Hampir sebagian besar ruang
publik kita kini didominasi kesibukan suasana kampanye pemilihan umum presiden.
Konon, kebanyakan para pengamat politik menyimpulkan kampanye negatif dan
kampanye hitam lebih banyak dilakukan ketimbang kampanye positif atau kampanye
yang sehat. Kampanye negatif adalah menyerang kebijakan-kebijakan kandidat
lawan sedangkan kampanye hitam lebih ke arah mengekspose pribadi sang lawan,
bila perlu menebarkan berita bohong atau fitnah. Kampanye positif adalah
menawarkan program-program yang baik dan rasional untuk dikerjakan, jadi bukan
hanya sekedar janji.
Ada dua kubu yang akan
bertarung dalam memperebutkan orang nomor satu
dan wakilnya di negeri ini. Masing-masing kubu telah mempersiapkan tim
suksesnya. Tim sukses itu berisi orang-orang yang mumpuni di bidangnya. Ada
yang ahli di bidang visi-misi, hukum, ekonomi, debat, keuangan, media dan
lain-lain sampai tim kampanye. Mereka semua dipersiapkan, dibekali dan kemudian
diutus, tujuannya satu: meraup suara sebanyak-banyaknya dan memenangkan
kompetisi. Tanpa persiapandan pembekalan yang baik, mustahil kandidat dapat
memenangkan kompetisi ini. Tidak dapat dipungkiri konsultan politik berperan di
balik layar. Ada kalanya mereka menyiapkan trik-trik pencitraan agar kandidat
yang didukungnya terlihat lebih baik dari sang lawan. Bagaimana pun juga
pencitraan yang dibuat-buat toh akhirnya pada suatu saat akan terlihat juga.
Namun, perjuangan yang berangkat dari ketulusan, kejujuran dan memihak kepada
kebenaran pada waktunya membuahkan simpatik yang tulus juga. Banyak orang bersedia menjadi relawan tanpa
pamrih.
Misi Kristus di dunia ini
tentu tidak sama seperti orang berebut kekuasaan. Yesus tidak memerlukan
dukungan dari manusia! Sebaliknya, justeru Dialah yang memberdayakan manusia
agar manusia menjadi citra Allah sesungguhnya. Mengembalikan martabat manusia
dan menunjukkan jalan kembali kepada Bapa. Yesus tidak mengorbankan orang
banyak supaya Ia berkuasa. Namun, Ia melepaskan kekuasaan-Nya, mengambil rupa
seorang hamba, menderita dan mengorbankan diri-Nya agar manusia diselamatkan.
Yesus menginginkan agar tak satu pun manusia binasa, maka Ia mempersiapkan para
murid untuk diutus menjadi saksi-Nya.
Yesus bukanlah konsultan
politik yang menyiapkan murid-murid-Nya agar pandai berorasi. Yesus tidak
menyiapkan para murid dengan polesan-polesan pencitraan agar “kemasannya”
terlihat menarik lalu banyak orang tergiur dan menjadi pengikut-Nya. Bukan itu!
Yesus menyiapkan para murid dengan membiarkan diri-Nya diikuti para murid. Para
murid itu setiap hari hidup dan bergaul dengan Yesus. Mereka mendengar, melihat
dan merasakan sendiri apa yang diajarkan dan diperbuat Yesus. Begitu pula
sampai di ujung kebersamaan-Nya dengan para murid, Yesus menyiapkan para murid
dengan bekal luar biasa! Dalam penampakkan-Nya kepada para murid setelah
kebangkitan-Nya dan menjelang perpisahan dengan para murid Yesus menghembusi
mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.” (Yohanes 20:22).
Bekal utama para murid untuk
melanjutkan misi Yesus adalah kuasa Roh Kudus. Yesus menghembusi para murid
dengan Roh Kudus. Kata “menghembusi”, kata ini digunakan juga dalam Alkitab
dalam kisah penciptaan manusia. Allah menghembuskan nafas hidup ke hidup Adam
sehingga ia menjadi makhluk yang hidup (Kej.2:7). Inilah gambaran yang sama
seperti yang dilihat oleh nabi Yehezkiel di dalam lembah kematian,
tulang-tulang kering, ketika ia mendengar Tuhan berkata kepada angin: “Hai
nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berhembuslah ke dalam
orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali” (Yeh. 37:9)
Jadi kata “menghembuskan” Roh Kudus yang diperguakan Yesus kepada para murid
adalah pemberian kuasa yang menghidupkan. Kuasa Roh Kudus adalah pertanda
kelahiran baru dari kematian.
Kuasa yang menghidupkan itu
muncul dalam pelbagai karunia (1 Korintus 12:1-11). Ada karunia berkata-kata
dengan hikmat, bernubuat, memberikan iman, menyembuhkan, berbicara dalam bahasa
roh dan lain sebagainya, masing-masing orang diberikan menurut kehendak-Nya.
Tentu saja, dipandang dari Yohanes 20:22 maka setiap karunia itu adalah wujud
nyata dari “hembusan Roh Kudus” itu. Bermacam-macam namun dikerjakan oleh Roh
yang sama, yakni Roh Kudus!
Semua karunia yang berasal
dari “Sang Pemberi Hidup” itu mestinya digunakan untuk kesaksian; membangun
peradaban baru yang memulihkan ciptaan. Peradaban yang bukan lagi menuju kepada
kematian, melainkan kehidupan yang kekal. Namun, apa yang terjadi? Sering kali
manusia terjebak dalam perangkap kesombongan. Alih-alih karunia itu
dipergunakan untuk membangun jemaat, justeru menjadi sombong dan pongah. Merasa
bangga karena bisa ini dan bisa itu! Tanpa sadar kuasa yang menghidupkan itu
bisa menjadi bumerang, menghancurkan tubuh sendiri. Tengoklah sejarah gereja:
Gereja hancur bukan karena tekanan dan intimidasi. Malah semakin dibabat,
semakin merambat. Saya percaya gereja akan tetap ada di Nigeria, Kongo, Iran,
Somalia dan di negara-negara anti Kristen dengan catatan di dalam gereja tidak
ada perpecahan. Namun, sebaliknya gereja akan hancur dengan sendirinya apabila
sesama tubuh Kristus itu saling menyakiti dan membinasakan. Gereja akan hancur
apabila di sana ada roh perpecahan! Sehingga Paulus perlu mengingatkan bahwa
setiap orang Kristen adalah bagian dari tubuh Kristus, “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan
segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula
Kristus.” (1 Kor.12:12)
Andaikan kita menyadari ini,
maka seharusnya tidak ada sikap pongah dan niat meninggikan diri. Melainkan
memberdayakan segenap kemampuan kita untuk meneruskan menjalankan misi-Nya di
dunia ini, misi kehidupan dan bukan kematian. Dalam ekstrim yang lain, mestinya
kita tidak apatis atau merasa tidak punya kemampuan apa-apa untuk meneruskan
misi kehidupan ini. Tuhan pasti sudah mengukur setiap kesanggupan kita untuk
meneruskan pekerjaan-Nya di muka bumi ini. Kisah sederhana ini mungkin dapat
menolong kita untuk berbuat, walau tampaknya kecil, namun Tuhan memakainya
untuk mencegah dari kematian.
Seorang anak 12 tahun ingin
sekali terlibat dalam pelayanan di gereja. Namun, anak ini tidak punya bakat
yang menonjol. Ia selalu gugup kalau harus tampil di muka umum. Ia juga tidak
punya talenta untuk bermain alat musik atau bernyanyi. Anak ini memutuskan
untuk menjadi orang “di belakang layar”. Ia menawarkan diri untuk membuat dan
mengantar undangan setiap minggu ke rumah-rumah anggota jemaat. Anak ini
melakukannya dengan tekun. Suatu ketika saat ia akan mengantar undangan ia
merasa terlampau malas. Hari itu hujan, dan anak ini merasa bahwa tanpa diberi
undangan pun orang pasti tetap datang ke gereja.
Namun, anak ini berpikir lagi,
bukankah hanya pelayanan ini yang mampu ia kerjakan untuk melayani Tuhan. Kini,
ia bangkit melawan rasa malasnya dan pergi mengantar undangan. Hujan semakin
besar dan akhirnya tinggal satu rumah lagi. Rumah seorang Oma yang tinggal seorang
diri. Ketika ia tiba, hujan semakin deras. Anak ini berdiri di muka pagar sibuk
membunyikan bel dan mengetuk pagar. Lama tidak ada jawaban. Anak ini terus
menunggu. Akhirnya, sang Oma keluar dengan dandanan semrawut. Anak ini
menyerahkan undangan dan berkata, “Oma, ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma.
Di tunggu hari Minggu di gereja, ya!”
Hari Minggu setelah kebaktian
ada acara kebersamaan. Oma ini menawarkan diri untuk bercerita. “Beberapa hari
yang lalu, saya merasa sangat putus asa. Saya sudah bosan tinggaldi dunia.
Suami saya sudah kembali kepada Tuhan. Teman-teman saya juga sudah tidak ada.
Anak, cucu, menantu semua sibuk dengan urusan masing-masing. Saya sudah
benar-benar bosan dan frustasi. Saya rasanya ingin minum obat tidur sebanyak-banyaknya
dan berharap dapat tidur untuk selamanya. Tepat saat itu, bel rumah saya
berbunyi. Saya keluar, saya mendapati Tuhan mengutus malaikat-Nya dan
mengatakan kepada saya, “Oma, ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma!” Perkataan
itu menghangatkan kekosongan jiwa saya. Mengapa saya lupa? Saya tidak pernah
sendirian, Tuhan Yesus begitu mengasihi saya.” (Sumber: Dian Penuntun,
edisi:17, by Pdt. Cordelia G)
Anda dan saya bisa menjadi malaikat kecil-Nya,
menyampaikan cinta kasih-Nya. Ketika kita sibuk mengerjakan kehendak-Nya, maka
tidak ada waktu buat kita untuk menceritakan kejelekan dan keyakinan orang
lain. Dunia ini butuh kabar gembira, Injil untuk kehidupan. Dunia tidak butuh
kabar busuk atau kematian, karena tanpa itu pun dunia akan binasa dengan
sendirinya. Selamat merayakan PENTAKOSTA, selamat mengucap syukur dan menjadi
saksi-Nya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar