Bagaimana perasaan Anda apabila teman Anda mendapat hadiah undian dari bank
sebuah mobil Mercedes Benz seri
terbaru yang harganya miliaran rupiah? Padahal dulu, Andalah yang mengajurkan
kepadanya untuk menabung di bank itu, bahkan Anda sendiri sudah lama menjadi
nasabah sambil mengharapkan hadiah itu. Ikut senangkah? Atau ada perasaan yang
tidak nyaman menggelitik? Perasaan it terus mengusik, lalu Anda menyesal
mengapa dulu aku menyarankan kepadanya untuk menjadi nasabah bank itu? Mengapa
bukan aku yang memenangkan hadiah itu? Anda mulai gelisah dan sulit tidur.
Hati-hatilah! Virus iri hati mulai merasuk. Perlahan tapi pasti dan bisa
menggerogoti kedamaian Anda. Amsal mengingatkan bahwa iri hati dapat
membusukkan tulang (Amsal 14:30). Artinya, bukan saja merusak mentalitas kita
melainkan dapat berdampak pada kesehatan kita.
Virus iri hati dapat merasuki siapa saja, tanpa pandang bulu. Ia bisa merasuki seorang karyawan,
direktur, pengusaha, politikus, negarawan bahkan rohaniwan sekalipun. Iri tanda
tak mampu! Kalimat yang sering kita
dengar bahkan menjadikannya sebagai bahan kelakar. Benarkan iri hati merupakan
manifestasi ketidak mampuan seeorang? Kalau benar ketidakmampuan dalam hal apa?
Pada dasarnya orang yang dikuasai oleh iri hati merupakan orang yang tidak
mampu untuk: 1) Menerima diri sendiri apa adanya. 2) Bersyukur kepada Tuhan,
Sang Pencipta dan Pemberi. 3) Mengelola potensi diri yang Tuhan berikan
kepadanya agar bertumbuh kembang. 4)
Menerima keberadaan orang lain yang lebih dari dirinya. 5) Bekerjasama dan
membangun bersama.
Virus iri hati berakibat fatal, lebih mematikan dari pada virus Ebola atau HIV. Mengapa? Virus ini dapat
menghentikan “metabolisme enzim” kasih di dalam tubuh. Jika seseorang terserang
iri hati, kebencian sudah siap menyerang seluruh tubuh. Kini, siapa pun bisa
dibencinya termasuk saudara sendiri. Kebencian itu sesaat saja akan berubah
menjadi nafsu melenyapkan. Membunuh! Itulah kisah Yusuf dengan
saudara-saudaranya.
Benar, mungkin ada alasan yang tepat mengapa saudara-saudara Yusuf menjadi
iri terhadapnya. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Sang ayah begitu
memanjakan Yusuf, diberinya jubah maha indah sementara yang lain tidak, padahal
mereka sama-sama anaknya juga. Ditambah pula sang adik, Yusuf bercerita tentang
mimpi yang menyiratkan bahwa kelak kakak-kakanya itu akan sujud menyembahnya.
Kini, si tukang mimpi datang menghampiri mereka di padang penggembalaan domba
memakai jubah maha indah pemberian sang ayah, bisa dibayangkan bagaimana kebencian
itu semakin menjadi-jadi. Saya kira mungkin kita pun setuju dengan perasaan dan
tindakan dari kakak-kakak Yusuf yang merasa diperlakukan tidak adil. Kita akan
marah kalau dianaktirikan. Itulah pembenaran bagi setiap orang yang merasa
diperlakukan tidak adil. Virus iri hati ini begitu dasyat, sehingga kita tidak
mudah mendiagnosa mana perlakuan tidak adil sesungguhnya, atau hati yang sedang
panas karena iri.
Di lain pihak, benar juga bahwa lahan subur iri hati telah disiapkan sang
ayah yang kelak berbuah kebencian. Namun, apakah semestinya kebencian yang
berujung niat pembantaian ini dipelihara? Banyak orang merasa lebih puas
melampiaskan kebencian dengan melukai bahkan membunuh ketimbang berdamai
apalagi mengucap syukur atas tindakan kasih, keberhasilan, keadaan baik dan
mulia yang diterima oleh sesamanya. Kita sering kali terlambat menyadari bahaya
yang terjadi ketika iri hati terus dibiarkan berkembang. Sesal kemudian tidak berguna
kata pepatah, dan itulah juga kelak yang terjadi dengan saudara-saudara Yusuf
yang dirasuki kebencian.
Virus iri hati yang telah bermutasi menjadi kebencian ini memadamkan semua
perasaan kasih sayang persaudaraan. Mereka kemudian mengolok-olok, membuang ke
dalam sumur dan akhirnya menjual Yusuf sebagai budak ke saudagar-saudagar
Midian seharga dua puluh syikal perak. Kisah Yusuf dan saudara-saudaranya hanya
salah satu kisah dasyatnya iri hati. Kita masih bisa menemukan begitu banyak
lagi kisah-kisah serupa. Atau jangan-jangan saat ini, kita sendiri tanpa sadar
telah terjangkiti oleh virus iri hati. Sekali lagi untuk diagnosa virus ini
tidak mudah, kita membutuhkan semacam “city scan” dan kesedian menjalani
tindakan pemulihan.
Mari kita telusuri. Penyebab iri hati tidaklah jauh dari ketidakmampuan
untuk:
1.
Menerima diri sendiri apa adanya.
2. Bersyukur
kepada Tuhan, Sang Pencipta dan Pemberi.
3. Mengelola
potensi diri yang Tuhan berikan kepadanya agar bertumbuh kembang.
4. Menerima
keberadaan orang lain yang lebih dari dirinya.
5.
Bekerjasama dan membangun bersama.
Oleh sebab itu mengatasinya adalah dengan:
1. Virus iri
hati dapat ditangkal, jika rasa syukur meluap dengan ungkapan syukur. Membaca
Mazmur 105 kita dapat belajar. Bersyukur dapat kita lakukan dengan mengenang
kembali perbuatan Allah di masa lampau, kita dapat mengingat-ingatnya dan juga
mendiskusikannya.
2. Bila hati
sedang panas, ambilah waktu sejenak untuk berdoa bersama Tuhan. Bukankah Yesus
telah memberi kita teladan. Ia tidak membiarkan diri-Nya hanyut dalam rutinitas
dan tergoda oleh popularitas. Ia selalu mengambil saat teduh bersama dengan
Bapa-Nya. Ibarat batre telepon genggam, kita perlu diisi agar dapat digunakan
lagi.
3. Kenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Terimalah dan berdamai dengan itu, yakini bahwa Tuhan menciptakan kita dengan
yang terbaik untuk kita menurut sudut pandang-Nya. Dia menciptakan kita hampir
sama seperti diri-Nya (Mazmur 8:6).
4. Setelah mengenal dan menerima potensi diri, kita akan
dapat bersyukur kepada Tuhan karena Dialah Sang Pemberi talenta. Dia memberikan
talenta itu menurut kesanggupan setiap orang, jadi jika ada yang diberi lebih
dari kita, janganlah iri (Matius 25:15). Tuhan sangat tahu porsi yang harus
kita terima.
5. Anda adalah diri Anda, jangan ingin jadi orang lain.
Belajar dari proses keberhasilan orang lain adalah baik. Namun, jauh lebih baik
mengembangkan talenta yang Tuhan percayakan kepada Anda (Matius 25:16-17) dan
jangan sekali-kali memendamnya (Matius 25:18).
6. Jika ada orang yang lebih berhasil, lebih kaya, lebih
pandai, lebih cakep, pendeknya lebih dari diri Anda, jangan marah apalagi
menyimpan dengki. Rayakan dan bersukacitalah. Bersukacitalah dengan orang yang
bersukacita (Roma 12:15a). Pada awalnya mungkin sulit, tapi kalau kita berhasil
melihat sisi positif dari merayakan keberhasilan orang lain, kita akan bisa
melakukannya. Lakukan terus hingga kita terbiasa.
7. Tuhan memberikan kepada kita talenta yang berbeda, itu semua merupakan
kekayaan untuk pembangunan bersama bukan sebaliknya saling iri dan menjadi
bahan perpecahan. Di dalam Kristus kita adalah anggota-anggota Tubuh-Nya, untuk
itu bekrjasamalah (1 Korintus 12:12-31).
Keberhasilan
kita dalam menyingirkan virus iri hati akan berbuah sangat baik. Hidup ini jadi
sehat, kita akan sangat mudah tersenyum, jauh dari rancangan busuk mencelakakan
orang lain, jauh dari kecurigaan. Kita akan menikmati hidup yang berkualitas.
Hidup seperti inilah yang memudahkan Injil dipahami oleh orang yang bersentuhan
dengan kita. Jadi pilih mana: Bebas dari virus iri hati atau mau terus
memeliharanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar