Pra-paska III
Kelambatan pengesahan APBD Jakarta 2015 tentunya bisa memengaruhi
serapan anggaran tahun 2015. Kekisruhan pengesahan APBD semestinya tidak perlu
terjadi. Hak angket yang merupakan hak DPRD seharusnya tak perlu digunakan jika
memang ada komunikasi tulus antara Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan
DPRD. DPRD menggunakan hak angket dengan dalil Ahok telah melanggar prosedur
dengan menyerahkan draf RAPBD yang belum disepakati oleh DPRD ke Kementerian
Dalam Negeri. Langkah DPRD itu ditanggapi dengan pelaporan oleh Gubernur
Jakarta ke Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran Ahok menduga DPRD telah
menyusun dan memasukkan “dana siluman” sejumlah Rp. 12 triliun. Yang perlu
dipahami bahwa anggaran itu merupakan dana milik rakyat!
Konfrontasi terbuka telah berminggu-minggu menjadi tontonan publik. Ahok
bergeming dengan keyakinan substansial bahwa ia tidak bisa menghianati rakyat
yang memilihnya dengan begitu saja menyetujui anggaran siluman yang masuk APBD.
Praktek seperti ini harus dilawan! DPRD punya senjata. Senjata itu bernama “prosedur”
dan legitimasi. Sampai kapan pun konfrontasi ini sulit menemukan titik temu.
Satu bicara substansi dan yang lain prosedur legitimasi. Mestinya, yang terjadi
adalah prosedur melayani atau sebagai alat substansi. Bukan sebaliknya, demi
prosedur semua bisa dikompromikan!
Konfrontasi terbuka di Bait Allah pernah terjadi. Bait Allah terletak di
Yerusalem yang merupakan pusat geografis dan religius Palestina bahkan sampai
sekarang. Yerusalem menjadi tempat konfrontasi Yesus berhadapan dengan “orang-orang
Yahudi”. Orang-orang Yahudi tidaklah mesti ditafsirkan keseluruhan orang Yahudi
sebab Yesus dan murid-murid-Nya pun orang Yahudi. Orang-orang Yahudi di sini
adalah istilah yang merujuk kepada para pemimpin atau penguasa politik religius
Yahudi yang berpusat di Yerusalem. Mereka adalah orang-orang yang sejak
kemunculan Yesus tidak suka dengan-Nya. Orang-orang ini terus menentang Yesus,
mencari-cari kesalahan dan nantinya membuat persekongkokalan membunuh Yesus.
Artinya, Yesus berkonfrontasi dengan para pemimpin Yahudi. Dua kelompok dominan
adalah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
Di Yerusalem konfrontasi itu selalu terjadi. Peristiwa penyucian Bait Allah
merupakan pemicu konfrontasi utama antara Yesus dengan para pemimpin Yahudi.
Injil Yohanes (2:13-22) mencatat, peristiwa itu terjadi menjelang hari Raya
Paskah. Hari Raya terbesar bagi umat Yahudi. Pada hari Raya itu, setiap
laki-laki Yahudi yang berusia di atas 13 tahun wajib berziarah ke Yerusalem. Oleh
karena itu, menjelang Paskah, Yerusalem menjadi kota yang dipenuhi oleh
peziarah. Upacara utama hari Raya Paskah adalah korban anak domba dan perjamuan
Paskah di dalam keluarga-keluarga. Menjelang Paskah itu wajarlah kalau di
sekitar Bait Allah banyak yang memanfaatkan mencari keuntungan. Sangat tidak
mungkin para peziarah yang berasal dari pelbagai wilayah yang cukup jauh
membawa hewan kurbannya tanpa cacat dan luka. Maka banyak pedagang hewan kurban
(lembu, kambing, domba, merpati) memanfaatkan situasi ini, tentu semua hewan
kurban itu sudah bersertifikat halal.
Namun, sayangnya harganya berkali lipat. Sebab para pedagang hewan ini juga
harus membayar sejumlah besar uang kepada pengurus Bait Allah.
Para penukar uang untuk pajak dan persembahan Bait Allah juga mengeruk
keuntungan yang berlipat ganda. Di Yesrusalem hanya mata uang Tyria yang berlaku maka para peziarah
dari luar Yerusalem mau tidak mau harus menukarkan mata uang yang mereka bawa.
Para pedagang valas ini tentu saja harus
membayar pajak kepada para penguasa Bait Allah. Di sinilah korupsi, kolusi,
kongkalikong dan ketidakjujuran terjadi. Imam Besardan keluarganya juga
menikmati praktik bisnis di sekitar Bait Allah!
Di sisi lain, mereka yang dengan tulus hendak beribadah di Bait Allah
dijadikan sapi perah. Tentu saja ibadah mereka terhambat. Ibadah menjadi begitu
sangat mahal dan untuk mengalami perjumpaan dengan Allah melalui ibadah
merupakan barang mewah! Hal ini menjadi sangat tidak mungkin dinikmati oleh
orang-orang miskin.
Kenyamanan dan kenikmatan dari hasil bisnis di Bait Allah ini terusik
mana kala Yesus memasuki pelataran Bait Allah dengan cemeti di tangan. Ia memporakporandakan
praktik bisnis. Pada waktu itu memang Yesus mengusir para pedagang. Namun,
sebenarnya yang dihadapi Yesus bukan hanya para pedagang tetapi mereka yang ada
di belakang para pedagang itu. Mereka yang menjadi bandar dan penguasa
legitimasi Bait Allah. Dalam kisah ini para pedagang tidak melakukan perlawanan
tetapi para penguasa dan pengusahan itu yang mengecam tindakan Yesus. Mereka
bertanya dan mempersoalkan tindakan Yesus, “Tanda
apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak
demikian?” (Yohanes 2:18). Mereka bertanya soal legitimasi dan prosedur
sementara Yesus bertindak substansial bahwa Rumah Bapa-Nya (Bait Allah) bukan
tenpat penyamun melainkan tempat orang mengalami perjumpaan dengan Allah! Bagi
para pemimpin Yahudi, legitimasi dan prosedur adalah alat atau celah
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Bagi Yesus legitimasi dan prosedur
adalah alat yang memudahkan manusia mengalami perjumpaan dengan Allah. Yesus
menjadi teladan bagi setiap orang percaya. Secara fisik memang benar ia
menyucikan Bait Allah dengan memporak porandakan para pedagang yang ada di
sana. Namun, substansinya ia mengembalikan kekudusan Bait Allah pada fungsi
semula. Yesus rela menanggung resiko bahkan di kota ini juga, Yerusalem kelak
ia akan difitnah, ditangkap, dianiaya dan dihukum mati.
Hakekat semula, Taurat yang Allah berikan kepada Musa untuk bangsa
Israel di Gunung Sinai (Keluaran 20:1-17) adalah untuk menolong bangsa itu
menjadi bangsa yang kudus, berbeda dari bangsa-bangsa lain. Namun, di kemudian
hari Taurat itu telah menjadi sederetan peraturan yang membebani kehidupan umat
manusia. Ingatlah juga akan kritik Yesus
tentang peraturan Sabat. Bagi-Nya, Sabat adalah untuk manusia bukan manusia
untuk Sabat. Peraturan itu ada memang bukan untuk dilanggar tetapi peraturan
itu diberikan agar menolong manusia untuk hidup kudus di hadapan Allah. Allah
memberikan firman-Nya sama sekali bukan membebani manusia melainkan dengan
jalan itulah manusia mengkhususkan diri agar berkenan kepada-Nya.
Firman Allah tidak pernah
membelenggu manusia melainkan merangkul manusia agar dekat kepada-Nya dan membebaskan
manusia dari belenggu dosa termasuk di dalamnya keserakahan dan kemunafikan.
Temukanlah substansi dari firman Allah itu, bukan hanya urusan prosedur atau
kulit luarnya saja, atau dalam bahasa Paulus temukanlah “hikmat Allah” dan
bukan sekedar hikmat manusia (1 Korintus 1:18-25), maka kita akan dapat
menaatinya dengan sukacita, bukan dengan keluh kesah dan beban berat. Hanya
dengan menaati firman-Nya kita dapat menguduskan diri agar hidup berkenan kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar