Di tengah gunjang-ganjing prahara Polri VS KPK, muncullah beberapa
spekulasi pendapat mengenai sosok sang Presiden, Jokowi. Para pengamat politik
umumnya berkomentar bahwa sang Presiden sedang gundah-gulana, berada dalam
tekanan maha berat sehingga terlihat gamang dalam mengambil keputusan. Seolah
menjadi pembenaran bagi para pakar politik ketika sang Presiden menulis status
di akun facebook dalam bahasa Jawa, “Suro
Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti…” Arti kalimat ini teramat dalam.
Suro : Keberanian yang ada dalam diri manusia.
Manusia dianugerahi Tuhan dengan sifat keberanian, namun jika keberaniaan ini
tanpa kendali, akibatnya menjadi destruktif. Manusia berani melakukan
kesewenangan dan kejahatan.
Diro : Kekuatan, kekuatan yang ada dalam diri manusia
bila diberdayakan akan menjadi kekuatan luar biasa, baik kekuatan lahir maupun
kekuatan batin.
Joyo : Kejayaan. Apabila manusia sudah meraih
kesuksesan/kejayaan dan lepas dari kendali nurani, yang terjadi adalah manusia
itu menjadi pongah, sombong, angkuh dan jauh dari prinsip moral dan
prikemanusiaan.
Ningrat : Bergelimang dengan kekayaan dan kenikmatan
duniawi. Ningrat bisa juga berarti gelar bangsawan yang hidup dalam menara
gading, serba mewah.
Lebur : Hancur luluh tak berbekas, sirna atau tunduk
menyerah.
Dening : Dengan
Pangastuti : Kasih sayang, kebaikan.
Sederhananya Suro Diro Jayaningrat
Lebur Dening Pangastuti berarti : “Segala sifat keras hati, picik, serakah dan angkara murka hanya bisa dikalahkan dengan
sikap bijak, lemah lembut dan sabar sebagai bentuk nyata dari kasih sayang!
Betulkah kasih sayang berkuasa mengenyahkan segala bentuk keserakahan,
penindasan dan penderitaan? Ataukah itu semua hanya sebuah jargon isapan
jempol?
Dunia ini penuh dengan penderitaan. Penderitaan menurut kesaksian kitab
suci bersumber dari kuasa jahat yang sering dinamai Iblis. Entah itu upaya
mencari kambing hitam, melemparkan kesalahan kepada si Iblis agar manusia lepas
dari tanggung jawab ataukah benar-benar si Iblis itu nyata, menjadi pengalaman
empirik manusia? Pada jamannya dengan pemikiran sederhana, kuasa Iblis yang
destruktif itu begitu nyata. Sehingga hampir semua penderitaan yang dialami
manusia selalu dikaitkan dengan peran si Jahat itu.
Orang-orang Yahudi, termasuk juga orang-orang yang hidup di dunia kuno –
mungkin juga sampai sekarang – percaya kepada setan-setan dan roh-roh jahat
yang dapat mengganggu kehidupan manusia. Pertanyaannya kemudian, darimanakah
setan-setan dan roh-roh jahat itu berasal. Mengenai pertanyaan ini, secara
mitos ada beberapa jawaban: Ada yang percaya bahwa usia setan-setan itu sama
tuanya dengan usia awal penciptaan alam semesta. Lalu ada pula yang meyakini
bahwa setan-setan itu adalah roh-roh (arwah) orang jahat yang telah meninggal
dunia dan yang masih meneruskan melakukan perbuatan jahat. Namun, banyak orang
Yahudi yang menghubungkan roh-roh jahat ini dengan cerita lama dalam Kejadian 6
:1-8, tentang kejahatan manusia.
Orang Yahudi mengurai cerita tersebut sebagai berikut. Ada dua malaikat
yang meninggalkan Allah dan turun ke bumi karena mereka tertarik pada
kecantikan wanita-wanita fana. Nam mereka adalah Assael dan Syemakhsai. Salah satu kembali
kepada Allah. Yang lainnya tetap tinggal di bumi dan memuaskan nafsunya. Nah,
roh-roh jahat ini adalah anak-anak yang dilahirkan mereka. Kata kolektif untuk
roh-roh jahat adalah mazzikin, yang
berarti “ia yang mengganggu”. Dengan demikian, roh-roh jahat adalah makhluk
jahat yang berada di antara Allah dan manusia yang mendatangkan kerugian kepada
manusia.
Menurut kepercayaan orang Yahudi, roh-roh jahat bisa makan dan minum
serta melahirkan anak-anak. Jumlah mereka sangat banyak. Setiap orang memiliki
sepuluh ribu roh jahat di tangan kanannya dan sepuluh ribu di tangan kirinya.
Mereka tinggal di tempat-tempat kotor, seperti kuburan dan tempat-tempat di
mana tidak ada air pembersih. Mereka tinggal di padang gurun di mana gaung
suara mereka dapat didengar. Mereka diyakini berbahaya bagi orang yang sedang melkukan perjalanan
seorang diri, bagi perempuan yang sedang melahirkan, bagi pasangan mempelai,
bagi anak-anak yang berada di luar rumah pada malam hari. Ada roh jahat yang
membuat orang bisa buta, kusta, lumpuh. Ada juga yang membuat orang mengalami
sakit jantung. Mereka bisa memindahkan sifat-sifat jahatnya kepada manusia.
Misalnya, mata jahat yang bisa mengubah keadaan baik menjadi buruk. Mereka bisa
bekerjasama dengan hewan-hewan, seperti: ular, sapi, keledai, dan nyamuk.
Mereka bisa menyebarkan penyakit!
Mungkin kita yang hidup di dunia moderen akan tertawa dengan uraian
asal-usul roh=roh jahat itu. Namun, setidaknya orang-orang sampai pada jaman
Perjanjian Baru mengenalnya demikian. Pengalaman dan keyakinan itu begitu
konkrit. Sama seperti suku-suku terasing di negeri kita merasakan begitu nyata
roh-roh itu dapat bergaul dengan mereka. Maka firman Allah dalam diri Kristus
menyapa “pengalaman yang konkrit itu” dan bukan sekedar menyapanya, melainkan
sekaligus menjawab penderitaan dan menunjukkan kuasa-Nya kepada mereka! (Sumber: William Barclay: Injil Markus)
Markus 1:21-28 mengisahkan tentang Yesus mengajar di rumah ibadat di
Kapernaun disertai pengusiran roh jahat. Markus lebih suka memotret reaksi
orang banyak yang takjub dengan peristiwa itu ketimbang mencatat apa yang
diajarkan Yesus. Yesus digambarkan sebagai sosok Guru yang berbeda dari pada
rabi-rabi Yahudi yang biasa mengajar. Ia tampil penuh pesona, kharisma dan
kuasa.
Tak pelak lagi banyak orang lebih tertarik pada kisah mengenai orang
yang kerasukan setan itu. Padahal, Markus hendak menekankan hubungan antara
kegiatan Yesus mengajar dan pengusiran roh jahat. Tujuan utama Yesus adalah
mengajar. Apa yang diajarkan-Nya, tidak lain : Kerajaan Allah sudah dekat!
Karena Kerajaan Allah sudah dekat bahkan sudah datang di dalam diri-Nya, maka
kuasa-kuasa jahat harus mundur! Pengusiran roh dan penyembuhan ajaib adalah kelanjutan
dari benarnya warta itu, bukan dibalik seperti kekristenan kontemporer yang
gemar mengekspose mujizat.
Begitulah pada hari itu, di sebuah tempat ibadat, Ia mulai mewartakan
Kerajaan Allah. Orang-orang datang untuk menjalankan ibadah Sabat dan mendengarkan
bacaan dari Taurat dan Para nabi serta penjelasannya. Setelah itu mereka juga
berbincang-bincang mengenai macam-macam hal. Markus mencatat bagaimana orang
takjub mendengar Yesus berkata-kata. Hati mereka tersentuh. Ia dapat
menyalurkan kekuatan batin kepada pendengarnya dengan kata-kata pengajaran.
Namun, di antara pendengarnya, terselip orang yang kerasukan roh jahat. Apa
yang terjadi dengan orang yang kerasukan ini? Tidak tahan! Ia berteriak. Lalu
terjadilah dialog antara Yesus dengan kuasa jahat itu. Roh jahat itu merasa
terganggu dengan kehadiran Yesus. Ia marah. Namun, Yesus menghardik dan
menyuruhnya keluar.
Dalam peristiwa itu, Yesus bukan hanya berkuasa dalam mengusir setan,
tetapi juga Ia mengajar dengan penuh kuasa. Markus hendak menyampaikan bahwa,
ajaran Yesus dan tindakannya mengeluarkan roh jahat berhubungan erat satu
dengan yang lainnya. Keduanya “disertai dengan kuasa”. Injil ini mengajak kita mendekat
kepada pribadi Yesus. Bukan kepada sekumpulan ajaran belaka. Keterpukauan orang-orang
yang mengenal Yesus itu disampaikan kepada kita supaya kita berani datang
mendekat dan mendengarkannya. Markus juga hendak membuat kita melihat bahwa
dalam memberi pengajaran, Yesus juga menyingkirkan pengaruh roh jahat yang
mengancam kita. Inilah kebesarannya. Inilah kuasanya. Dan kita diajak mendekat
kepadanya. (sumber: Agustinus Gianto,
dlm: “Wah…Apa itu?”)
Kini kuasa-kuasa jahat itu dapat
menjelma dari diri siapa pun. Kuasa itu
tercermin dalam diri manusia yang serakah, tamak dan gemar menindas. Dulu Yesus
mengusirnya dengan pewartaan Kerajaan Allah. Inti Kerajaan Allah adalah kasih
sayang-Nya kepada semua makhluk. Benar, kata Jokowi dalam statusnya di
facebook, kuasa-kuasa demonic itu
akan hancur lebur apabila setiap orang yang percaya kepada-Nya menghadirkan
Kerajaan Allah! Kerajaaan cinta kasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar