Kamis, 05 Juni 2014

DIUTUS DAN DIMAMPUKAN UNTUK BERSAMA MENJADI SAKSI

Hampir sebagian besar ruang publik kita kini didominasi kesibukan suasana kampanye pemilihan umum presiden. Konon, kebanyakan para pengamat politik menyimpulkan kampanye negatif dan kampanye hitam lebih banyak dilakukan ketimbang kampanye positif atau kampanye yang sehat. Kampanye negatif adalah menyerang kebijakan-kebijakan kandidat lawan sedangkan kampanye hitam lebih ke arah mengekspose pribadi sang lawan, bila perlu menebarkan berita bohong atau fitnah. Kampanye positif adalah menawarkan program-program yang baik dan rasional untuk dikerjakan, jadi bukan hanya sekedar janji.

Ada dua kubu yang akan bertarung dalam memperebutkan orang nomor satu  dan wakilnya di negeri ini. Masing-masing kubu telah mempersiapkan tim suksesnya. Tim sukses itu berisi orang-orang yang mumpuni di bidangnya. Ada yang ahli di bidang visi-misi, hukum, ekonomi, debat, keuangan, media dan lain-lain sampai tim kampanye. Mereka semua dipersiapkan, dibekali dan kemudian diutus, tujuannya satu: meraup suara sebanyak-banyaknya dan memenangkan kompetisi. Tanpa persiapandan pembekalan yang baik, mustahil kandidat dapat memenangkan kompetisi ini. Tidak dapat dipungkiri konsultan politik berperan di balik layar. Ada kalanya mereka menyiapkan trik-trik pencitraan agar kandidat yang didukungnya terlihat lebih baik dari sang lawan. Bagaimana pun juga pencitraan yang dibuat-buat toh akhirnya pada suatu saat akan terlihat juga. Namun, perjuangan yang berangkat dari ketulusan, kejujuran dan memihak kepada kebenaran pada waktunya membuahkan simpatik yang tulus juga.  Banyak orang bersedia menjadi relawan tanpa pamrih.

Misi Kristus di dunia ini tentu tidak sama seperti orang berebut kekuasaan. Yesus tidak memerlukan dukungan dari manusia! Sebaliknya, justeru Dialah yang memberdayakan manusia agar manusia menjadi citra Allah sesungguhnya. Mengembalikan martabat manusia dan menunjukkan jalan kembali kepada Bapa. Yesus tidak mengorbankan orang banyak supaya Ia berkuasa. Namun, Ia melepaskan kekuasaan-Nya, mengambil rupa seorang hamba, menderita dan mengorbankan diri-Nya agar manusia diselamatkan. Yesus menginginkan agar tak satu pun manusia binasa, maka Ia mempersiapkan para murid untuk diutus menjadi saksi-Nya.

Yesus bukanlah konsultan politik yang menyiapkan murid-murid-Nya agar pandai berorasi. Yesus tidak menyiapkan para murid dengan polesan-polesan pencitraan agar “kemasannya” terlihat menarik lalu banyak orang tergiur dan menjadi pengikut-Nya. Bukan itu! Yesus menyiapkan para murid dengan membiarkan diri-Nya diikuti para murid. Para murid itu setiap hari hidup dan bergaul dengan Yesus. Mereka mendengar, melihat dan merasakan sendiri apa yang diajarkan dan diperbuat Yesus. Begitu pula sampai di ujung kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus menyiapkan para murid dengan bekal luar biasa! Dalam penampakkan-Nya kepada para murid setelah kebangkitan-Nya dan menjelang perpisahan dengan para murid Yesus menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.” (Yohanes 20:22).

Bekal utama para murid untuk melanjutkan misi Yesus adalah kuasa Roh Kudus. Yesus menghembusi para murid dengan Roh Kudus. Kata “menghembusi”, kata ini digunakan juga dalam Alkitab dalam kisah penciptaan manusia. Allah menghembuskan nafas hidup ke hidup Adam sehingga ia menjadi makhluk yang hidup (Kej.2:7). Inilah gambaran yang sama seperti yang dilihat oleh nabi Yehezkiel di dalam lembah kematian, tulang-tulang kering, ketika ia mendengar Tuhan berkata kepada angin:  Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berhembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali” (Yeh. 37:9) Jadi kata “menghembuskan” Roh Kudus yang diperguakan Yesus kepada para murid adalah pemberian kuasa yang menghidupkan. Kuasa Roh Kudus adalah pertanda kelahiran baru dari kematian.

Kuasa yang menghidupkan itu muncul dalam pelbagai karunia (1 Korintus 12:1-11). Ada karunia berkata-kata dengan hikmat, bernubuat, memberikan iman, menyembuhkan, berbicara dalam bahasa roh dan lain sebagainya, masing-masing orang diberikan menurut kehendak-Nya. Tentu saja, dipandang dari Yohanes 20:22 maka setiap karunia itu adalah wujud nyata dari “hembusan Roh Kudus” itu. Bermacam-macam namun dikerjakan oleh Roh yang sama, yakni Roh Kudus!

Semua karunia yang berasal dari “Sang Pemberi Hidup” itu mestinya digunakan untuk kesaksian; membangun peradaban baru yang memulihkan ciptaan. Peradaban yang bukan lagi menuju kepada kematian, melainkan kehidupan yang kekal. Namun, apa yang terjadi? Sering kali manusia terjebak dalam perangkap kesombongan. Alih-alih karunia itu dipergunakan untuk membangun jemaat, justeru menjadi sombong dan pongah. Merasa bangga karena bisa ini dan bisa itu! Tanpa sadar kuasa yang menghidupkan itu bisa menjadi bumerang, menghancurkan tubuh sendiri. Tengoklah sejarah gereja: Gereja hancur bukan karena tekanan dan intimidasi. Malah semakin dibabat, semakin merambat. Saya percaya gereja akan tetap ada di Nigeria, Kongo, Iran, Somalia dan di negara-negara anti Kristen dengan catatan di dalam gereja tidak ada perpecahan. Namun, sebaliknya gereja akan hancur dengan sendirinya apabila sesama tubuh Kristus itu saling menyakiti dan membinasakan. Gereja akan hancur apabila di sana ada roh perpecahan! Sehingga Paulus perlu mengingatkan bahwa setiap orang Kristen adalah bagian dari tubuh Kristus, “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.” (1 Kor.12:12)

Andaikan kita menyadari ini, maka seharusnya tidak ada sikap pongah dan niat meninggikan diri. Melainkan memberdayakan segenap kemampuan kita untuk meneruskan menjalankan misi-Nya di dunia ini, misi kehidupan dan bukan kematian. Dalam ekstrim yang lain, mestinya kita tidak apatis atau merasa tidak punya kemampuan apa-apa untuk meneruskan misi kehidupan ini. Tuhan pasti sudah mengukur setiap kesanggupan kita untuk meneruskan pekerjaan-Nya di muka bumi ini. Kisah sederhana ini mungkin dapat menolong kita untuk berbuat, walau tampaknya kecil, namun Tuhan memakainya untuk mencegah dari kematian.

Seorang anak 12 tahun ingin sekali terlibat dalam pelayanan di gereja. Namun, anak ini tidak punya bakat yang menonjol. Ia selalu gugup kalau harus tampil di muka umum. Ia juga tidak punya talenta untuk bermain alat musik atau bernyanyi. Anak ini memutuskan untuk menjadi orang “di belakang layar”. Ia menawarkan diri untuk membuat dan mengantar undangan setiap minggu ke rumah-rumah anggota jemaat. Anak ini melakukannya dengan tekun. Suatu ketika saat ia akan mengantar undangan ia merasa terlampau malas. Hari itu hujan, dan anak ini merasa bahwa tanpa diberi undangan pun orang pasti tetap datang ke gereja.

Namun, anak ini berpikir lagi, bukankah hanya pelayanan ini yang mampu ia kerjakan untuk melayani Tuhan. Kini, ia bangkit melawan rasa malasnya dan pergi mengantar undangan. Hujan semakin besar dan akhirnya tinggal satu rumah lagi. Rumah seorang Oma yang tinggal seorang diri. Ketika ia tiba, hujan semakin deras. Anak ini berdiri di muka pagar sibuk membunyikan bel dan mengetuk pagar. Lama tidak ada jawaban. Anak ini terus menunggu. Akhirnya, sang Oma keluar dengan dandanan semrawut. Anak ini menyerahkan undangan dan berkata, “Oma, ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma. Di tunggu hari Minggu di gereja, ya!”

Hari Minggu setelah kebaktian ada acara kebersamaan. Oma ini menawarkan diri untuk bercerita. “Beberapa hari yang lalu, saya merasa sangat putus asa. Saya sudah bosan tinggaldi dunia. Suami saya sudah kembali kepada Tuhan. Teman-teman saya juga sudah tidak ada. Anak, cucu, menantu semua sibuk dengan urusan masing-masing. Saya sudah benar-benar bosan dan frustasi. Saya rasanya ingin minum obat tidur sebanyak-banyaknya dan berharap dapat tidur untuk selamanya. Tepat saat itu, bel rumah saya berbunyi. Saya keluar, saya mendapati Tuhan mengutus malaikat-Nya dan mengatakan kepada saya, “Oma, ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma!” Perkataan itu menghangatkan kekosongan jiwa saya. Mengapa saya lupa? Saya tidak pernah sendirian, Tuhan Yesus begitu mengasihi saya.” (Sumber: Dian Penuntun, edisi:17, by Pdt. Cordelia G)

Anda dan saya bisa menjadi malaikat kecil-Nya, menyampaikan cinta kasih-Nya. Ketika kita sibuk mengerjakan kehendak-Nya, maka tidak ada waktu buat kita untuk menceritakan kejelekan dan keyakinan orang lain. Dunia ini butuh kabar gembira, Injil untuk kehidupan. Dunia tidak butuh kabar busuk atau kematian, karena tanpa itu pun dunia akan binasa dengan sendirinya. Selamat merayakan PENTAKOSTA, selamat mengucap syukur dan menjadi saksi-Nya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar