Jumat, 09 Mei 2014

HIDUP BARU DALAM ASUHAN SANG GEMBALA AGUNG


Gembala adalah metafor yang akrab dijumpai dalam Alkitab. Para pemimpin, entah penguasa maupun spiritual sering digambarkan sebagai gembala. Ada gembala, pemimpin yang baik namun sebaliknya ada gembala atau pemimpin yang jahat dan serakah. Raja Daud memandang TUHAN sebagai gembala yang baik. Syair gubahannya begitu terkenal (Mazmur 23). Baginya, TUHAN adalah gembala yang mencukupkan segala apa yang diperlukannya bahkan diberikannya yang terbaik sepanjang masa. Namun, para gembala yang buruk juga kerap muncul dalam Alkitab. Mereka adalah para pemimpin yang menindas rakyatnya, tamak, rakus dan tidak peduli dengan penderitaan rakyat yang penting dirinya hidup dalam kemewahan. Para nabi diutus untuk memperingatkan bahkan menyampaikan hukuman TUHAN atas prilaku para gembala busuk itu.

Ada banyak ayat bercerita tentang gembala yang baik dan gembala yang buruk. Gembala sejati dan gembala palsu. Gembala sejati tidak akan ragu-ragu mengambil resiko dan bahkan mengorbankan jiwanya bagi domba-dombanya dari pelbagai ancaman: binatang buas dan perampok. Sedangkan gembala upahan akan meninggalkan dombanya ketika menghadapi ancaman. Gembala palsu tidak segan menukar dombanya dengan uang untuk memenuhi keinginan sang gembala bayaran. Gembala sejati telah dilahirkan untuk menjalankan tugasnya. Dia dikirim keluar dengan domba-dombanya, begitu mereka dipandang sudah cukup umur untuk tugas itu, domba-domba itu menjadi sahabat dan kawan sepergaulannya; dan sudah menjadi tabiatnya untuk memikirkan domba-domba itu, sebelum domba-domba itu memikirkan dirinya sendiri. Tetapi gembala palsu melakukan tugas itu hanya untuk mendapat bayaran, demi mendapatkan uang!

Yesus menyatakan diri-Nya, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-domabnya; sedangkan seeorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu.”

Hal yang mau Yesus katakan adalah bahwa seseorang yang bekerja hanya untuk mendapatkan upah, ia hanya memikirkan soal uang. Ucapan ini berlaku sampai sekarang, banyak para pemimpin yang menghendaki kekuasaan sebenarnya bukan untuk menggembalakan dan memelihara domba atau rakyatnya dengan baik, melainkan untuk memanfaatkannya bagi kemakmuran dirinya sendiri. Baru-baru ini saya dikejutkan ketika membaca media online yang menyampaikan bahwa ada gembala sidang / pendeta yang dilaporkan kepada polisi lantaran membangun kerajaannya yang kemewahan  dengan menggelapkan uang persembahan dan aset gereja yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah! Hal ini tentu sungguh berbeda dengan orang yang bekerja karena cinta kasih, ia akan memikirkan dan berusaha melayani domba-dombanya dengan sepenuh hati. Yesus adalah gembala baik yang mengasihi domba-domba-Nya sedemikian rupa sehingga untuk keselamatan mereka Dia rela mempertaruhkan dan mengorbankan nyawanya sendiri! Yesus adalah gembala yang baik maka mestinya setiap orang yang mengikuti-Nya pasti mendengar suara-Nya, memahami ajaran dan bimbingan-Nya. Rasul Petrus meminta, siapa pun yang menjadi pengikut Yesus harus mencontoh dan meneladani apa yang dikerjakan-Nya (1 Petrus 2:18-25).

Kita sering melupakan perkataan Yesus yang lainnya  ketika Ia menyatakan diri sebagai gembala yang baik. “Akulah pintu; barang siapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” (Yoh.10:9). Yesus adalah pintu yang dilewati oleh kawanan domba. Yesus mengambil gambaran dari kandang domba di perbukitan, yaitu sebuah tembok tanpa atap,  Dalam pernyataan-Nya, “Akulah pintu ke domba-domba itu” hal itu berarti hanya melalui Dia sajalah manusia bisa masuk menjumpai Allah. Ketika masuk melalui pintu yang benar, domba-domba itu akan menemukan keselamatan. Mereka tidak akan bisa masuk jika tidak melalui pintu itu.
dan di salah satu bagiannya terdapat satu lubang. Sang gembala akan membaringkan diri di lubang itu pada malam hari, sehingga tidak ada domba, bahkan tak ada apa pun dan siapa pun yang mungkin masuk atau keluar tanpa melewati tubuh sang gembala. Dengan demikian pintu itu identik dengansang gembala. Sang gembala adalah pintu itu.

Yesus kemudian menjelaskan fungsi keselamatan yang dimiliki-Nya. Ia datang tidak untuk mencuri dan membunuh serta membinasakan seperti halnya para pencuri dan perampok. Ia datang supaya domba-domba mempunyai hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan. Yesus adalah Sang Gembala Agung yang diutus Allah untuk menggembalakan umat-Nya. Ia memiliki kuasa atas domba-domba itu karena Ia adalah pintu menuju pada domba-domba itu  dan sekaligus pintu yang harus dilalui oleh domba-domba untuk sampai pada keselamatan. Tidak ada gembala yang dapat sampai kepada domba-domba tanpa melalui Yesus. Setiap orang yang ingin menuntun domba pada keselamatan harus mengerjakannya bersama dengan Yesus.

Sampai di sini kita berbicara tentang gembala dan fokusnya adalah Gembala Baik, Gembala Agung dan Pintu Masuk. Kini, mestinya kita bicara tentang domba-domba itu? Apa yang harusnya terjadi dengan domba-domba itu? Mestinya yang terjadi begini, “...Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”(Yoh.10:10). Setiapdomba yang menjadi kawanan gembalaan Yesus mestinya mengalami hidup yang sesungguhnya. Hidup di dalam Kristus artinya bersedia menanggalkan manusia lama dan kini menjadi manusia baru yang berada dalam “kandang domba” Yesus. Kita tidak bisa lagi mendengar suara-suara lain, selain suara Sang Gembala itu. Hidup di dalam Yesus artinya mau berbagi kehidupan satu dengan yang lain, ingatlah dalam penghakiman akhir nanti (Matius 25:31-46) bahwa kita ini “domba” bukan “kambing”. Sering kali orang salah memahami bahwa di dalam Yesus mempunyai hidup yang berkelimpahan. Berkelimpahan diartikan bergelimangnya harta benda. Mestinya tidak diartikan demikian, melainkan berkelimpahan sukacita dan ungkapan syukur sehingga dampak dari itu adalah kepedulian yang saling memberdayakan.

Komunitas Kristen mula-mula (Kisah Para Rasul 2:41-47) merupakan gambaran kehidupan orang-orang yang berada dalam “kandang domba Yesus” dan di bawah gembalaan-Nya. Ada ciri-ciri kasat mata yang terlihat di sana:

1.    Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul. Komunitas ini mau belajar di bawah bimbingan para rasul. Ketekunan belajar ini tentu akan menghasilkan buah perubahan dalam sikap hidup mereka. Pengetahuan tentang firman Tuhan secara mendalam pada waktunya akan memengaruhi sikap dan prilaku mereka.

2.   Ketekunan dalam persekutuan. Adanya kesediaan di antara mereka untuk saling melibatkan diri dan saling memberi serta relasi yang hangat di antara mereka. Mereka tidak ada yang egois, hatinya mudah tergerak untuk memberi kepada yang membutuhkan. Bhkan bersedian menjual harta miliknya karena tidak rela melihat domba yang lain menderita.

3.   Mereka selalu berkumpul dan memecahkan roti. Ini adalah tanda persekutuan yang erat di dalam Kristus. Mereka selalu mengingat “roti” yang dipecahkan itu. Tubuh Gembala Agung yang sudah diserahkan untuk keselamatan domba-domba-Nya.

4.   Ketekunan dalam berdoa. Mereka sehati sepikir di dalam doa. Hal ini berarti menandakan bahwa kepedulian mereka tertuang dalam permohonan bersama kepada Gembala Agung.

Apa dampak yang terjadi dari sebuah “kandang domba” mula-mula ini? Jawabnya, “...Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah mereka dengan orang yang diselamatkan. “(Kis.2:47). Bagaimana dengan kita? Apa yang terjadi dengan “kandang domba” (gereja) kita? Apakah mencerminkan bahwa kita digembalakan oleh Gembala Agung itu? Atau sebaliknya?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar