi Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis, ia
menjenguk ke dalam kubur itu.”(Yoh.20:11). Ternyata setelah kisah Petrus
dan murid yang dikasihi meninggalkan kubur itu, kisah tentang Maria masih
berlanjut. Sayang, Petrus dan murid yang dikasihi itu tidak menyaksikan adegan
penampakan dua orang malaikat yang berpakaian putih. Maria keukeuh pada pendiriannya, yang ada dibenaknya adalah bahwa Tuhannya
telah dicuri dan diambil orang. Itulah sebabnya ia menangis di kubur Yesus. Gambaran
ini menyiratkan kepada kita begitu dasyatnya kuasa kematian. Meskipun
berkali-kali Yesus sudah mengingatkan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan
menderita kesengsaraan hebat, berakhir dengan kematian tragis di kayu salib dan
pada hari ketiga akan bangkit lagi. Namun, ternyata para murid dan khususnya
dalam konteks ini Maria, tidak mempercayainya. Kematian telah menelan semua
janji-janji Tuhan. Bahkan ketika Maria menoleh ke belakang dan mendapati sosok
Yesus berhadapan dengan dirinya, ia pun tidak mengenalinya.
Jalan pikiran Maria sudah diliputi kesedihan dan berada di bawah kuasa
kematian itu. Sang Guru yang kini menyapanya dicurigai sebagai sosok orang yang
mencuri jasad Tuhannya. “Tuan, jikalau
Tuan yang mengambil Dia, katakan kepadaku, di mana Tuan meletakkan DIa supaya
aku dapat mengambil-Nya?”(Yoh.20: 15). Yesus kemudian menyebut nama Maria.
Saat itu juga, Maria mengenali siapa yang sedang berbicara dengannya. Maria
berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani : “Rabuni!”, artinya, Guruku!
Di sini kita dapat belajar dan memahami: begitu dasyatnya kuasa
kematian, pelbagai peringatan dan pernyataan Yesus tentang kehidupan seolah
ditelan bulat-bulat. Bukankah hal yang sama menjadi pengalaman kita juga.
Berhadapan dengan kemelut, apalagi kematian membuat kita lupa akan
janji-janji-Nya. Kita lebih sering dihanytkan oleh kuasa kematian itu. Kita menjadi
takberdaya. Kita menjadi sama seperti Maria yang tidak dapat mengenali wajah
Tuhan, yang tidak peka mendengar suara-Nya. Kita menjadi buta oleh kuasa maut
itu! Dapatkah kuasa kebangkitan Tuhan itu mempunyai arti dalam kemelut?
Yesus yang bangkit itu memanggil Maria dengan namanya. Maria sadar bahwa
Tuhannya tidak mati, Ia bangkit dan kini berhadapan muka dengannya! Dampaknya,
segera lenyaplah kuasa maut yang meliputi diri Maria. Kuasa kebangkitan itu
bagi Maria sungguh sangat nyata, menjadi pengalaman empirik. Kuasa itu membuat
Maria segera dapat mengatasi kesedihannya. Kita sering berdebat tentang
peristiwa kebangkitan Yesus, bahkan berani mempertaruhkan apa saja untuk
membela doktrin kebangkitan. Yang sering membuat kita lupa adalah, apakah
kebangkitan Yesus itu telah menjadi pengalaman empirik kita? Bagaimana ketika
kita berhadapan dengan kemelut dan tragedi, apakah kuasa kebangkitan itu
berbicara? Atau tetap sunyi di alam kubur?
Segera sesudah menyadari bahwa Yesus bangkit, Maria tidak ingin
kehilangan Yesus lagi. Ia berusaha memegangi Yesus. Yesus berkata kepadanya, “Jangan engkau memegang AKu, sebab Aku belum
pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah
kepada mereka, bahwa sekarang AKu akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada
Allah-Ku dan Allahmu.”(Yoh.20:17). Dalam Injil Yohanes, Yesus sendirilah
yang menyatakan kebangkitan-Nya. Ia menemui Maria secara langsung dan
mengutusnya untuk menyatakan kebangkitan itu kepada murid-murid yang lain.
Kegembiraan Maria seolah ingin dirasakan lebih lama oleh dirinya.
Rupanya ia terus memegangi Yesus. Dalam pernyataan Yesus kepada Maria Magdalena
itu, kata haptau adalah imperatif presens. Oleh karena itu, dari aturan
gramatik, pernyataan Yesus itu harus diterjemahkan: “Berhentilah memegang-Ku”,
bukan sekedar “jangan memegang Aku”. Saat itu, dari bahasa yang digunakan,
sebenarnya Maria sudah memegang Yesus dan Yesus memintanya untuk berhenti
memegang-Nya. Ia tidak boleh terus-menerus memegang Yesus. Ada tugas yang belum
selesai baik bagi Yesus sendiri maupun bagi Maria. Bagi Yesus, karena Ia belum
kembali kepada Bapa-Nya. Sedangkan Maria mempunyai tugas perutusan, yakni
menyampaikan kabar baik itu kepada murid-murid yang lain. Seolah Yesus ingin
mengatakan bahwa kebangkitan-Nya tidak boleh digenggam hanya untuk diri Maria
sendiri. Maria diutus Yesus untuk menyampaikan peristiwa kebangkitan itu kepada
para murid yang lain. Dalam narasi kebangkitan menurut Yohanes, Maria Magdalena
telah menjadi apostola apostolorum, rasul
bagi para rasul.
Siapakah Maria Magdalena ini? Dari nama belakangnya, tampaknya ia
berasal dari Magdala, suatu desa di Galilea. Sebagian besar penduduk Galilea
dihuni oleh bangsa-bangsa non Yahudi (Yes. 8:23). Orang-orang Yahudi pada zaman
Yesus tidak menyukai orang Galilea (Yoh.7:52). Besar kemungkinan Maria bukanlah
orang Yahudi. Dalam tatanan ketahiran Yudaisme Maria menempati kelas “teri”.
Perempuan sekaligus orang-orang yang tidak disukai oleh kebanyakan orang
Yahudi. Namun, kepada orang yang terpinggirkan menurut strata sosial Yahudi,
Yesus justeru memakainya sebagai orang yang teramat penting. Saksi pertama dari
kebangkitan-Nya sekaligus rasul bagi para rasul! Yesus tidak pernah mamandang
status seseorang. Ingat dulu ketika kelahiran-Nya, yang pertama kali mendengar
kabar gembira itu bukan para pembesar atau penguasa, melainkan kaum gembala!
Allah berkenan memakai orang-orang sederhana, Ia tidak pernah membeda-bedakan
orang!
Betapa pun sederhananya kita,
Allah mau menyapa kita. Allah tidak pernah membeda-bedakan orang. Ia ingin kuasa kebangkitan-Nya bukan hanya menjadi
bahan polemik, melainkan dapat dialami oleh semua orang. Dan semua orang,
termasuk kita di dalamnya, yang telah mengalaminya, diminta-Nya seperti Maria
Magdalena untuk mewartakannya kepada sesama kapan dan di mana pun kita berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar