Peran Yohanes Pembaptis sudah mulai usai. Orang tidak lagi mendengar
seruan pertobatannya. Mereka tidak lagi datang ke sungai Yordan untuk dibaptis
olehnya. Dia sudah ditangkap! Dijebloskan ke penjara oleh para penguasa yang
tersinggung atas kecamannya. Ya, Yohanes seolah menelanjangi kaum agamawan dan
birokrat yang selama ini mengenakan topeng kesalehan. Yohanes menyerukan
pertobatan, tidak ada jalan lain agar selamat dari murka Allah. Ketika suaranya
mulai lenyap, kini tampillah Yesus menyerukan suara yang sama, bertobat! Suara
yang sama dengan nuasa berbeda. Yohanes begitu tegas menyatakan bahwa manusia
harus bertobat, kalau tidak maka Allah akan membabat habis, “Kapak telah tersedia pada akar pohon dan
setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang
ke dalam api.” (Matius 3:10). Tak pelak lagi, kita dapat mengartikan
pertobatan diberitakan dengan ancaman hukuman dari Allah.
Pertobatan yang sama diserukan oleh Yesus, sekali lagi dalam nuansa
berbeda. Yesus mengatakan, “Waktunya
telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada
Injil!”(Markus 1:15). Berita pertobatan yang disampaikan Yesus jauh dari
kesan ancaman. Orang yang mendengarnya diminta untuk percaya kepada Injil.
Bertobat dan percaya kepada Injil, artinya bertobatlah dan engkau akan
mendengar kabar baik! Pertobatan bukan hanya sekedar kembali mengerjakan
syareat-syareat agama formal yang baku. Melainkan, berjumpa dan mengalami kasih
karuniaNya. Orang yang mendengar dan menanggapi dengan positif maka ia akan
hidup dalam kasih karunia itu. Inilah Injil! Di dalam Injil tidak ada ancaman
dan ketakutan.
“Waktunya sudah genap; Kerajaan
Allah sudah dekat!” Kalangan Yahudi percaya bahwa Allah sejak semula telah
menentukan kurun waktu sebelum datangnya zaman baru yang ditandai dengan
kehadiran Sang Mesias. Melalui seruan-Nya, Yesus menyatakan bahwa kurun waktu
itu sudah genap dengan kehadiran-Nya. Zaman baru yang dinanti-nantikan dan
diungkapkan dengan gagasan “Kerajaan Allah”, kini sudah ada di tengah-tengah
manusia. Kini ada seorang Anak Manusia yang membiarkan diri sepenuhnya
dijadikan tempat berdiam bagi-Nya. Di dalam diri orang inilah dapat dikatakan “Allah
meraja”. Dialah manusia yang dapat dengan sepenuh-Nya menghadirkan Kerajaan
Allah. Melalui ucapan dan segala aspek tindakkanNya, manusia dapat berjumpa
dengan Allah! Maka Dialah wujud sebenarnya dari Kerajaan Allah yang sudah dekat
itu.
“Waktunya sudah dekat, Kerajaan Allah itu sudah datang!” Kalimat ini
menyiratkan bahwa tidak banyak lagi waktu untuk diulur-ulur. Mendesak! Undangan
pertobatan adalah undangan mendesak yang tidak dapat ditunda lagi. Hanya ada
dua pilihan, menerima atau menolaknya. Menganggap sepi seruan itu maka sama
saja dengan menolak dan tidak mempercayai kebenarannya. Mulai mencoba
mendengar, memahami berarti menerimanya dan mengarahkan diri pada kehadiran
Allah dalam wujud Manusia Yesus ini. Menerima-Nya berarti mengganti arah dan haluan
hidup. Kini hidup dan kehidupan diarahkan hanya kepada-Nya karena keyakinan
bahwa melalui Dialah ada pengharapan dan kasih sayang TUHAN sepenuhnya. Itulah
Injil!
Merespon Injil hanyalah dapat terjadi melalui pertobatan. Lalu
pertobatan yang bagaimana? Dalam kitab Yunus kita dapat belajar tentang sebuah
pertobatan. Yunus diutus ke sebuah kota yang bernama Niniwe. Kota yang
masyarakatnya terkenal karena perbuatan jahatnya. Mereka digambarkan tidak lagi
bisa membedakan tangan kiri dari tangan kanan. Paradigma Perjanjian Lama begitu
jelas: Dosa harus dihukum dan jika tidak bertobat maka kota itu akan
ditunggangbalikkan. Namun, kita masih bisa melihat dari kisah ini bahwa
sebenarnya Allah begitu mengasihi, betapa pun warga kota Niniwe telah begitu
banyak melakukan dosa. Niniwe dalam hitungan Yahudi adalah bangsa asing bahkan
kelak akan menjadi musuh Israel, yang kemudian dikenal dengan Kasdim atau
Babel. Namun, nyatanya Allah tidak ingin mereka binasa. Ia mengutus Yunus
supaya bangsa itu bertobat. Bagaimana mereka merespon? Apakah mereka
menunda-nunda dan mengulur waktu? Tidak!
Niniwe bertobat. Langkah apa yang mereka perbuat? “Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan
mereka, baik orang dewasa maupun
anak-anak, mengnakan kain kabung.” Mereka percaya kepada Allah dan
ditinjaklanjuti dengan puasa perkabungan yang menandakan penyesalan akan
dosa-dosa mereka. Dampaknya, dalam ayat 10 Allah melihat perbuatan mereka
yakni, mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat maka Allah tidak jadi
menghukum penduduk kota itu. Jadi, pertobatan bukan hanya sekedar ucapan bibir
atau emosional sesaat melainkan berbaliknya arah haluan hidup dari perbuatan
jahat kepada perbuatan yang berkenan kepada Allah.
Selanjutnya setelah menyerukan pertobatan dan menerima Injil, Yesus
memanggil para murid pertama-Nya. Ia datang ke tepi danau Galilea dan di
situlah Ia berjumpa dengan para kandidat murid. Para murid itu adalah orang
biasa, sederhana dan mereka adalah kelompok miskin. Sebab jika mereka kaya dan
intelektual, mungkin mereka tidak ada di sana dan sedang mengais rejeki dengan
perahu dan jaring sederhana. Mereka sedang bekerja menghidupi keluarganya. Dan
di sinilah tempat mereka dipanggil.
Menarik untuk diperhatikan, Markus mencatat to the point, tanpa basa-basi, Yesus memanggil mereka, kata-Nya, “Mari, ikutlah AKu dan kamu akan kujadikan
penjala manusia.”(Markus 1:17). Sama sepertitokoh-tokoh dalam Perjanjian
Lama, TUHAN memanggil orang-orang sederhana dan dalam pekerjaan mereka. Musa
dipanggil TUHAN ketika menggembalakan kambing domba sang mertua, Yitro. Daud
dipanggil untuk diurapi menjadi raja ketika ia sedang menggembalakan domba.
Amos dipanggil untuk menyatakan kebenaran ketika ia sedang bekerja sebagai
petani di Tekoa. Kini, Yesus memanggil para murid ketika mereka sedang menjala
ikan.
Penjala ikan diubahkan menjadi penjala manusia. Pekerjaan penjala atau
penangkap tidak berubah. Namun kini, subyek dan orientasinya berubah. Apa yang
dilakukan oleh penjala ikan pada umumnya? Ya, jelas! Mereka menangkap ikan. Memindahkan
ikan dari air ke perahu, dari ikan hidup sekarang mati. Lalu, sesudah ikan-ikan
tertangkap, selanjutnya? Selanjutnya, ikan itu dipilah. Mereka akan memilah
yang besar dan membuang kembali yang kecil ke danau. Untuk apa ikan-ikan yang
sudah dipilah itu? Tentu, untuk dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual. Pendek
kata ikan itu adalah penyambung hidup mereka.
Nah, apa bedanya dengan penjalan manusia? Menjadi penjala manusia
berbeda dengan penjala ikan. Kalimat ini sering diartikan mencari pengikut
sebanyak-banyaknya, seperti mendulang lubuk misi! Tafsiran seperti ini tidak
klop, baik pada jaman Yesus maupun masa kini bahkan bisa menodai makna
panggilan Yesus itu. Dalam Lukas 5:10, “penjala manusia” dirumuskan sebagai
kata anthrpōus zōgrōn, artinya “menangkap
manusia untuk membawanya ke kehidupan”. Tanggungjawab para murid bukan
menangkapi, tetapi mendukung, menuntun, memelihara, menguatkan orang agar bisa
hidup terus, membuat orang menemukan jalannya sendiri. Dan bukan hanya dari
aspek rohani saja!
Menangkap manusia berarti mengenalkannya kepada sumber kehidupan. Tidak
seperti ikan ditangkap dari air kemudian mati. Penjala manusia sebaliknya, “menangkap”
dari arus yang membawa kepada kematian, dan kemudian menempatkannya kepada
kehidupan. Menjadi penjala manusia bukan seperti penjala ikan, memilah yang
besar dan yang kecil dibuang. Penjala manusia akan melindungi yang lemah dan
kecil dan yang besar tidak dimanfaatkan untuk diri sendiri melainkan
bersama-sama membangun sebuah peradaban yang lebih baik. Dan di atas semua itu
penjala manusia tidak akan memanfaatkan “hasil tangkapannya” itu untuk “komsumsinya”
melainkan mengenalkannya pada sumber berkat yang sesungguhnya. Hanya manusia
yang telah berjumpa dan mengenal-Nya yang dapat melakukan tugas ini. Marilah
kita datang kepada-Nya sebelum terlambat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar