Jumat, 08 Agustus 2014

IRI HATI MEMADAMKAN CINTA

Bagaimana perasaan Anda apabila teman Anda mendapat hadiah undian dari bank sebuah mobil Mercedes Benz seri terbaru yang harganya miliaran rupiah? Padahal dulu, Andalah yang mengajurkan kepadanya untuk menabung di bank itu, bahkan Anda sendiri sudah lama menjadi nasabah sambil mengharapkan hadiah itu. Ikut senangkah? Atau ada perasaan yang tidak nyaman menggelitik? Perasaan it terus mengusik, lalu Anda menyesal mengapa dulu aku menyarankan kepadanya untuk menjadi nasabah bank itu? Mengapa bukan aku yang memenangkan hadiah itu? Anda mulai gelisah dan sulit tidur. Hati-hatilah! Virus iri hati mulai merasuk. Perlahan tapi pasti dan bisa menggerogoti kedamaian Anda. Amsal mengingatkan bahwa iri hati dapat membusukkan tulang (Amsal 14:30). Artinya, bukan saja merusak mentalitas kita melainkan dapat berdampak pada kesehatan kita.

Virus iri hati dapat merasuki siapa saja, tanpa pandang bulu. Ia bisa merasuki seorang karyawan, direktur, pengusaha, politikus, negarawan bahkan rohaniwan sekalipun. Iri tanda tak mampu!  Kalimat yang sering kita dengar bahkan menjadikannya sebagai bahan kelakar. Benarkan iri hati merupakan manifestasi ketidak mampuan seeorang? Kalau benar ketidakmampuan dalam hal apa? Pada dasarnya orang yang dikuasai oleh iri hati merupakan orang yang tidak mampu untuk: 1) Menerima diri sendiri apa adanya. 2) Bersyukur kepada Tuhan, Sang Pencipta dan Pemberi. 3) Mengelola potensi diri yang Tuhan berikan kepadanya agar bertumbuh kembang.  4) Menerima keberadaan orang lain yang lebih dari dirinya. 5) Bekerjasama dan membangun bersama.

Virus iri hati berakibat fatal, lebih mematikan dari pada virus Ebola atau HIV. Mengapa? Virus ini dapat menghentikan “metabolisme enzim” kasih di dalam tubuh. Jika seseorang terserang iri hati, kebencian sudah siap menyerang seluruh tubuh. Kini, siapa pun bisa dibencinya termasuk saudara sendiri. Kebencian itu sesaat saja akan berubah menjadi nafsu melenyapkan. Membunuh! Itulah kisah Yusuf dengan saudara-saudaranya.

Benar, mungkin ada alasan yang tepat mengapa saudara-saudara Yusuf menjadi iri terhadapnya. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Sang ayah begitu memanjakan Yusuf, diberinya jubah maha indah sementara yang lain tidak, padahal mereka sama-sama anaknya juga. Ditambah pula sang adik, Yusuf bercerita tentang mimpi yang menyiratkan bahwa kelak kakak-kakanya itu akan sujud menyembahnya. Kini, si tukang mimpi datang menghampiri mereka di padang penggembalaan domba memakai jubah maha indah pemberian sang ayah, bisa dibayangkan bagaimana kebencian itu semakin menjadi-jadi. Saya kira mungkin kita pun setuju dengan perasaan dan tindakan dari kakak-kakak Yusuf yang merasa diperlakukan tidak adil. Kita akan marah kalau dianaktirikan. Itulah pembenaran bagi setiap orang yang merasa diperlakukan tidak adil. Virus iri hati ini begitu dasyat, sehingga kita tidak mudah mendiagnosa mana perlakuan tidak adil sesungguhnya, atau hati yang sedang panas karena iri.  

Di lain pihak, benar juga bahwa lahan subur iri hati telah disiapkan sang ayah yang kelak berbuah kebencian. Namun, apakah semestinya kebencian yang berujung niat pembantaian ini dipelihara? Banyak orang merasa lebih puas melampiaskan kebencian dengan melukai bahkan membunuh ketimbang berdamai apalagi mengucap syukur atas tindakan kasih, keberhasilan, keadaan baik dan mulia yang diterima oleh sesamanya. Kita sering kali terlambat menyadari bahaya yang terjadi ketika iri hati terus dibiarkan berkembang. Sesal kemudian tidak berguna kata pepatah, dan itulah juga kelak yang terjadi dengan saudara-saudara Yusuf yang dirasuki kebencian.

Virus iri hati yang telah bermutasi menjadi kebencian ini memadamkan semua perasaan kasih sayang persaudaraan. Mereka kemudian mengolok-olok, membuang ke dalam sumur dan akhirnya menjual Yusuf sebagai budak ke saudagar-saudagar Midian seharga dua puluh syikal perak. Kisah Yusuf dan saudara-saudaranya hanya salah satu kisah dasyatnya iri hati. Kita masih bisa menemukan begitu banyak lagi kisah-kisah serupa. Atau jangan-jangan saat ini, kita sendiri tanpa sadar telah terjangkiti oleh virus iri hati. Sekali lagi untuk diagnosa virus ini tidak mudah, kita membutuhkan semacam “city scan” dan kesedian menjalani tindakan pemulihan.

Mari kita telusuri. Penyebab iri hati tidaklah jauh dari ketidakmampuan untuk:
1.    Menerima diri sendiri apa adanya.
2.    Bersyukur kepada Tuhan, Sang Pencipta dan Pemberi.
3.    Mengelola potensi diri yang Tuhan berikan kepadanya agar bertumbuh kembang. 
4.    Menerima keberadaan orang lain yang lebih dari dirinya.
5.    Bekerjasama dan membangun bersama.

Oleh sebab itu mengatasinya adalah dengan:

1.   Virus iri hati dapat ditangkal, jika rasa syukur meluap dengan ungkapan syukur. Membaca Mazmur 105 kita dapat belajar. Bersyukur dapat kita lakukan dengan mengenang kembali perbuatan Allah di masa lampau, kita dapat mengingat-ingatnya dan juga mendiskusikannya.

2.     Bila hati sedang panas, ambilah waktu sejenak untuk berdoa bersama Tuhan. Bukankah Yesus telah memberi kita teladan. Ia tidak membiarkan diri-Nya hanyut dalam rutinitas dan tergoda oleh popularitas. Ia selalu mengambil saat teduh bersama dengan Bapa-Nya. Ibarat batre telepon genggam, kita perlu diisi agar dapat digunakan lagi.

3.  Kenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Terimalah dan berdamai dengan itu, yakini bahwa Tuhan menciptakan kita dengan yang terbaik untuk kita menurut sudut pandang-Nya. Dia menciptakan kita hampir sama seperti diri-Nya (Mazmur 8:6).

4.    Setelah mengenal dan menerima potensi diri, kita akan dapat bersyukur kepada Tuhan karena Dialah Sang Pemberi talenta. Dia memberikan talenta itu menurut kesanggupan setiap orang, jadi jika ada yang diberi lebih dari kita, janganlah iri (Matius 25:15). Tuhan sangat tahu porsi yang harus kita terima.

5.    Anda adalah diri Anda, jangan ingin jadi orang lain. Belajar dari proses keberhasilan orang lain adalah baik. Namun, jauh lebih baik mengembangkan talenta yang Tuhan percayakan kepada Anda (Matius 25:16-17) dan jangan sekali-kali memendamnya (Matius 25:18).

6.     Jika ada orang yang lebih berhasil, lebih kaya, lebih pandai, lebih cakep, pendeknya lebih dari diri Anda, jangan marah apalagi menyimpan dengki. Rayakan dan bersukacitalah. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita (Roma 12:15a). Pada awalnya mungkin sulit, tapi kalau kita berhasil melihat sisi positif dari merayakan keberhasilan orang lain, kita akan bisa melakukannya. Lakukan terus hingga kita terbiasa.

7. Tuhan memberikan kepada kita talenta yang berbeda, itu semua merupakan kekayaan untuk pembangunan bersama bukan sebaliknya saling iri dan menjadi bahan perpecahan. Di dalam Kristus kita adalah anggota-anggota Tubuh-Nya, untuk itu bekrjasamalah (1 Korintus 12:12-31).

Keberhasilan kita dalam menyingirkan virus iri hati akan berbuah sangat baik. Hidup ini jadi sehat, kita akan sangat mudah tersenyum, jauh dari rancangan busuk mencelakakan orang lain, jauh dari kecurigaan. Kita akan menikmati hidup yang berkualitas. Hidup seperti inilah yang memudahkan Injil dipahami oleh orang yang bersentuhan dengan kita. Jadi pilih mana: Bebas dari virus iri hati atau mau terus memeliharanya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar