Rabu, 28 Mei 2014

ALLAH, RAJA SELURUH BUMI

Hai segala bangsa, bertepuktanganlah,
elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!
Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dasyat,
Raja yang besar atas seluruh bumi.
(Mazmur 47:2-3)

Berbeda dari Mazmur 23 yang menggambarkan TUHAN sebagai gembala. Syair Bani Korah ini membayangkan TUHAN seperti Raja. Raja yang telah menang dari pertempuran dan kini memasuki kawasan komplek istana. Sang Raja diarak dengan tepuk tangan dan nyanyian kemenangan. Bagi pemazmur pengalaman dilindungi TUHAN dalam peperangan begitu nyata, TUHANnya adalah Allah yang mengatasi segala bangsa. Pernyataan TUHAN sebagai Raja mau tidak mau  mempunyai implikasi politis. Raja seperti halnya kaisar, presiden dan semacamnya merupakan gelar poiitis bagi pemimpin sebuah bagsa. Bani Korah menyatakan TUHAN sebagai raja mereka itu artinya TUHANlah pemimpmpin mereka. Dan Raja itu mengatasi segala bangsa lainnya.. Kini, nyanyian itu dikumandangkan setiap kali mereka beribadah menuju ke Bait Allah. Pengalaman kemenangan itulah yang membuat mereka begitu yakin bahwa TUHAN, Raja Israel itu adalah Raja di atas segala bangsa di kolong langit. Semua bangsa kelak akan datang kepada Raja semesta alam ini, mereka sujud menyembah menggabungkan diri dengan umat pilihan dan melayani Israel (Yesaya 60: 10-14).

Israel begitu yakin sebagai bangsa pilihan nan istimewa, kelak Israel akan ditinggikan mengatasi bangsa-bangsa lain. Rupanya pemahaman ini begitu kuat menancap dalam sanubari setiap anak Israel. Tanpa kecuali spirit triumpalisme ini merasuk begitu kuat dalam diri para murid Yesus. Para murid selalu berharap Yesus tampil sebagai Mesias yang akan mengusir penjajah Romawi dan kemudian memulihkan kerajaan seperti pada keemasan raja Daud dan Salomo. Mereka berharap juga agar ketika Yesus menjadi raja, mereka dapat menduduki posisi di sebelah kanan dan kiri. Berulangkali Yesus mengingatkan bahwa diri-Nya menyatakan sebagai Mesias yang harus menderita dan mati mengenaskan dengan cara disalibkan. Namun, kenyataannya berulang kali juga para murid menepis pernyataan Yesus itu.  Bahkan, sampai semua peristiwa yang diucapkan Yesus telah tergenapi, toh mereka tetap menginginkan “kerajaan” versi mereka.

Akar kuat triumpalisme dalam diri para murid yang tertanam begitu kuat bahkan sampai pada masa kebangkitan Yesus terekam dengan jelas dalam dialog Yesus dengan para murid. Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis.1:6). Pernyataan ini mewakili orang-orang Yahudi yang selalu membanggakan diri sebagai umat pilihan Allah. Dengan demikian mereka bermaksud menyatakan bahwa mereka ditentukan secara pasti menerima kesempatan yang istimewa dan sebagai bangsa yang mendominasi dunia. Mereka begitu haus oleh karena sepanjang sejarah setelah keemasan raja Daud dan Salomo, Israel nyaris menjadi bangsa yang terseok-seok di bawah kekuasaan bangsa lain. Oleh karena itu, kini –di dalam Yesus – mereka seakan mendapat secercah harapan itu. Harapan di mana Allah akan memasuki sejarah manusia secara langsunng dan pada saat itu kedasyatan kuasa-Nya akan menciptakan kedaulatan dunia yang mereka mimpikan. Mereka memahami kerajaan politis seperti yang diangan-angankan setiap orang yang ingin berkuasa!

Bagaimana kerajaan versi Yesus? Yesus pernah menjawab ketika diinterogasi oleh Pilatus, Ia menyatakan, “Pemerintahan-Ku bukan dari dunia ini; jika pemerintahan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” Di sini Yesus menyatakan bahwa diri-Nya bukan pemberontak yang haus berkuasa. Ia mengatakan bahwa Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Kalau begitu dari mana? Menelisik doa yang diajarkan Yesus, Ia mengatakan, “Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” Sekarang, menurut corak karakteristik Ibrani, seperti syair-syair mazmur, bila ada dua baris syair yang mengambil bentuk paralel, maka yang kedua akan menguatkan yang pertama. Demikian juga dengan dua petisi dalam Doa Bapa kami. Petisi kedua adalah arti dari petisi pertama. Oleh karena itu kita dapat memahami bahwa kerajaan yang dimaksud Yesus adalah suatu masyarakat di dunia, di mana kehendak Allah akan terjadi secara sempurna, seperti di sorga. Oleh karena itu, nyata sekali bahwa kerajaan itu didasari bukan oleh kekuasaan melainkan oleh kasih.

Kerajaan itu berasal dari Allah dan bukan dari dunia ini. Kalau Kerajaan itu berasal dari Allah maka Allahlah yang menjadi raja dan undang-undang Allahlahlah yang harus diberlakukan. Undang-undang Allah itu adalah kehendak-Nya. Kehendak Allah itulah yang diterjemahkan dalam prilaku hidup Yesus. Apa yang paling utama dari kehendak-Nya itu? Kasih! Kasih yang melampaui kebiasaan dan natur manusia  Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang-orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang-orang yang mencaci kamu....”(Lihat Matius pasal 5-7).

Bagaimana seseorang dapat masuk dalam Kerajaan Allah? Tomas bertanya kepada Yesus, “Bagaimana kami dapat menemukan jalan itu?” Yesus menjawab, “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh.14:6). Satu-satunya pintu masuk dalam Kerajaan Allah adalah Yesus. Pintu masuk ini bukan hanya sekedar pengakuan bibir melainkan seluruh aspek hidup Yesus menjadi “jalan kehidupan” artinya seluruh ajaran dan teladan Yesus itu diperagakan.

Kembali kepada akar kuat triumpalisme Yudaisme dan bisa juga mengakar dalam diri kita tentang kekuasaan. Alih-alih Yesus memuluskan permintaan para murid tentang pemulihan kejayaan Israel, Yesus berkata, Jawabnya, “Engkau tidak perlu mengetahu masa dan waktu, yang diterapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ujung bumi.” (Kis.1:7-8). Yesus menghendaki para murid bukan mengingini kekuasaan duniawi melainkan Ia menghendaki agar para murid meneruskan misinya di dunia. Mengerjakan apa yang dikerjakan Yesus; mengajarkan apa yang diajarkan Yesus, dengan cara itulah para murid menjadi saksi Kristus! Seorang saksi yang baik adalah seorang yang mengalami, merasakan, mendengar dan melihat. Di samping itu seorang saksi yang benar adalah orang yang perkataannya dapat dipegang; perkataan dan perbuatan sama! Seorang saksi yang benar akan membela kesaksiaannya sekalipun berhadapan dengan maut.

Setiap orang yang telah menikmati hidup dalam Kerajaan Allah tidak mungkin nyaman manakala di sekitarnya terjadi situasi yang berlawanan dengan kaidah Kerajaan Allah itu. Bagaimana dengan kita? Apakah kita cukup nyaman dengan tidak berbuat sesuatu terhadap sesama di sekitar kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar