Hai segala bangsa, bertepuktanganlah,
elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!
Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dasyat,
Raja yang besar atas seluruh bumi.
(Mazmur 47:2-3)
Berbeda dari Mazmur 23 yang
menggambarkan TUHAN sebagai gembala. Syair Bani Korah ini membayangkan TUHAN seperti
Raja. Raja yang telah menang dari pertempuran dan kini memasuki kawasan komplek
istana. Sang Raja diarak dengan tepuk tangan dan nyanyian kemenangan. Bagi
pemazmur pengalaman dilindungi TUHAN dalam peperangan begitu nyata, TUHANnya adalah
Allah yang mengatasi segala bangsa. Pernyataan TUHAN sebagai Raja mau tidak
mau mempunyai implikasi politis. Raja
seperti halnya kaisar, presiden dan semacamnya merupakan gelar poiitis bagi
pemimpin sebuah bagsa. Bani Korah menyatakan TUHAN sebagai raja mereka itu
artinya TUHANlah pemimpmpin mereka. Dan Raja itu mengatasi segala bangsa
lainnya.. Kini, nyanyian itu dikumandangkan setiap kali mereka beribadah menuju
ke Bait Allah. Pengalaman kemenangan itulah yang membuat mereka begitu yakin
bahwa TUHAN, Raja Israel itu adalah Raja di atas segala bangsa di kolong langit.
Semua bangsa kelak akan datang kepada Raja semesta alam ini, mereka sujud
menyembah menggabungkan diri dengan umat pilihan dan melayani Israel (Yesaya
60: 10-14).
Israel begitu yakin sebagai
bangsa pilihan nan istimewa, kelak Israel akan ditinggikan mengatasi
bangsa-bangsa lain. Rupanya pemahaman ini begitu kuat menancap dalam sanubari
setiap anak Israel. Tanpa kecuali spirit triumpalisme ini merasuk begitu kuat
dalam diri para murid Yesus. Para murid selalu berharap Yesus tampil sebagai
Mesias yang akan mengusir penjajah Romawi dan kemudian memulihkan kerajaan
seperti pada keemasan raja Daud dan Salomo. Mereka berharap juga agar ketika
Yesus menjadi raja, mereka dapat menduduki posisi di sebelah kanan dan kiri.
Berulangkali Yesus mengingatkan bahwa diri-Nya menyatakan sebagai Mesias yang harus
menderita dan mati mengenaskan dengan cara disalibkan. Namun, kenyataannya
berulang kali juga para murid menepis pernyataan Yesus itu. Bahkan, sampai semua peristiwa yang diucapkan
Yesus telah tergenapi, toh mereka tetap menginginkan “kerajaan” versi mereka.
Akar kuat triumpalisme dalam
diri para murid yang tertanam begitu kuat bahkan sampai pada masa kebangkitan
Yesus terekam dengan jelas dalam dialog Yesus dengan para murid. Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di
situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”
(Kis.1:6). Pernyataan ini mewakili orang-orang Yahudi yang selalu membanggakan
diri sebagai umat pilihan Allah. Dengan demikian mereka bermaksud menyatakan
bahwa mereka ditentukan secara pasti menerima kesempatan yang istimewa dan
sebagai bangsa yang mendominasi dunia. Mereka begitu haus oleh karena sepanjang
sejarah setelah keemasan raja Daud dan Salomo, Israel nyaris menjadi bangsa
yang terseok-seok di bawah kekuasaan bangsa lain. Oleh karena itu, kini –di dalam
Yesus – mereka seakan mendapat secercah harapan itu. Harapan di mana Allah akan
memasuki sejarah manusia secara langsunng dan pada saat itu kedasyatan
kuasa-Nya akan menciptakan kedaulatan dunia yang mereka mimpikan. Mereka
memahami kerajaan politis seperti yang diangan-angankan setiap orang yang ingin
berkuasa!
Bagaimana kerajaan versi
Yesus? Yesus pernah menjawab ketika diinterogasi oleh Pilatus, Ia menyatakan, “Pemerintahan-Ku bukan dari dunia ini; jika
pemerintahan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku
jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.”
Di sini Yesus menyatakan bahwa diri-Nya bukan pemberontak yang haus berkuasa.
Ia mengatakan bahwa Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Kalau begitu dari mana?
Menelisik doa yang diajarkan Yesus, Ia mengatakan, “Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”
Sekarang, menurut corak karakteristik Ibrani, seperti syair-syair mazmur, bila
ada dua baris syair yang mengambil bentuk paralel, maka yang kedua akan
menguatkan yang pertama. Demikian juga dengan dua petisi dalam Doa Bapa kami. Petisi
kedua adalah arti dari petisi pertama. Oleh karena itu kita dapat memahami
bahwa kerajaan yang dimaksud Yesus adalah suatu masyarakat di dunia, di mana
kehendak Allah akan terjadi secara sempurna, seperti di sorga. Oleh karena itu,
nyata sekali bahwa kerajaan itu didasari bukan oleh kekuasaan melainkan oleh
kasih.
Kerajaan itu berasal dari
Allah dan bukan dari dunia ini. Kalau Kerajaan itu berasal dari Allah maka Allahlah
yang menjadi raja dan undang-undang Allahlahlah yang harus diberlakukan.
Undang-undang Allah itu adalah kehendak-Nya. Kehendak Allah itulah yang
diterjemahkan dalam prilaku hidup Yesus. Apa yang paling utama dari
kehendak-Nya itu? Kasih! Kasih yang melampaui kebiasaan dan natur manusia “Tetapi
kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah
baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang-orang yang
mengutuk kamu, berdoalah bagi orang-orang yang mencaci kamu....”(Lihat
Matius pasal 5-7).
Bagaimana seseorang dapat
masuk dalam Kerajaan Allah? Tomas bertanya kepada Yesus, “Bagaimana kami dapat
menemukan jalan itu?” Yesus menjawab, “Akulah
Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh.14:6). Satu-satunya pintu masuk dalam
Kerajaan Allah adalah Yesus. Pintu masuk ini bukan hanya sekedar pengakuan
bibir melainkan seluruh aspek hidup Yesus menjadi “jalan kehidupan” artinya
seluruh ajaran dan teladan Yesus itu diperagakan.
Kembali kepada akar kuat
triumpalisme Yudaisme dan bisa juga mengakar dalam diri kita tentang kekuasaan.
Alih-alih Yesus memuluskan permintaan para murid tentang pemulihan kejayaan
Israel, Yesus berkata, Jawabnya, “Engkau
tidak perlu mengetahu masa dan waktu, yang diterapkan Bapa sendiri menurut
kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu,
dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan
sampai ujung bumi.” (Kis.1:7-8). Yesus menghendaki para murid bukan
mengingini kekuasaan duniawi melainkan Ia menghendaki agar para murid meneruskan
misinya di dunia. Mengerjakan apa yang dikerjakan Yesus; mengajarkan apa yang
diajarkan Yesus, dengan cara itulah para murid menjadi saksi Kristus! Seorang
saksi yang baik adalah seorang yang mengalami, merasakan, mendengar dan
melihat. Di samping itu seorang saksi yang benar adalah orang yang perkataannya
dapat dipegang; perkataan dan perbuatan sama! Seorang saksi yang benar akan
membela kesaksiaannya sekalipun berhadapan dengan maut.
Setiap orang yang telah menikmati hidup dalam Kerajaan
Allah tidak mungkin nyaman manakala di sekitarnya terjadi situasi yang
berlawanan dengan kaidah Kerajaan Allah itu. Bagaimana dengan kita? Apakah kita
cukup nyaman dengan tidak berbuat sesuatu terhadap sesama di sekitar kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar