Gembala adalah metafor yang
akrab dijumpai dalam Alkitab. Para pemimpin, entah penguasa maupun spiritual
sering digambarkan sebagai gembala. Ada gembala, pemimpin yang baik namun
sebaliknya ada gembala atau pemimpin yang jahat dan serakah. Raja Daud
memandang TUHAN sebagai gembala yang baik. Syair gubahannya begitu terkenal
(Mazmur 23). Baginya, TUHAN adalah gembala yang mencukupkan segala apa yang
diperlukannya bahkan diberikannya yang terbaik sepanjang masa. Namun, para
gembala yang buruk juga kerap muncul dalam Alkitab. Mereka adalah para pemimpin
yang menindas rakyatnya, tamak, rakus dan tidak peduli dengan penderitaan
rakyat yang penting dirinya hidup dalam kemewahan. Para nabi diutus untuk
memperingatkan bahkan menyampaikan hukuman TUHAN atas prilaku para gembala
busuk itu.
Ada banyak ayat bercerita
tentang gembala yang baik dan gembala yang buruk. Gembala sejati dan gembala
palsu. Gembala sejati tidak akan ragu-ragu mengambil resiko dan bahkan
mengorbankan jiwanya bagi domba-dombanya dari pelbagai ancaman: binatang buas
dan perampok. Sedangkan gembala upahan akan meninggalkan dombanya ketika
menghadapi ancaman. Gembala palsu tidak segan menukar dombanya dengan uang
untuk memenuhi keinginan sang gembala bayaran. Gembala sejati telah dilahirkan
untuk menjalankan tugasnya. Dia dikirim keluar dengan domba-dombanya, begitu
mereka dipandang sudah cukup umur untuk tugas itu, domba-domba itu menjadi
sahabat dan kawan sepergaulannya; dan sudah menjadi tabiatnya untuk memikirkan
domba-domba itu, sebelum domba-domba itu memikirkan dirinya sendiri. Tetapi
gembala palsu melakukan tugas itu hanya untuk mendapat bayaran, demi
mendapatkan uang!
Yesus
menyatakan diri-Nya, “Akulah gembala yang
baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-domabnya; sedangkan
seeorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu
sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu
lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu.”
Hal yang mau Yesus katakan
adalah bahwa seseorang yang bekerja hanya untuk mendapatkan upah, ia hanya
memikirkan soal uang. Ucapan ini berlaku sampai sekarang, banyak para pemimpin
yang menghendaki kekuasaan sebenarnya bukan untuk menggembalakan dan memelihara
domba atau rakyatnya dengan baik, melainkan untuk memanfaatkannya bagi
kemakmuran dirinya sendiri. Baru-baru ini saya dikejutkan ketika membaca media online yang menyampaikan bahwa ada
gembala sidang / pendeta yang dilaporkan kepada polisi lantaran membangun kerajaannya
yang kemewahan dengan menggelapkan uang
persembahan dan aset gereja yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah! Hal ini
tentu sungguh berbeda dengan orang yang bekerja karena cinta kasih, ia akan
memikirkan dan berusaha melayani domba-dombanya dengan sepenuh hati. Yesus
adalah gembala baik yang mengasihi domba-domba-Nya sedemikian rupa sehingga
untuk keselamatan mereka Dia rela mempertaruhkan dan mengorbankan nyawanya
sendiri! Yesus adalah gembala yang baik maka mestinya setiap orang yang
mengikuti-Nya pasti mendengar suara-Nya, memahami ajaran dan bimbingan-Nya.
Rasul Petrus meminta, siapa pun yang menjadi pengikut Yesus harus mencontoh dan
meneladani apa yang dikerjakan-Nya (1 Petrus 2:18-25).
Kita sering melupakan perkataan
Yesus yang lainnya ketika Ia menyatakan diri sebagai gembala yang baik. “Akulah pintu; barang siapa masuk melalui
Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.”
(Yoh.10:9). Yesus adalah pintu yang dilewati oleh kawanan domba. Yesus
mengambil gambaran dari kandang domba di perbukitan, yaitu sebuah tembok tanpa
atap, Dalam pernyataan-Nya, “Akulah pintu ke domba-domba itu” hal itu
berarti hanya melalui Dia sajalah manusia bisa masuk menjumpai Allah. Ketika masuk
melalui pintu yang benar, domba-domba itu akan menemukan keselamatan. Mereka
tidak akan bisa masuk jika tidak melalui pintu itu.
dan
di salah satu bagiannya terdapat satu lubang. Sang gembala akan membaringkan
diri di lubang itu pada malam hari, sehingga tidak ada domba, bahkan tak ada
apa pun dan siapa pun yang mungkin masuk atau keluar tanpa melewati tubuh sang
gembala. Dengan demikian pintu itu identik dengansang gembala. Sang gembala
adalah pintu itu.
Yesus kemudian menjelaskan
fungsi keselamatan yang dimiliki-Nya. Ia datang tidak untuk mencuri dan
membunuh serta membinasakan seperti halnya para pencuri dan perampok. Ia datang
supaya domba-domba mempunyai hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan. Yesus
adalah Sang Gembala Agung yang diutus Allah untuk menggembalakan umat-Nya. Ia
memiliki kuasa atas domba-domba itu karena Ia adalah pintu menuju pada
domba-domba itu dan sekaligus pintu yang
harus dilalui oleh domba-domba untuk sampai pada keselamatan. Tidak ada gembala
yang dapat sampai kepada domba-domba tanpa melalui Yesus. Setiap orang yang
ingin menuntun domba pada keselamatan harus mengerjakannya bersama dengan
Yesus.
Sampai di sini kita berbicara
tentang gembala dan fokusnya adalah Gembala Baik, Gembala Agung dan Pintu Masuk.
Kini, mestinya kita bicara tentang domba-domba itu? Apa yang harusnya terjadi
dengan domba-domba itu? Mestinya yang terjadi begini, “...Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam
segala kelimpahan.”(Yoh.10:10). Setiapdomba yang menjadi kawanan gembalaan
Yesus mestinya mengalami hidup yang sesungguhnya. Hidup di dalam Kristus
artinya bersedia menanggalkan manusia lama dan kini menjadi manusia baru yang
berada dalam “kandang domba” Yesus. Kita tidak bisa lagi mendengar suara-suara
lain, selain suara Sang Gembala itu. Hidup di dalam Yesus artinya mau berbagi
kehidupan satu dengan yang lain, ingatlah dalam penghakiman akhir nanti (Matius
25:31-46) bahwa kita ini “domba” bukan “kambing”. Sering kali orang salah
memahami bahwa di dalam Yesus mempunyai hidup yang berkelimpahan. Berkelimpahan
diartikan bergelimangnya harta benda. Mestinya tidak diartikan demikian,
melainkan berkelimpahan sukacita dan ungkapan syukur sehingga dampak dari itu
adalah kepedulian yang saling memberdayakan.
Komunitas Kristen mula-mula
(Kisah Para Rasul 2:41-47) merupakan gambaran kehidupan orang-orang yang berada
dalam “kandang domba Yesus” dan di bawah gembalaan-Nya. Ada ciri-ciri kasat
mata yang terlihat di sana:
1. Mereka
bertekun dalam pengajaran para rasul. Komunitas ini mau belajar di bawah
bimbingan para rasul. Ketekunan belajar ini tentu akan menghasilkan buah
perubahan dalam sikap hidup mereka. Pengetahuan tentang firman Tuhan secara
mendalam pada waktunya akan memengaruhi sikap dan prilaku mereka.
2. Ketekunan
dalam persekutuan. Adanya kesediaan di antara mereka untuk saling melibatkan
diri dan saling memberi serta relasi yang hangat di antara mereka. Mereka tidak
ada yang egois, hatinya mudah tergerak untuk memberi kepada yang membutuhkan.
Bhkan bersedian menjual harta miliknya karena tidak rela melihat domba yang
lain menderita.
3. Mereka
selalu berkumpul dan memecahkan roti. Ini adalah tanda persekutuan yang erat di
dalam Kristus. Mereka selalu mengingat “roti” yang dipecahkan itu. Tubuh
Gembala Agung yang sudah diserahkan untuk keselamatan domba-domba-Nya.
4. Ketekunan
dalam berdoa. Mereka sehati sepikir di dalam doa. Hal ini berarti menandakan
bahwa kepedulian mereka tertuang dalam permohonan bersama kepada Gembala Agung.
Apa dampak yang terjadi dari
sebuah “kandang domba” mula-mula ini? Jawabnya, “...Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah
mereka dengan orang yang diselamatkan. “(Kis.2:47). Bagaimana dengan kita?
Apa yang terjadi dengan “kandang domba” (gereja) kita? Apakah mencerminkan
bahwa kita digembalakan oleh Gembala Agung itu? Atau sebaliknya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar