Sejak pesawat Airasia QZ 8501 yang hilang kontak dari
radar ATC (Air Traffic Control) pada
Minggu pagi 28/12, pelbagai media terus memberi memberitakan perkembangan yang
terjadi. Bahkan beberapa televisi nasional seharian penuh mengubah program
tayangannya dengan breaking news.
Mulai dari suasana haru anggota korban sampai spekulasi penyebab kecelakaan dan
prakiraan posisi jatuhnya pesawat. Seperti biasa, tak ketinggalan komentar dan
terawangan para-normal juga tidak kalah menarik.
Dari penayangan-penayangan
itu, setidaknya mendambah wawasan kita tentang dunia penerbangan. Dengan penjelasan
para pakar penerbangan, kita jadi mengerti bagaimana ratusan bahkan ribuan
penerbangan di atur sehingga tidak terjadi tabrakan atau salah jalur tujuan.
Tidak dapat disangkal, kemajuan teknologi dan alat-alat navigasi sangat vital
dalam dunia penerbangan. Dari sekian banyak peran yang terlibat dalam dunia
penerbangan, Air Traffic Controller (ATC)
memegang peran kunci. ATC adalah profesi yang memberikan layanan pengaturan
lalu lintas di udara untuk mencegah pesawat-pesawat berada terlalu dekat satu
dengan yang lainnya dengan demikian tabrakan dapat dihindari. ATC membantu pilot dalam mengendalikan
keadaan dalurat, memberi informasi yang diperlukan pilot tentang cuaca, navigasi,
ketinggian, jarak jelajah, dan informasi lainnnya yang diperlukan sehingga
pesawat dapat landing di bandara
tujuan dengan mulus.
ATC adalah rekan terdekat
pilot selama berada di udara. Semua aktifitas pesawat di dalam manoeuvring area diharuskan mendapat
mandat terlebih dahulu dari ATC, yang selanjutnya ATC akan memberikan
informasi, intruksi, clearence kepada
pilot sehingga tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu
dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan memenuhi standar penerbangan
internasional. Sederhananya, ATC berperan sebagai pemandu atau penuntun agar
manusia yang mempergunakan jasa penerbangan komersial dapat selamat sampai
tujuan.
Pemandu dalam setiap bidang
kehidupan mempunyai peran penting. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga
memerlukan peran seorang pemandu yang dapat menolong kita mengarahkan setiap
langkah, rencana bahkan keputusan-keputusan kita. Pertanyaan yang muncul adalah
siapa yang menjadi pemandu dalam hidup kita? Apakah yang pemandu itu adalah
nafsu, ego atau rasionalitas kita?
Hari Minggu ini (4/1) adalah
Minggu epifani. Apa itu Minggu
Epifane? Epiphaneia berarti “menampakkan
diri”. Pada abad ketiga, setiap 6 Jnuari, Gereja Timur merayakan Epifani sebagai
hari Pembaptisan Yesus. Namun, pada abad keempat, Gereja Barat merayakan
epifani dengan penekanan lain , yakni bukan sebagai peringatan pembaptisan
Yesus, melainkan sebagai peringatan penampakkan Kristus di dunia bukan hanya
bagi bangsa Yahudi, melainkan juga bagi bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itu
kisah orang-orang Majus dari Timur (bangsa bukan Yahudi) dalam Matius 2:1-12
menjadi relevan. Di sanalah kita membaca bahwa Yesus pertama kali dikenal dan
disembah oleh bangsa di luar Yahudi. Dengan kehadiran orang-orang Majus di
Betlehem, menjadi semakin nyata karya kasih Allah yang penuh berkat bagi segala
bangsa. Hal inilah yang kemudian hari oleh Rasul Paulus disebut dengan “rahasia
Kristus”, bahwa Injil Kristus tidak hanya menyelamatkan orang-orang Yahudi
tetapi juga orang-orang bukan Yahudi (Efesus 3:1-6).
Cerita tentang Majus, tidak
bisa terlepas dari “bintang” yang memandu mereka untuk sampai di Betlehem. Ada
banyak ahli mencoba menelusuri, bintang macam apakah yang muncul di sekitar
peristiwa kelahiran Mesias itu. Johannes Kepler (1630) mengatakan bahwa
fenomena bintang itu adalah suatu kombinasi (conjunction) planet-planet (Jupiter dan Saturnus) yang tampak
terang di langit sekitar tahun 7 SM. Beberapa yang lainnya mengatakan bahwa “bintang”
itu adalah komet yang melintas dekat planet Bumi. Yang lain, mengatakan bahwa
itu adalah supernova, bintang yang
meledak dan tampak terang-benderang. Teori apa pun dari penelusuran ilmu
pengetahuan alam berkaitan dengan “bintang” yang dilihat oleh orang Majus di
Timur, hanya sebatas menjawab penasaran atas suatu penampakan alami. Namun,
kita mestinya menyadari bahwa yang dilihat oleh Orang Majus itu membawa dapak
luar biasa, melaumpaui fenomena alam! Mereka bergerak meninggalkan kenyamanan
dan keagungan, sejauh Timur menuju Yerusalem. Mereka bergerak jauh dari sikap
penasaran ke sikap penyembahan. “Kami
datang untuk menyembah Dia!”
Dalam Kuasa-Nya, Allah melalui
segala cara, termasuk fenomena alam, bintang itu, menuntun Orang Majus – orang-orang
asing menurut strata ketahiran Yudaisme –
berjumpa dengan Sang Mesias, Penyelamat itu. Kristuslah Terang di maksud Yesaya
60:1-3. Terang yang datang itu dan bangsa-bangsa datang berduyun-duyun
kepada-Nya .
Allah menggunakan bintang
untuk memandu Orang Majus, yang memang mahir dalam dunia perbintangan. Allah
seakan-akan seperti ATC (Air Traffic
Controller) dan bintang itu bagaikan alat navigasi. Orang Majus mematuhi
setiap instruksi yang diberikan oleh “ATC” demikian pula ketika mereka berhadapan
dengan bahaya, yakni perjumpaan dengan Herodes. Akhirnya, mereka selamat, tiba
pada tujuan, menyembah Sang Mesias dan mendapatkan rahmat TUHAN. Nah, sekarang
apakah kita juga peka terhadap ATC itu, lalu kemudian mematuhi
instruksi-instruksi-Nya dan kemudian berjumpa dengan Sang Terang itu? Ataukah
kita mengabaikan semuanya dan mau “terbang” semau gue?
Di sekitar kita masih banyak “pilot-pilot”
yang terbang dengan semaunya. Mereka yang tidak tahu arah: untuk apa hidup dan
ke mana tujuan hidupnya. Mereka belum sampai kepada Terang itu. Tepat seperti
yang dikatakan Yesaya 60:2: “Sebab
sesungguhnya kegelapan menutupi bangsa-bangsa, tetapi terang TUHAN terbit
atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.” Ketika kita berhasil
mengalami perjumpaan dengan Sang Terang itu. Maka, kini ada tugas yang harus kita jalankan. Tugas itu adalah
sebagai “ATC”-nya Allah yang memandu orang lain untuk berjumpa dengan Sang
Mesias. Sebelum menjadi ATC bandara, seseorang harus memenuhi syarat dan
kompetensi tertentu. Demikian pula kita, ketika menjadi alat di tangan-Nya
mestinya telah mengalami perjumpaan dengan Sang Terang itu dan hidup di dalam
Terang. Mustahil kita menjadi berkat bagi orang lain kalau kehidupan kita saja
jauh dari kehendak TUHAN.
Dengan apakah kita dapat
memandu orang lain? Dengan seluruh kehidupan kita. Tidak cukup hanya ucapan
saja, melainkan seluruh prilaku hidup ini! NKB, 204 mengingatkan kita begini,
1.
Di dunia
yang penuh cemar; antara sesamamu
hiduplah saleh dan benar. Nyatakan Yesus dalammu.
hiduplah saleh dan benar. Nyatakan Yesus dalammu.
Refrein:
Nyatakan Yesus dalammu, nyatakan Yesus dalammu;
sampaikan Firman dengan hati teguh, nyatakan Yesus dalammu.
Nyatakan Yesus dalammu, nyatakan Yesus dalammu;
sampaikan Firman dengan hati teguh, nyatakan Yesus dalammu.
2.
Hidupmu
kitab terbuka dibaca sesamamu;
apakah tiap pembacanya melihat Yesus dalammu?
apakah tiap pembacanya melihat Yesus dalammu?
3.
Di sorga
‘kau kelak senang berjumpa sahabatmu,
berkat hidupmu dalam t’rang. Nyatakan Yesus dalammu.
berkat hidupmu dalam t’rang. Nyatakan Yesus dalammu.
4.
Hiduplah
kini bagiNya, berjiwa tetap teguh;
bimbinglah orang tercela melihat Yesus dalammu.
bimbinglah orang tercela melihat Yesus dalammu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar