Mujizat, tidak bisa dipungkiri menyedot banyak perhatian. Pernahkan kita
berpikir, andaikan Yesus tampil tanpa mujizat dalam memberitakan Injil. Masih
adakah orang yang mau mengikuti dan mendengarkan-Nya? Masihkah orang
berbondong-bondong mencari dan mengikuti ke mana pun Ia pergi? Pertanyaan yang
sama bisa juga tertuju kepada kita: Masihkah kita setia dan mangasihi-Nya
ketika Dia tidak menampilkan “mujizat”-Nya? Masihkah kita mencintai-Nya, ketika
tidak ada uang di dompet dan dapur kita tidak mengepul? Sejak awal
kemunculan-Nya di depan publik setelah pembatisan dan pemanggilan para murid
pertama, hampir selalu Yesus tampil disertai dengan mujizat. Tak pelak lagi,
mujizat itu bak gula yang manis, sehingga ke mana pun gula itu pergi, semut
akan terus berbondong-bondong mengerumuninya.
Saya bisa membayangkan, andaikan ikut bersama para murid dalam rombongan
Yesus, setidaknya sampai Markus pasal 1 ayat 39. Pasti seru! Yesus bak
selebritis, berkeliling Galilea, Kapernaum dan daerah-daerah sekitarnya dengan
dikerubuti orang banyak. Tentu, kita akan tersenyum manakala yang sakit demam
seperti ibu mertua Petrus dapat pulih kembali, yang kerasukan setan disembuhkan,
yang buta dapat melihat kembali, yang lumpuh dapat berjalan, sungguh
peristiwa-peristiwa itu menyenangkan.
Mujizat bagaikan pertunjukan yang menyenangkan oleh karena itu kita
sering lupa apa yang terjadi di balik mujizat yang Tuhan lakukan. Setidaknya
ada tiga cerita dalam setiap mujizat yang dilakukan Yesus.
1. Mujizat
itu bercerita tentang Yesus. Bagaimana pun juga tokoh sentral dari sebuah
mujizat adalah Yesus. Mujizat, pastilah tidak berdiri sendiri. Mujizat adalah
tanda yang melengkapi pewartaan Yesus. Jadi, sebenarnya tugas pokok Yesus
bukanlah melulu membuat mujizat melainkan pernyataan bahwa di dalam diri-Nya
Kerajaan Allah sudah datang. Bukti bahwa kerajaan Allah sudah datang adalah
menyingkirnya kuasa-kuasa jahat, Iblis, Setan, Genderewo, dan sejenisnya. Pada zaman-Nya, mujizat selalu berkait erat
dengan pengusiran dan menyingkirnya kuasa jahat. Contohnya, pengusiran setan
dan penyembuhan penyakit.
Yesus mengajak para pendengar-Nya untuk tidak
menjadikan mujizat itu segalanya, melainkan pewartaan-Nya, yakni tentang Injil
Kerajaan Allah itu. Tentu, Ia akan kecewa dan menghindar ketika orang banyak
mengikuti-Nya hanya karena mujizat. Tidaklah mengherankan ketika orang banyak
mengerubungi-Nya, Ia justeru memilih menghindar; lenyap dari kerumunan orang
banyak. Hal yang sama dapat terjadi pada masa kini. Ketika kita mencari Yesus
hanya karena mujizat-Nya, maka Dia pun pasti kecewa. Coba kita bayangkan, kalau
ada orang yang mau berkawan dan mendekat kepada kita hanya karena uang dan
fasilitas, pasti kita juga tidak senang. Namun, jika orang tersebut mendekat
oleh karena kasih persahabatan yang tulus dan sejati, maka pastilah apa pun
yang terbaik, tanpa diminta akan kita berikan demi kasih persahabatan itu.
2. Mujizat
itu bercerita tentang para murid dan orang banyak. Takjub dan terpesona,
mungkin kata itu yang paling tepat dari reaksi para murid dan orang banyak yang
menyaksikan mujizat itu. Takjub dan terpesona memunculkan reaksi lanjutan.
Mereka “ketagihan” ingin melihat hal-hal spektakuler yang lebih ajaib. Atau
mereka tergerak untuk menyebarkan berita itu, ada kemungkinan juga
dilebih-lebihkan, dan kemudian peduli dengan kerabat atau temannya yang
bermasalah dan kemudian membawanya kepada Yesus. Tanpa keinginan untuk mengenal
Yesus lebih dekat maka kita bisa terjebak hanya menjadi penonton dan pengembira
dari sebuah drama mujizat. Para murid masih harus terus belajar tentang karya
Yesus hingga pada suatu waktu mereka memahami kompetensi inti dari pelayanan
Yesus dan mereka mempunyai semangat yang sama dalam meneruskan pemberitaan
Injil Kerajaan Allah.
Bisa saja saat ini kita, sama seperti para
murid; takjub dan terpesona dengan karya Yesus. Mestinya jangan berhenti di
sini. Kita harus terus membina diri, mengenal lebih dekat karya dan
keprihatinan Yesus dan kemudian meneruskan apa yang dulu pernah dilakukan-Nya.
3. Mujizat
itu bercerita tentang orang-orang yang dipulihkan. Apa yang terjadi ketika
mereka dipulihkan? Pada umumnya spontan gembira dan mengucap syukur, meskipun
ada juga yang lupa untuk itu. Ungkapan syukur seseorang setelah dipulihkan
bermacam-macam. Kita dapat mengambil salah satu contoh. Ibu mertua Petrus.
Kalimat pendek namun lengkap tentang penyembuhan dan dampaknya, “Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil
memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian
perempuan itu melayani mereka.”(Markus 1:31). Sebuah mujizat telah
memulihkan ibu mertua Petrus. Setelah sembuh, ibu itu kemudian melayani mereka.
Ibu mertua Petrus mempergunakan kesehatannya yang sudah pulih itu untuk
melayani. Dengan kalimat pendet, “Disembuhkan untuk melayani!” Sebuah keluarga
terkenal di Scotlandia mempunyai moto, “Diselamatkan untuk melayani.” Di
Indonesia banyak yang memakai moto serupa, misalnya, “Dilayani untuk melayani”,
“Diberkati untuk memberkati”, dan seterusnya.
Dipulihkan untuk melayani, bagi ibu mertua
Petrus bukanlah sekedar moto, melainkan nyata. Mestinya kita pun tidak sekedar
berhenti dengan selogan atau moto. Setiap orang yang mengenal Tuhan pasti mengerti
dan mengalami mujizat. Mujizat tidak harus diartikan perbuatan spektakuler di
luar kemampuan nalar untuk mencernanya. Anda percaya bahwa Yesus adalah Tuhan,
itu juga sebuah mujizat. Anda yakin dosa-dosa Anda ditebus oleh darah Kristus
juga adalah sebuah mujizat. Anda dapat bersyukur masih bisa bernafas dan
membaca tulisan saya, itu juga adalah sebuah mujizat. Masalahnya, apakah mujizat
yang kita alami mendorong kita untuk berbuat sesuatu atau tidak? Apakah mujizat
demi mujizat yang kita alami disyukuri dan kemudian dijadikan kesempatan untuk
melayani atau justeru kita memilih diam?
Saya percaya bahwa, Tuhan masih ingin terus ingin memakai mujizat-Nya
sebagai tanda bahwa memang benar Kerajaan Allah telah hadir di dunia ini. Peran
Yesus sebagai manusia yang melayani di bumi ini dengan kasat mata telah
paripurna. Ia ingin supaya kita meneruskan karya Tuhan itu sampai
kedatangan-Nya kembali. Tidak perlu dan rasanya bukan zamannya lagi, kini dan
di sini memakai konteks zaman Yesus mendatangkan mujizat yang spektakuler yang
sulit dicerna nalar apalagi dirancang seperti skenario film. Bukan, bukan
begitu! Saya kira maksud semula Yesus dengan mujizat-mujizat-Nya juga bukan
untuk show atau cari perhatian, melainkan sebagai tanda bahwa Kerajaan Allah
sudah datang. Nah, sekarang bisakah melalui Anda, saya, kita semua ini adalah “tanda”
bahwa di sini Kerajaan Allah itu sudah datang. Kerajaan Allah datang ditandai
dengan enyahnya kuasa kejahatan. Bisakah kini orang merasakan kalau Anda, saya
dan kita semua hadir atau ada, maka di situ tidak ada lagi kejahatan? Bisakah
kehadiran kita membuat orang-orang yang ingin melakukan kejahatan itu menjadi sungkan,
urung dan malu? Ini baru mujizat! Ataukah sebaliknya, dengan kedatangan kita
justeru membuat orang lain bersemangat untuk melakukan tindakan kejahatan.
Di mana ada mujizat di situ ada
pemulihan baik fisik maupun mental spiritual. Yesus tidak pernah memisahkan
antara kebutuhan fisik dan non fisik, sebagaimana Ia juga tidak pernah
memisahkan kata dan perbuatan. Ia juga tidak pernah memisahkan sorga dan dunia.
Jadi marilah kita meneruskan tugas pewartaan-Nya untuk menghadirkan pemulihan,
melalui kata dan perbuatan, doa dan kerja, kini dan di sini untuk sebuah
harapan kekal, yakni terwujudnya Kerajaan Allah yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar