Sepotong ikan goreng! Teman nasi yang mudah didapat khususnya di
kalangan masyarakat kelas bawah. Bicara kandungan gizi, lauk yang satu ini
tidak kalah dari steak, barberque, hot
dog, kambing guling, dan yang sejenisnya. Ikan goreng sangat sederhana dan
mudah dalam penyajian. Ikan goreng itulah menu atau lebih tepatnya hidangan
untuk menyakinkan keragu-raguan para murid tentang Yesus yang bangit!
Sepotong ikan goreng! Yesus tidak memakai hal-hal yang rumit untuk
membuktikan kebangkitan-Nya. Ia memilih menyatakan diri dengan apa yang setiap
orang lakukan, makan! Itu pun dengan makanan yang sangat sederhana. Apa yang
ada pada saat itu. Mengherankan, di kemudian hari orang memakai hal atau
perkara yang rumit untuk menjelaskan tentang kebangkitan Yesus. Ikan goreng
selain makanan pertama yang disantap Yesus sesudah kebangkitan-Nya, sekaligus
juga senjata pamungkas untuk membuktikan kepada para murid bahwa diri-Nya
benar-benar hidup seperti yang dulu. Rupanya, sebelum sampai ikan goreng, Yesus
beberapa kali menyadarkan para murid bahwa diri-Nya bangkit.
Peristiwa ini terjadi setelah Kleopas dan temannya yang menuju ke Emaus
berjumpa dengan Yesus yang bangkit. Mereka memutuskan untuk tidak menetap di
Emaus. Mereka kembali ke Yerusalem. Di Yerusalem mereka bertemu dengan
kesebelas murid Yesus yang sedang berkumpul bersama- sama pengikut Yesus yang
lain. Barangkali mereka sedang membicarakan peristiwa yang mengejutkan tentang
Guru mereka. Mengingat Yesus telah menampakan diri kepada beberapa murid.
Mungkin juga murid-murid yang berjumpa dengan Yesus, termasuk Kleopas dan
temannya dipenuhi antusias berbagi cerita tentang perjumpaan itu. Namun, perlu
dicatat bahwa tidak semua murid itu mengalami perjumpaan sehingga ada meragukan
perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu. Akibatnya, mereka tidak dapat begitu
saja menerima kebangkitan Yesus.
Nah, ketika cerita seru itu terjadi, tokoh sentral yang sedang
dibicarakan, Yesus tiba-tiba hadir di tengah-tengah mereka dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Apa reaksi
mereka? Alih-alih bersukacita, mereka takut dan mengira yang menampakkan diri
itu adalah hantu (Lukas 24:36-37). Menjawab ketakutan ini, Yesus menegur dan
bertanya, mengapa mereka ragu-ragu? Yesus meyakinkan dengan meminta mereka
untuk meraba tubuh-Nya. Kemudian ia memerlihatkan tangan dan kaki-Nya untuk
menegaskan bahwa dugaan mereka salah. Yang hadir di tengah-tengah mereka bukan
hantu karena hantu tidak ada daging dan tulangnya (Luk.24:39-40). Selain untuk
meyakinkan kehadiran-Nya, pernyataan Yesus ini adalah untuk menepis pandangan
kaum Gnostik Kristen yang menolak adanya unsur jasmani pada kebangkitan Yesus.
Mereka meyakini bahwa tubuh jasmani tidak mempunyai tempat dalam kehadiran Yang
Kudus.
Bagaimana reaksi para murid ketika Yesus sudah memerlihatkan tubuh-Nya
sendiri? Reaksi itu terungkap melalui kalimat, “…mereka belum percaya karena girangnya dan heran..”(Luk.24:41).
Mungkin, kita bertanya dan heran terhadap sikap orang-orang yang ada di situ,
mengapa mereka sulit sekali percaya bahwa yang hadir di situ adalah benar-benar
Yesus yang disalibkan dan mati itu. Oop, tunggu dulu sebelum menghakimi. Sangat
mungkin, kalau kita juga hadir di sana, kita pun sama seperti mereka. Sulit untuk
percaya! Mengapa? Bayang-bayang kematian itu telah mencengkram nalar, logika
dan hati manusia!
Sepotong ikan goreng! Ternyata merupakan senjata ampuh untuk menepis
keragu-raguan para murid. Di tengah
masih adanya orang yang ragu-ragu, Yesus meminta makanan, kata-Nya, “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu mereka
memberikan sepotong ikan goreng kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia
mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.”(Lukas 24:41-43). Ikan
goreng telah menunjukkan manusia konkret, bahwa yang hadir di tengah-tengah
mereka bukanlah hantu, tetapi Yesus! Manusia yang membutuhkan makanan, layaknya
seperti kita semua! Kisah duduk makan bersama dengan para murid ini di kemudian
hari menjadi jaminan obyektif bagi para murid dalam memberitakan kesaksian
kebangkitan Yesus. “Yesus itu telah
dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga, dan Allah berkenan, bahwa Ia menampakkan
diri, bukan kepada seluruh bangsa, tetapi kepada saksi-saksi, yang sebelumnya
telah ditunjuk oleh Allah, yaitu kepada kami yang telah duduk makan dan minum
bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati.” (Kisah
Para Rasul 10:40-41).
Masalah paling pokok dalam kebangkitan Yesus adalah penerimaan. Menerima
berarti menyakini dan mengimani bahwa Yesus sungguh-sungguh hidup, Ia
mengalahkan maut! Setelah para murid tidak lagi ada kesangsian terhadap
diri-Nya – sama seperti terhadap dua orang yang menuju Emaus – Yesus menjelaskan
kembali tentang ucapan-ucapan-Nya sebelum peristiwa salib yang telah tertera
dalam Taurat, kitab nabi-nabi dan Mazmur. Setelah itu, Yesus sendirilah yang
membuka pikiran mereka dan mereka mengerti!
Yesus tidak membiarkan para murid terombang-ambing dari keraguan,
kesedihan dan kekecewaan. Setiap peristiwa perjumpaan Yesus yang bangkit dengan
para murid-Nya selalu saja terjadi perubahan radikal. Yang sedih dibuat-Nya
sukacita, seperti Maria Magdalena. Yang ragu-ragu dikuatkan imannya, seperti
Tomas dan murid-murid dalam cerita Lukas 24 ini. Yang kecewa seperti Petrus
karena telah menyangkal-Nya, dikuatkan dan diteguhkan kembali. Yang putus asa
dan kehilangan semangat, seperti Kleopas dan temannya, dikobarkan kembali.
Dampak perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu luar biasa mengubahkan para
murid.
Apakah kebangkitan Yesus itu mempunyai dampak dalam hidup kita?
Mengubahkan secara total kehidupan kita? Ataukah hanya sekedar pelengkap dari
sebuah dokma atau ajaran agama? Mestinya, perubahan itu nyata bahkan radikal.
Kesediah berubah menjadi kegembiraan; keraguan berubah menjadi optimisme;
keputusasaan berubah menjadi penuh pengharapan; kehilangan semangat berubah
menjadi semangat yang menyala-nyala. Selama hal ini tidak menjadi pengalaman
empirik, selama itu berita kebangkitan tidak menyentuh persoalan manusia.
Setelah para murid mengalami perubahan total dalam kehidupan mereka,
Yesus meminta mereka sebagai saksi-Nya, “Kamu
adalah saksi dari semuanya ini.”(Lukas 24:48). Tentu saksi tentang
kebangkitan dan karya penyelamatan melalui-Nya. Yesus menyadari – sama seperti
diri-Nya yang mengemban misi dari Bapa-Nya – bahwa para murid-Nya pun akan
mengalami tantangan dan hambatan yang tidak mudah. Oleh karena itu Yesus
meminta agar para murid tetap berkumpul di Yerusalem sampai mereka
diperlengkapi oleh kekuasaan dari tempat tinggi (Luk.24:49). Mereka mematuhinya
sampai peristiwa Pentakosta, Roh Kudus dicurahkan. Sejak saat itulah para murid
memberitakan Injil dengan disertai kuasa Roh Kudus. Selanjutnya, mereka menjadi
saksi mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ujung-ujung bumi.
Jatuh bangun para murid dapat menerima dan meyakini kebangkitan Yesus.
Tidak mudah untuk begitu saja percaya. Namun, setelah diubahkan, mereka menjadi
saksi-saksi Tuhan yang andal sampai ke ujung-ujung bumi. Bagi kita berlaku hal
yang sama: kebangkitan itu sederhana, masalah penerimaan dan kemudian
aktualisasi dalam hidup nyata.
Sama seperti para murid dulu
menerima, meyakini dan menjadikan kebangkitan itu sebagai momentum perubahan
radikal. Setelah itu mereka diutus, demikian pula dengan kita. Utusan itu tidak
pernah berhenti dalam suatu zaman dan dalam kurun waktu tertentu. Di sepanjang
zaman dan tempat manusia tetap membutuhkan penyelamatan. Sebagaimana Yesus
menggunakan hal-hal sederhana, pakailah juga hal-hal sederhana dalam kehidupan
ini untuk memberitakan karya keselamatan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar