Jumat, 23 Mei 2014

RAJIN BERBUAT BAIK

“Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik.”
(I Petrus 3:13)

Yu Yuan tidak pernah tahu siapa orang tua kandungnya. Ayah angkatnya menemukan Yu Yuan di atas hamparan rumput pada 30 November 1996. Saat ditemukan, di dada Yu Yuan kecil ada selembar kartu kecil bertuliskan 20 November pukul 12. Suara tangisan Yu Yuan begitu lemah, dengan berat hati seorang lelaki 30 tahun menghampirinya, ia mengangkat dan memeluk bayi itu. Dengan menghela nafas ia berkata, “Apa pun yang kumakan, kamu pun akan memakannya.” Kemudian lelaki ini bertekad untuk menjadi ayah dari sang bayi malang dan memberinya nama Yu Yuan.

Dalam kemiskinannya, sang ayah angkat tidak mampu membeli susu bubuk untuk Yu Yuan. Ia hanya mampu memberi makan dengan air tajin sehingga dampaknya Yu Yuan tumbuh lemah, rentan terhadap penyakit. Namun, anak ini sangat penurut, ia bertambah besar dan memiliki kepintaran luar biasa. Para tetangganya sering memuji Yu Yuan. Ia sangat disukai oleh para tetangganya. Yu Yuan hidup dalam kesusahan luar biasa. Sejak berusia lima tahun ia sudah terbiasa membantu ayah angkatnya mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari mencuci baju, memasak, dan memotong rumput. Ia mengerjakan semuanya itu dengan sukacita.

Saat memasuki sekolah dasar, Yu Yuan sudah sangat mengerti bahwa ia harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang membuat ayahnya yang tidak berpendidikan, bangga terhadap dirinya di desa itu. Setiap kali ada yang lucu di sekolah, Yu Yuan segera menceritakannya kepada ayahnya. Kadang ia usil dengan memberikan berbagai pertanyaan sulit untuk menguji ayahnya.

Sejak Mei 2005, Yu Yuan menderita mimisan. Ayah Yu Yuan membawanya ke Puskesmas desa untuk disuntik. Namun, sayang bekas suntikan itu tidak berhenti mengeluarkan darah. Di paha Yu Yuan bermunculan bintik- bintik merah. Dokter pun menyarankan agar ayah Yu Yuan membawanya ke rumah sakit. Dokter di rumah sakit itu menyatakan bahwa Yu Yuan menderita leukimia ganas. Pengobatan penyakit itu sangat mahal. Ayah Yu Yuan mulai cemas melihat anaknya terbaring lemah di ranjang. Sang ayah hanya memiliki niat, yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara ia meminjam uang ke sanak saudara dan teman. Namun, ternyata uang yang terkumpul sangat sedikit. Akhirnya sang ayah memutuskan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya.

Melihat mata sang ayah yang sedih dan pipinya semakin hari semakin tirus, hati Yu Yuan sedih. Satu hari, dengan air mata yang mengalir di pipi, gadis kecil itu berkata, “Ayah, aku ingin mati.” Dengan terkejut ayah Yu Yuan memandang, “Kamu baru delapan tahun, kenapa mau mati?” Yu Yuan menjawab, “Aku adalah anak yang dipungut. Nyawaku tidak berharga. Tidak sebanding dengan biaya pengobatan penyakit ini. Biarlah aku keluar dari rumah sakit ini.”

Pada 18 Juni 2005, Yu Yuan mewakili ayahnya yang tidak mengenal huruf menandatangani surat keluar dari rumah sakit. Hari itu juga mereka meninggalkan rumah sakit. Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah meminta sesuatu, hari itu mengajukan dua permohonan kepada ayah angkatnya. Ia ingin mengenakan baju baru dan berfoto. Yu Yuan menjelaskan alasan di balik permintaannya. “Setelah aku tidak ada, jika ayah merindukanku, lihatlah foto ini!” 
Bibinya memilihkan rok putih dengan corak bintik-bintik merah, Yu Yuan kemudian mengenakan baju barunya dan dengan berpose secantik mungkin, ia berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya ia tidak dapat menahan air mata yang mengalir keluar.

Adalah Fu Yuan, seorang wartawati yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao mengetahui kisah ini. Ia menuliskan kisah gadis kecil dengan leukimianya dengan sangat detil. Cerita tentang anak berusia delapan tahun yang mengatur pemakamannya sendiri akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang tergugah, gaungnya sampai mendunia. Dalam waktu sepuluh hari saja terkumpul dana 560 ribu dollar. Biaya oprasi pun tercukupi. Kemudian pengumuman pengalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir. Pada 21 Juni, Yu Yuan kembali masuk rumah sakit. Proses perawatan pun dimulai, Yu Yuan dengan susah payah harus menjalani kemoterapi dan selanjutnya oprasi cangkok sumsum tulang belakang. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban, mereka ingin Yu Yuan sembuh.

Akan tetapi, efek samping dari obat-obatan sangat buruk bagi tubuh rentan yang sejak kecil kurang gizi. Setelah melewati oprasi, fisik Yu Yuan begitu lemah. Pada 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawati Fu Yuan, “ Tante, mengapa mereka bersedia menyumbangkan danya untuk aku?” Wartawati itu menjawab, “Karena mereka semua adalah orang yang baik hati.” Yu Yuan berkata, “Tante, aku juga mau menjadi orang yang baik hati.” Tante Fu Yuan menjawab, “Kamu memang adalah orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar dapat menjadi semakin baik.” Yu Yuan mengambil sebuah surat dari bawah bantalnya dan memberikannya kepada wartawati Fu Yuan.

Fu Yuan sangat terkejut ketika membuka dan membaca surat itu. Surat itu semacam “wasiat”. Yu Yuan mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah telah memperhatikannya melalui media surat kabar. “Sampai jumpa Tante, kita berjupa lagi dalam mimpi. Tolong jaga ayah saya. Sebagian dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolahku. Bagikan juga kepada lembaga palang merah. Setelah saya meninggal, bagikan biaya pengobatan itu kepada orang-orang yang sakit seperti aku, agar mereka cepat sembuh.” Surat wasiat itu membuat Fu Yuan tidak bisa menahan air matia. “Saya pernah datang, dan saya sangat patuh.” Demikianlah kata-kata terakhir Yu Yuan.

Pada 26 Agustus 2005, Yu Yuan dimakamkan. Di depan rumah duka banyak orang berdiri dan menangis. Sesuai pesan Yu Yuan, sisa dana sebesar 540 ribu dolar disumbangkan kepada anak-anak penderita leukimia. Tercatat tujuh anak penerima sumbangan itu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian. Salah satu penerima donasi itu berhasil sembuh, ia menuliskan, “Saya telah menerima bantuan dari kehidupanmu. Terima kasih adik Yu Yuan. Kamu pasti sedang melihat kami dari atas sana. Jangan risau, kami juga akan mengukir batu nisan dengan kata-kata, ‘Aku pernah datang dan aku sangat patuh.”

Ada banyak alasan seseorang berbuat baik. Ada motif agar dengan keibaikan yang dikerjakannya maka ada reward/keuntungan untuk dirinya. Namun, tidak sedikit yang mengerjakan perbuatan baik oleh karena dirinya terlebih dahulu telah merasakan kebaikan. Yu Yuan melakukan segala kebaikan oleh karena ia menyadari diri hanya seorang anak yang dipungut. Kepolosan, ketulusan, serta baktinya kepada orangtuanya akhirnya mendapat respon luar biasa dari dunia. Walaupun hidup serba kekurangan, ia dapat memberikan kasihnya kepada sesama. Kita juga adalah “anak-anak yang dipungut” dari lumpur dosa, menjadi anak-anak Tuhan yang seharusnya dan tidak usah diminta untuk selalu mengerjakan pekerjaan Bapa kita. Jika Sang Bapa dikenal dengan Yang rahmani dan rahimi maka itulah yang harusnya terjadi, orang mengenal kita sebagai gambaran Sang Bapa yang kelihatan.

Petrus mengingatkan kita bahwa hidup dalam kasih, ketulusan, gemar berbuat baik dan semangat untuk tetap berjuang adalah esensi kekristenan. Ia mengingatkan bisa saja ketika berbuat baik kita mengalami berbagai kesulitan. “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan bahagia...”(I Petrus 3:14). Di samping itu ketika kita berhadapan dengan pelbagai kesulitan dan penderitaan, bukankah kita juga dijanjikan oleh Tuhan Yesus Roh Kudus sebagai Roh Penghibur dan Penolong.

Menjelang perpisahan-Nya dengan para murid, Yesus menegaskan, “Janganlah gelisah hatimu, Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu” (Yoh.14:18) . Yesus menegaskan bahwa para murid tidak akan pernah dibiarkan sendirian. Penegasan ini sangat berarti bagi para murid sebab mereka berada dalam konteks dunia yang tidak ramah dan menolak perbuatan benar.

Ada Roh Kudus yang selalu siap sedia menopang dan meolong. Jadi tidak ada alasan untuk mengelak dari melakukan perbuatan baik bagi setiap orang yang mengaku pengikut Yesus. Penderitaan dan kesulitan hidup serta tantangan, tekanan dan penganiayaan bukanlah alasan untuk mengelak dari berbuat baik dan memperlihatkan ketulusan hati serta belarasa bagi sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar