Salah seorang tokoh sentral di
balik penyaliban Yesus adalah Pontius Pilatus. Pilatus sudah kadung dicap
menjadi seorang tokoh antagonis di balik hukuman salib Yesus. Pengakuan Iman
Rasuli mencantumkan namanya, “...Yang
menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Disalibkan, mati dan
dikuburkan...” Siapakah Pontius Pilatus? Ia adalah prefek (setara gubernur) ke-5 dari Provinsi Iudea Kekaisaran
Romawi, menjabat pada tahun 26-36 M pada masa kaisar Tiberius. Pilatuslah yang
mewakili pemerintahan Romawi di Yerusalem untuk mengadili Yesus yang dituduh
makar oleh para petinggi Yahudi. Namun, benarkah di dalam diri Pilatus sama
sekali tidak ada yang baik? Mari kita lihat narasi penyaliban Yesus menurut
Yohanes 18:38b-19:30.
Setelah Yesus ditangkap, Ia
dibawa kepada Hanas. Hanas kemudian mengirim-Nya dalam keadaan terbelenggu
kepada Kayafas, menantu dan sekaligus imam besar. Kayafas kemudian mengirim
Yesus supaya diadili oleh Pilatus. Di gedung pengadilan Pilatus inilah, Yesus
mengalami penyiksaan/penyesahan. Sebelum Yesus disalibkan, Ia disesah terlebih
dahulu. Dalam kebiasaan hukum kriminal Romawi, penyesahan atau penyiksaan
mempunyai tiga fungsi. Pertama, bisa dilakukan dalam sebuah interogasi. Ada kebiasaan
orang-orang Romawi tidak boleh disesah sebelum dijatuhi hukuman. Sementara itu
untuk orang-orang non warga negara Romawi boleh disesah sebelum dijatuhi
hukuman. Fungsi penyesahan dalam interogasi adalah untuk memperoleh keterangan
dari terdakwa. Dalam kasus Yesus, Ia telah memberikan kesaksian atas diri-Nya,
atas murid-murid dan pengajaran-Nya. Oleh karena itu penyesahan yang dilakukan
oleh prajurit Romawi tidak dimaksudkan untuk mengorek keterang atau kesaksian
dari Yesus.
Fungsi kedua dari penyesahan
sebelum penyaliban adalah untuk mempercepat proses kematian. Penyesahan itu
penyebabkan darah mengalir dengan deras. Seorang terhukum yang telah kehabisan
darah selama tahap penyesahan ini tentu saja akan lebih cepat menemui ajalnya
ketika ia disalibkan. Metode ini memang lazim untuk mengurangi derita orang
yang disalib. Tanpa didahului penyesahan, seseorang dapat seharian penuh
tergantung di kayu salib.
Fungsi ketiga adalah untuk
memuaskan orang-orang yang mengajukan tuduhan. Dalam kasus “pengadilan” Yesus,
fungsi inilah yang diterapkan oleh Pilatus. Pilatus memerintahkan para
prajuritnya untuk menyesah Yesus supaya dapat memuaskan orang-orang Yahudi dan
terutama para pembesarnya. Mengapa? Karena sebelumnya Pilatus tidak menemukan
secuil pun kesalahan dalam diri Yesus (bnd. Yoh.8:38b, 19:4). Penyesahan ini
dimaksudkan Pilatus untuk menggugah belas kasihan orang-orang Yahudi untuk
terhadap Yesus. Oleh karena itu penyesahan ini adalah strategi Pilatus untuk
membebaskan Yesus yang telah dinyatakannya sebagai orang yang tidak bersalah.
Pilatus membawa keluar Yesus
yang mengenakan mahkota duri dan jubah ungu. Yesus sudah disesah oleh para
prajurit. Pilatus menyatakan bahwa ia tidak mendapati kesalahan apa pun
pada-Nya. Pilatus berkata, “Lihatlah manusia ini!” Perkataan ini mengandung
arti: masak sih orang seperti ini mau menjadi raja orang Yahudi? Bebaskan saja
Dia. Toh Dia tidak punya potongan untuk menjadi seorang raja. Dia tidak layak
menjadi seorang raja. Penyesahan dan olok-olokan adalah jalan strategi Pilatus
untuk membebaskan Yesus. Akan tetapi semua itu tidak menggerakkan para penuduh
untuk membebaskan Yesus. Olok-olok tidak membuat mereka tertawa. Tontonan itu
malah semakin menguatkan keberingasan mereka terhadap Yesus. Alih-alih iba dan
membebaskan Yesus, mereka berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” (Sumber: St.
Eko Riyadi, dalam YOHANES, Firman yang
Menjadi Manusia)
Pilatus kembali membawa Yesus
ke dalam ruang pengadilan. Ia semakin takut dengan desakan orang-orang Yahudi
yang berteriak, “Jikalau engkau
membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap
dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” (Yoh.19:12).
Pilatus ada dalam sebuah
dilema. Di satu sisi ia tidak menemukan kesalahan apa pun dalam diri Yesus. Di
sisi lain ia di desak oleh orang-orang Yahudi. Dalam ketakutannya, Pilatus
sekali lagi bertanya kepada Yesus tentang asal-usul-Nya: “Dari manakah asal-Mu?”
Pertanyaan Pilatus ini sebenarnya adalah pertanyaan kunci dari seluruh Injil.
Pertanyaan ini juga merupakan kunci konflik antara Yesus dan orang-orang
Yahudi. Yesus selalu mengatakan bahwa Ia datang dari Bapa.
Di akhir narasi, Pilatus tidak
bisa berbuat apa-apa lagi. Ia menyerahkan Yesus kepada mereka yang mengingini
kematian-Nya. Kata yang digunakan adalah kata paradidomi istilah untuk menyebut cara Yesus berhadapan dengan
sengsara dan kematian-Nya. Dalam kata itu terkandung keputusan sekaligus
penyerahan Yesus kepada orang-orang Yahudi.
Pilatus berusaha menjadi
pendamai antara orang-orang Yahudi dengan Yesus. Ia mencari pelbagai jalan agar
bisa melepaskan Yesus. Penyesahan yang begitu tidak manusiawi dan mengerikan
percis gambaran yang dinubuatkan Yesaya 53:1-12 tidak dapat menggugah hati
orang-orang yang sudah tertutup oleh kebencian. Secara iman, kita mengatakan
memang Pilatus tidak berkuasa atas diri Yesus. Pilatus harus berada dalam alur
nubutan sang nabi. Tetapi kita bisa merefleksikan kegagalannya dalam misi
mendamaikan orang-orang Yahudi dengan Yesus.
Pilatus tahu mana yang salah
dan mana yang benar. Ia tahu bahwa di dalam diri Yesus tidak ditemukan
kesalahan sehingga Ia harus dihukum. Pilatus sudah berupaya membebaskan Yesus
agar tidak disalibkan. Namun, usaha itu tidak maksimal. Pilatus takut mengambil
resiko. Ia tidak bersedia mempertaruhkan jabatan apalagi nyawanya. Jadi
tidaklah cukup seseorang hanya memiliki pengetahuan membedakan mana yang benar
dan mana yang salah serta berjuang setengah hati untuk dapat menjalankan tugas
pendamaian. Harus lebih dari itu: mengambil resiko bahkan yang terburuk sekali
pun, nyawanya sendiri!
Berbeda dengan Pilatus, Yesus berani mengambil resiko.
Nyawanya sendiri dipertaruhkan untuk mendamaikan manusia dengan Allah.
Perjuangannya utuh, Ia tidak gentar menghadapi semua derita dan olokan. Yesus
memberi teladan buat kita semua untuk menunaikan tugas panggilan sampai akhir
meski penuh resiko. Semoga kita lebih berani dari Pilatus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar