Ketika pemilihan umum usai, Komisi Pemilihan Umum menyatakan siapa
pemenang dari pesta demokrasi itu dan kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat
melantik sang presiden dan wakilnya, maka kurang dari tiga puluh hari sang
presiden harus mengumumkan susunan kabinet. Para menteri dan pejabat setara
dengan menteri. Mereka yang diangkat ini adalah orang-orang kepercayaan yang
mengerti dan memahami visi, misi sang presiden. Mereka adalah orang-orang yang
memahami kata hati dan keinginan presiden, mereka adalah orang-orang
kepercayaan presiden. Oleh karena itu sang presiden diberi hak prerogatif, hak
kebebasan untuk memilih. Idealnya begitu. Namun, dalam politik kontenporer
masih ada saja “pesanan-pesanan” khusus dari orang atau kelompok berpengaruh
dalam partai pendukung.
Pilihan sang presiden tidak selalu sesuai dengan kehendak sebagian
orang. Ada yang mengukur dengan pengalaman, track
record, ada yang menyaratkan keterwakilan agama, suku, golongan, gender dan
seterusnya. Ada juga yang menghendaki latar balakang pendidikan yang mumpuni
untuk membackup tugas-tugas yang
diemban kelak. Yang lain menginginkan sopan-santun penampilan dan gaya
komunikasi. Apa yang terjadi jika hal-hal ideal itu diabaikan oleh sang
presiden? Tentu, banyak kritik ketidakpuasan.
Apa yang terjadi Presiden Jokowi mengangkat Susi Pudjiastuti, si pemilik
Susi Air itu? Begitu banyak
komentar-komentar miring. Mengapa
presiden mengangkat orang yang SMA saja tidak tamat, penampilannya cenderung
urakan, perempuan yang tidak santun, perokok lagi. Apakah tidak ada lagi orang
yang berpendidikan, pengalaman di bidang kelautan dan berpenampilan lebih baik?
Itulah ringkasan komentar miring. Apakah dengan demikian membatalkan keabsahan
Susi Pudjiastuti menjadi menteri? Oh, ternyata tidak! Alih-alih sakit hati,
marah, balik menyerang komentar, Susi menjawabnya dengan pembentukan satgas ilegal fishing, penenggelaman
kapal-kapal pencuri ikan, perbaikan birokrasi, moratorium izin penangkapan ikan
dan serangkaian reformasi fundamental di bidang perikanan dan kelautan. Dia
berhasil menjawab keraguan publik dengan komitmen dan kompetensi!
Yesus bukan presiden! Namun, jelas Ia punya hak prerogatif dalam
menentukan siapa orang-orang pertama yang akan mendukung tugas panggilan-Nya.
Sehari sesudah membaptis Yesus, Yohanes tampil lagi di tempat yang sama
(Yohanes 1: 35). Ada dua orang murid bersamanya. Yohanes bergumam, “Lihatlah Anak domba Allah!” Tanpa pamit,
dua murid ini mengikut Yesus. Merasa ada yang mengikuti, Yesus menoleh dan
bertanya, “Apakah yang kamu cari?”
Mereka menjawab, “Di manakah Engkau tinggal. Yesus mengajak mereka untuk
mengikuti-Nya. Salah seorang di antara mereka adalah Andreas, saudara Simon
Petrus. Andreas kemudian mengajak Simon untuk berjumpa dengan Sang Mesias,
Yesus. Pada keesokkan harinya Yesus memutuskan untuk pergi ke Galilea dan di
sinilah kembali Yesus memanggil orang-orang lain untuk mengikuti-Nya. Begitu
sederhananya Yesus memanggil murid-murid yang pertama ini.
Injil Markus menampilkan setting
pemanggilan murid-murid pertama ini di tepi danau Galilea (Markus 1:16-20). Yesus
tampil di tepi danau Galilea. Di sana diperkirakan terdapat 330 perahu nelayan.
Ya, karena sebagian besar peduduk daerah itu adalah nelayan. Para nelayan
menggunakan dua jenis jala. Sagēnē, sejenis
pukat yang ditarik oleh dua perahu. Jenis ini biasanya digunakan oleh mereka
yang bermodal besar. Sedangkan yang satu lagi amfiblēstron, jala ini jauh lebih kecil. Meskipun kecil dibutuhkan
keterampilan khusus untuk bisa menebarkan jala tipe ini. Jala ini ditebarkan
dengan kedua tangan, membentuk seperti payung lalu menghujam ke danau. Inilah
yang dipergunakan oleh para kandidat pilihan Yesus.
Seperti orang bertanya kepada Jokowi, mengapa memilih Susi Pujiastuti,
mungkin kita bertanya mengapa Yesus memilih kaum rendahan, nelayan sebagai
orang-orang pertama yang diajak-Nya berbagi visi dan misi? Tidak adakah kaum
intelektual berpengaruh lagi kaya sehingga memudahkan pekerjaan-Nya dapat
segera terlaksana. Sekali lagi, ini adalah hak prerogatif Yesus. Namun, kita
bisa belajar mempelajari orang-orang pilihan Tuhan ini. Dari mana kita mulai?
1. Kita harus
memperhatikan siapa mereka. Adalah
benar bahwa mereka rakyat sederhana. Nelayan dengan jala yang sangat sederhana.
Mereka adalah orang biasa yang mencari remah-remah rezeki di danau Galilea.
Mereka bukan kaum terpelajar apalagi ahli agama dan pandai berdebat. Mereka
kaum awam. Abraham Lincoln pernah berkata, “Allah pasti menyukai orang-orang
biasa – Ia menciptakan banyak sekali orang-orang seperti itu”. Seakan Yesus
berkata, “Berikan AKu dua belas orang biasa dan bersama dengan mereka, jika
mereka menyerahkan diri total kepada-Ku, AKu akan mengubah dunia ini!”
Seseorang, Anda dan saya seharusnya tidak
berpikir muluk-muluk tentang dirinya sendiri, Yesus Kristus dapat menjadikan
siapa pun menurut kehendak-Nya asalkan siapa pun dia, mau menyerahkan diri
kepada-Nya.
2. Kita harus
memperhatikan apa yang sedang mereka
kerjakan ketika Yesus memanggil mereka. Mereka sedang mengerjakan pekerjaan
mereka sehari-hari, yakni menangkap ikan dan menambal jala. Kita juga
mengingat, TUHAN memanggil Musa ketika ia sedang menggembalakan kambing domba
Yitro, sang mertua. Hal yang sama terjadi pada diri Daud, ketika semua kakaknya
tidak lolos fit and proper test oleh
Samuel, dia sedang menggembalakan domba, lalu dipanggil. Lain lagi Amos, ia
berkata, “Aku ini bukan nabi….., aku ini
seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi TUHAN memanggil aku dari
pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku; “Pergilah…(Amos
7:14,15)
Panggilan Allah dapat datang kepada siapa pun,
bukan hanya di rumah Allah, bukan pula di tempat rahasia, tetapi di
tengah-tengah pekerjaan sehari-hari. Bapa-bapa reformasi mengatakan bahwa dalam
pekerjaan kita Dia memanggil kita untuk memberitakan Injil-Nya. Yang namanya
panggilan TUHAN tidak harus dibatasi oleh dinding-dinding gedung gereja dan
biara.
3. Kita harus
memperhatikan bagaimana Yesus memanggil mereka.
Ajakan Yesus adalah, “Ikutlah AKu”.
Para kandidat murid pertama ini dipastikan sudah mendengar apa yang dilakukan
Yesus. Orang-orang ini pasti, suatu kali pernah ikut bersama dengan rombongan
orang banyak untuk mendengarkan ajaran Yesus, melihat Yesus melakukan mujizat
dan seterusnya. Yesus tidak berkata, “Aku memiliki sistem teologi yang perlu
kalian teliti, AKu punya sistem etis yang akan kubagikan kepada kalian.
Sebaliknya, Ia berkata, “Ikutlah AKu!” Semua dimulai dengan reaksi dari pribadi
lepas pribadi terhadap-Nya. Semua dimulai dengan sesuatu yang menyentak hati
yang melahirkan kepastian yang tidak tergoyahkan.
Menjawab panggilan-Nya, jelas bukan dengan
teori dan jawaban dimulut saja. Memerlukan sebuah gerak, melangkah…mengikuti-Nya.
Ini hanya bisa “dijawab” ketika seseorang jatuh cinta kepada Yesus. Anda dan
saya tidak mungkin mengikuti-Nya bila tidak ada cinta. Mengapa? Karena berjalan
di belakang-Nya merupakan perjalanan yang curam dan terjal. Hanya cinta yang
dapat mengatasinya!
4. Akhirnya,
kita harus memperhatikan apa yang
ditawarkan Yesus kepada mereka. Yesus menawarkan tugas kepada mereka. Ketika
Yesus memanggil mereka dari seorang nelayan menjadi murid-Nya bukanlah untuk
bersenang-senang melainkan panggilan untuk melayani. Ada orang mengatakan bahwa
yang diperlukan oleh manusia adalah “sesuatu yang bisa menginvestasikan
hidupnya”. Jadi, Yesus memanggil pengikut-Nya bukan supaya mereka hidup dalam
kemakmuran, bergelimpang harta-benda, hidup senang dan nyaman atau
bermalas-malasan tanpa melakukan kegiatan. Yesus memanggil mereka untuk sebuah
tugas yang menuntut mereka meninggalkan yang lain-lainnya, mengkhususkan diri
kepada-Nya. Mereka harus siap berkorban dan akhirnya mati bagi-Nya dan bagi
sesama mereka.
Sebagian orang mengira bahwa menjawab
panggilan-Nya, itu berarti masuk dalam dunia serba sukses. Ingatlah, ketika
kita menjawab panggilan-Nya, Anda dan saya menjadi pengikut-Nya. Pengikut itu
adanya di belakang! Itu artinya, kita akan melangkah dan berjalan di jalan yang
sama yang telah dilalui Yesus!
Dulu, Yesus menyatakan panggilan kepada orang-orang sederhana untuk
terlibat aktif bersekutu dengan-Nya. Di sana mereka belajar gaya hidup,
kepedulian, keprihatinan, ucapan, pikiran, sikap dan keberpihakan Yesus. Mereka
ada bersama Yesus untuk belajar kehidupan dan pada saatnya, mereka diutus untuk
berbagi Injil kehidupan kepada semua makhluk. Sampai hari ini pun panggilan-Nya
tetap berlaku bagi semua orang karena misi-Nya untuk dunia ini belumlah
rampung. Hanya ada dua kemungkinan menjawab, “ya” atau “tidak”! Sekarang apa
yang Anda jawab? Semoga tidak salah memilih atau terlambat menjawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar