Jumat, 02 Januari 2015

TERANG YANG MEMANDU KEPADA KRISTUS



Sejak pesawat Airasia QZ 8501 yang hilang kontak dari radar ATC (Air Traffic Control) pada Minggu pagi 28/12, pelbagai media terus memberi memberitakan perkembangan yang terjadi. Bahkan beberapa televisi nasional seharian penuh mengubah program tayangannya dengan breaking news. Mulai dari suasana haru anggota korban sampai spekulasi penyebab kecelakaan dan prakiraan posisi jatuhnya pesawat. Seperti biasa, tak ketinggalan komentar dan terawangan para-normal juga tidak kalah menarik.

Dari penayangan-penayangan itu, setidaknya mendambah wawasan kita tentang dunia penerbangan. Dengan penjelasan para pakar penerbangan, kita jadi mengerti bagaimana ratusan bahkan ribuan penerbangan di atur sehingga tidak terjadi tabrakan atau salah jalur tujuan. Tidak dapat disangkal, kemajuan teknologi dan alat-alat navigasi sangat vital dalam dunia penerbangan. Dari sekian banyak peran yang terlibat dalam dunia penerbangan, Air Traffic Controller (ATC) memegang peran kunci. ATC adalah profesi yang memberikan layanan pengaturan lalu lintas di udara untuk mencegah pesawat-pesawat berada terlalu dekat satu dengan yang lainnya dengan demikian tabrakan dapat dihindari.  ATC membantu pilot dalam mengendalikan keadaan dalurat, memberi informasi yang diperlukan pilot tentang cuaca, navigasi, ketinggian, jarak jelajah, dan informasi lainnnya yang diperlukan sehingga pesawat dapat landing di bandara tujuan dengan mulus.

ATC adalah rekan terdekat pilot selama berada di udara. Semua aktifitas pesawat di dalam manoeuvring area diharuskan mendapat mandat terlebih dahulu dari ATC, yang selanjutnya ATC akan memberikan informasi, intruksi, clearence kepada pilot sehingga tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan memenuhi standar penerbangan internasional. Sederhananya, ATC berperan sebagai pemandu atau penuntun agar manusia yang mempergunakan jasa penerbangan komersial dapat selamat sampai tujuan.

Pemandu dalam setiap bidang kehidupan mempunyai peran penting. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga memerlukan peran seorang pemandu yang dapat menolong kita mengarahkan setiap langkah, rencana bahkan keputusan-keputusan kita. Pertanyaan yang muncul adalah siapa yang menjadi pemandu dalam hidup kita? Apakah yang pemandu itu adalah nafsu, ego atau rasionalitas kita?

Hari Minggu ini (4/1) adalah Minggu epifani. Apa itu Minggu Epifane? Epiphaneia berarti “menampakkan diri”. Pada abad ketiga, setiap 6 Jnuari, Gereja Timur merayakan Epifani sebagai hari Pembaptisan Yesus. Namun, pada abad keempat, Gereja Barat merayakan epifani dengan penekanan lain , yakni bukan sebagai peringatan pembaptisan Yesus, melainkan sebagai peringatan penampakkan Kristus di dunia bukan hanya bagi bangsa Yahudi, melainkan juga bagi bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itu kisah orang-orang Majus dari Timur (bangsa bukan Yahudi) dalam Matius 2:1-12 menjadi relevan. Di sanalah kita membaca bahwa Yesus pertama kali dikenal dan disembah oleh bangsa di luar Yahudi. Dengan kehadiran orang-orang Majus di Betlehem, menjadi semakin nyata karya kasih Allah yang penuh berkat bagi segala bangsa. Hal inilah yang kemudian hari oleh Rasul Paulus disebut dengan “rahasia Kristus”, bahwa Injil Kristus tidak hanya menyelamatkan orang-orang Yahudi tetapi juga orang-orang bukan Yahudi (Efesus 3:1-6).

Cerita tentang Majus, tidak bisa terlepas dari “bintang” yang memandu mereka untuk sampai di Betlehem. Ada banyak ahli mencoba menelusuri, bintang macam apakah yang muncul di sekitar peristiwa kelahiran Mesias itu. Johannes Kepler (1630) mengatakan bahwa fenomena bintang itu adalah suatu kombinasi (conjunction) planet-planet (Jupiter dan Saturnus) yang tampak terang di langit sekitar tahun 7 SM. Beberapa yang lainnya mengatakan bahwa “bintang” itu adalah komet yang melintas dekat planet Bumi. Yang lain, mengatakan bahwa itu adalah supernova, bintang yang meledak dan tampak terang-benderang. Teori apa pun dari penelusuran ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan “bintang” yang dilihat oleh orang Majus di Timur, hanya sebatas menjawab penasaran atas suatu penampakan alami. Namun, kita mestinya menyadari bahwa yang dilihat oleh Orang Majus itu membawa dapak luar biasa, melaumpaui fenomena alam! Mereka bergerak meninggalkan kenyamanan dan keagungan, sejauh Timur menuju Yerusalem. Mereka bergerak jauh dari sikap penasaran ke sikap penyembahan. “Kami datang untuk menyembah Dia!”

Dalam Kuasa-Nya, Allah melalui segala cara, termasuk fenomena alam, bintang itu, menuntun Orang Majus – orang-orang asing  menurut strata ketahiran Yudaisme – berjumpa dengan Sang Mesias, Penyelamat itu. Kristuslah Terang di maksud Yesaya 60:1-3. Terang yang datang itu dan bangsa-bangsa datang berduyun-duyun kepada-Nya .

Allah menggunakan bintang untuk memandu Orang Majus, yang memang mahir dalam dunia perbintangan. Allah seakan-akan seperti ATC (Air Traffic Controller) dan bintang itu bagaikan alat navigasi. Orang Majus mematuhi setiap instruksi yang diberikan oleh “ATC” demikian pula ketika mereka berhadapan dengan bahaya, yakni perjumpaan dengan Herodes. Akhirnya, mereka selamat, tiba pada tujuan, menyembah Sang Mesias dan mendapatkan rahmat TUHAN. Nah, sekarang apakah kita juga peka terhadap ATC itu, lalu kemudian mematuhi instruksi-instruksi-Nya dan kemudian berjumpa dengan Sang Terang itu? Ataukah kita mengabaikan semuanya dan mau “terbang” semau gue?

Di sekitar kita masih banyak “pilot-pilot” yang terbang dengan semaunya. Mereka yang tidak tahu arah: untuk apa hidup dan ke mana tujuan hidupnya. Mereka belum sampai kepada Terang itu. Tepat seperti yang dikatakan Yesaya 60:2: “Sebab sesungguhnya kegelapan menutupi bangsa-bangsa, tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.” Ketika kita berhasil mengalami perjumpaan dengan Sang Terang itu. Maka, kini ada tugas  yang harus kita jalankan. Tugas itu adalah sebagai “ATC”-nya Allah yang memandu orang lain untuk berjumpa dengan Sang Mesias. Sebelum menjadi ATC bandara, seseorang harus memenuhi syarat dan kompetensi tertentu. Demikian pula kita, ketika menjadi alat di tangan-Nya mestinya telah mengalami perjumpaan dengan Sang Terang itu dan hidup di dalam Terang. Mustahil kita menjadi berkat bagi orang lain kalau kehidupan kita saja jauh dari kehendak TUHAN.

Dengan apakah kita dapat memandu orang lain? Dengan seluruh kehidupan kita. Tidak cukup hanya ucapan saja, melainkan seluruh prilaku hidup ini! NKB, 204 mengingatkan kita begini,

1.       Di dunia yang penuh cemar; antara sesamamu
  hiduplah saleh dan benar. Nyatakan Yesus dalammu.

Refrein:
Nyatakan Yesus dalammu, nyatakan Yesus dalammu;
sampaikan Firman dengan hati teguh, nyatakan Yesus dalammu.

2.       Hidupmu kitab terbuka dibaca sesamamu;
  apakah tiap pembacanya melihat Yesus dalammu?

3.       Di sorga ‘kau kelak senang berjumpa sahabatmu,
  berkat hidupmu dalam t’rang. Nyatakan Yesus dalammu.

4.       Hiduplah kini bagiNya, berjiwa tetap teguh;
  bimbinglah orang tercela melihat Yesus dalammu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar