“Di dalam gula merah itu ada
darah, darah para penderes yang jatuh dan mati!” Itulah kenyataan. Para penderes
bekerja di sela-sela pelepah kelapa untuk
mengambil air nira, yang selanjutnya dimasak menjadi gula kelapa atau
gula merah. Mereka menderes nira secara treadisional, memanjat pohon kelapa
tanpa alat pengaman. Ketika seorang penderes jatuh dari ketinggian pohon
kelapa, ketika pelepah yang diinjak masih basah dan retas, tubuh terhempas ke
tanah hanya mujizat yang dapat menyelamatkannya. Di negeri ini ada ribuan
penderes kelapa dan mereka semua hampir pernah jatuh. Ada yang selamat, tetapi
sekitar empat puluh persennya menjadi cacat atau meninggal.
Melihat kenyataan ini Harry
Suliztiarto, ketua tim advokasi penderes kelapa di Kabupaten Pacitan dan
Kulonprogo berhasil merancang alat
pengaman, melatih dan mendampingi proses pembelajaran penderes kelapa untuk
menggunakan alat pengaman itu. Alat
pengaman diikat pada tubuh penderes dan ditautkan pada batang pohon kelapa. Saat terjatuh, alat itu
membuat penderes tetap tergantung pada pohon, takkan terjerembab ke tanah. Kecelakaan
fatal pun dapat dicegah. Ya, ketika penderes kelapa tidak lagi terhempas ke
tanah, bukankah itu mujizat? Mujizat tidak hanya sebatas penderes jatuh dan
selamat! Hikmat untuk mencegah bencana juga adalah suatu mujizat. (Sumber: Agus
Santoso,”A beautiful Heart”). Mujizat
itu tentu baru akan menjadi kenyataan ketika seorang penderes percaya pada
konsep alat pengaman yang ditawarkan oleh Harry Suliztiarto dan mempercayakan
diri pada tali pengaman itu.
“Akulah kebangkitan dan hidup!” kata Yesus. Pernyataan ini pun
menuntut respon pendengar-Nya, yakni dengan percaya dan mempercayakan diri. Perkataan
Yesus ini ada dalam konteks ketika Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian
yang sudah merenggutnya selama empat hari (Yohanes 11:1-44). Untuk seseorang
sampai pada titik percaya dan mempercayakan diri tentu merupakan proses tidak
mudah. Maka, jika kita cermati, sebelum Yesus menyucapkan pernyataan itu ada
beberapa hal yang dipersiapkan-Nya. (Sumber tafsiran: Sr. Eko Riyadi, Pr.,”YOHANES: Firman Menjadi Manusia”)
Apa yang terjadi dalam kisah
pembangkitan Lazarus merupakan prefigurasi
(gambaran awal) kebangkitan Yesus sendiri. Kisah ini mempersiapkan para murid
untuk mengerti kebangkitan Yesus. Dia yang berkuasa membangkitkan orang mati
juga mempunyai kuasa untuk hidup dalam kebangkitan. Oleh karena itu,
pembangkitan Lazarus merupakan klimaks dari segala tanda yang dibuat oleh Yesus
dalam narasi Injil Yohanes. Kebangkitan Lazarus menjelaskan inti dari ajaran
yang dibawa oleh Yesus tentang hidup abadi. Siapa yang percaya dan
mempertaruhkan hidup kepada-Nya akan
beroleh hidup selamanya.
Kisah dimulai dengan kabar
tidak sedap bahwa, Lazarus sakit! Yesus merespons, “Penyakit itu tidak akan membawa
kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit
itu Anak Manusia akan dimuliakan.” (Yoh.11:4) Yesus tidak segera datang
menjumpai Lazarus yang sakit. Ia justeru dengan sengaja tinggal dua hari lagi
di tempat di mana Ia berada. Mengapa Ia berlambat-lambat? Kadang-kadang Yesus
tidak melakukan apa yang diminta oleh orang-orang dengan alasan bahwa saatnya
belum tiba. Keterlambatan-Nya untuk datang berhubungan erat dengan kematian dan
penguburan Lazarus. Ketika Yesus datang di Betania, Lazarus telah empat hari
dikubur.
Mengapa Yesus berlambat-lambat
hingga Lazarus sudah dikuburkan? Apakah karena Ia tidak lagi mengasihi Lazarus
dan saudari-saudarinya? Ternyata bukan itu alasannya. Yesus sendiri menyatakan,
“Demikian lebih baik bagimu (yakni
bagi para murid) supaya kamu dapat
percaya.” Dari pernyataan ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa Yesus
sedang memberi kesempatan kepada para murid, dan tentu juga bagi banyak
orang akan mengalami pekerjaan-Nya,
untuk belajar percaya. Percaya tentang apa? Tentu, yang dimaksudkan adalah
percaya kepada Yesus. Dengan kata lain, mereka akan memperoleh kesempatan untuk
memiliki iman akan Yesus melalui kisah Lazarus.
Sekali lagi, perkataan Yesus
tidak ditangkap dengan benar oleh para murid. Ketidakmengertian ini tampak
dalam ajakan Didimus kepada para murid yang lain, “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia”
Didimus masih berpikir tentang orang-orang Yudea yang melempari Yesus dengan
batu. Apa yang dikatakan Yesus seolah-olah tidak masuk dalam pikirannya. Dia
yakin bahwa pergi ke Yudea berarti mati bersama Yesus. Itulah yang
dimengertinya sebagai percaya kepada Yesus.
Kedatangan Yesus disambut
Marta dengan kekecewaan. Marta kecewa kenapa Yesus datang terlambat, ketika
Lazarus sudah dikuburkan. Penundaan kedatangan Yesus membawa Marta ke dalam
pergulatan iman yang lebih sulit. Sangat mudah mengimani Yesus yang mampu
menyembuhkan orang-orang sakit. Kini, menjadi sulit manakala mengimani Yesus
ketika berhadapan dengan situasi tidak mungkin. Meskipun pada awalnya, Marta
menyerahkan segalanya kepada Yesus, karena ia percaya bahwa Allah menyertai dan
dapat melakukan apa saja yang diminta Yesus. Namun, ketika Yesus melangkah
lebih jauh, memintanya membuka kubur Lazarus, apa reaksi Marta? Marta
keberatan, karena pastilah tubuh Lazarus sudah membusuk. Informasi ini
menandakan bahwa Marta tidak berpikir atau meminta agar Yesus membangkitkan
saudaranya itu. Ia berpikir kematian adalah akhir dari segalanya. Tidak ada
yang dapat dilakukan lagi terhadap orang mati!
Jawaban Yesus kepada Marta
singkat dan tegas, “Saudaramu akan bangkit lagi.” Marta dan Maria memahami
ucapan Yesus ini dalam bingkai keyakinan Yahudi bahwa memang benar orang-orang
saleh akan bangkit pada akhir zaman. Orang-orang Yahudi yang datang melayat
juga memberi penghiburan semacam itu. Akan tetapi, bukan kebangkitan seperti
itu yang dimaskudkan Yesus.
Yesus berbicara tentang
kebangkitan yang adalah diri-Nya
sendiri, “Akulah kebangkitan dan hidup” (ayat
25). Yesus menyatakan diri-Nya dengan formula ego eimi (“Akulah....”) yang
terkenal itu. Dia sudah menyatakan bahwa Ia adalah benar-benar makanan dan
benar-benar minuman, bahwa Ia adalah terang dan hidup (4:10,14; 6:33, 48,53;
8:12), kini Yesus menyatakan diri-Nya sebagai kebangkitan dan hidup.
Pernyataan Yesus tentang kebangkitan dan hidup ini hanya bisa dimengerti dengan
mencermati pernyataan Yesus berikut-Nya, “Barangsiapa
percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang
hidup dan percaya kepada-Ku tidak akan mati selama-lamanya.” Yesus
berbicara tentang hidup yang akan dimiliki oleh setiap orang yang percaya
kepada-Nya.
Oleh karena itu, di dalam
Yesus, kebangkitan tidak musti dinantikan pada akhir zaman, tetapi terjadi pada
saat ini juga. Pengharapan kebangkitan tidak lain adalah pengharapan akan Yesus
yang memiliki hidup yang diterima-Nya dari Bapa dan yang sanggup memberikan
hidup itu kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Lantas bagaimana dengan
kematian, bukankah orang yang percaya kepada Yesus juga mengalami kematian?
Benar, bahwa iman akan Yesus bukan berarti membebaskan orang dari kematian.
Yang mau dinyatakan oleh Yesus adalah bahwa setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak lagi hidup di bawah kuasa kematian. Sejak kapan? Sejak sekarang,
yakni sejak seseorang mendengar sabda Yesus, percaya dan mempercayakan diri
kepada-Nya serta percaya juga kepada Bapa yang mengutus-Nya.
Yesus sekarang menantang Marta
untuk semakin maju dalam iman: dari kepercayaan akan kebangkitan pada akhir
zaman masuk ke dalam iman akan kebangkitan di dalam Yesus sekarang ini juga.
Yesus bertanya kepada Marta, “Percayakah
engkau akan hal ini?” Jawaban Marta adalah jawaban kepercayaan, “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah
Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.” Ada yang tidak
terungkap dalam jawaban Marta. Marta tidak menyinggung sedikit pun tentang
kebangkitan di dalam Yesus. Padahal itulah pokok utama yang sedang dibicarakan
Yesus. Marta juga tidak menyatakan, “Ya, Tuhan aku percaya bahwa Engkau adalah
kebangkitan dan hidup!” Padahal yang menjadi pertanyaan Yesus, apakah ia
percaya bahwa Yesus adalah kebangkitan dan hidup?
Sepertinya, iman terhadap
kebangkitan dan hidup yang dimaksudkan Yesus tidak dengan mudah dimengerti oleh
orang-orang pada zaman-Nya. Marta menyatakan ia percaya bahwa Yesus adalah
Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dunia. Ia baru bisa merumuskan
kepercayaannya dengan rumusan-rumusan tradisional iman Yahudi. Marta baru
sampai pada kepercayaan akan kebangkitan sebagaimana dinyatakan oleh Yesus
ketika ia melihat sendiri kebenaran sabda Yesus, yakni ketika Lazarus
dibangkitkan.
Inilah rupanya tujuan Yesus
menunda kedatangan-Nya ke Betania. Ia ingin membawa para murid dalam
kepercayaan yang semakin teguh. Bahwa semua penjelasan ini diberikan oleh Yesus
sebelum Ia membangkitkan Lazarus menunjukkan apa yang dikehendaki Yesus. Ia menghendaki,
terutama kepercayaan yang didasarkan pada firman-Nya dan bukan kepercayaan yang
didasarkan pada tanda-tanda yang dibuat-Nya. Tanda-tanda itu hanyalah peneguh
firman-Nya.
Nah, sekarang jika Anda seorang penderes kelapa, ingin
mengalami mujizat: tidak jatuh dan binasa, maka Anda harus percaya akan hikmat
yang ditawarkan oleh Pak Harry Suliztiarto, kemudian Anda harus mempercayakan
diri pada tali pengaman itu! Jika Anda ingin mengalami kehidupan kekal, maka
sekaranglah saatnya Anda percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus yang
pernah menyatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar