Pertengahan Desember 2008,
Partai Demokrat mengeluarkan iklan untuk memperingati Hari Antikorupsi
se-Dunia, yang memiliki slogan "katakan tidak pada korupsi". Para
Petinggi partai penguasa itu turut ambil bagian sebagai bintang dalam iklan
video berdurasi 30 detik tersebut yang sering muncul di televisi. Di adegan
pertama iklan, tertulis "gelengkan kepala dan katakan", lalu muncul
gambar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono dengan
mengangkat tangan kanannya dan menunjukan lima jarinya sambil mengatakan
"tidak". Sesudah itu, muncul gambar mantan Politisi Partai Demokrat
Teresia Pardede (Tere) yang juga mengelengkan kepala dan melambaikan tangan kanan
sambil mengatakan "tidak".
Pada bagian kedua, tertulis
"abaikan rayuannya dan katakan", dan muncul gambar Mantan Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum sambil mengangkat kedua tangannya yang jarinya
terbuka dan menyilangkan tangannya di dada serta mengungkapkan
"tidak". Pada bagian ketiga, tertulis "tutup telinga dan
katakan", lalu muncul gambar Mantan Wakil Sekretaris Jenderal PD Angelina
Sondakh sambil mengangkat tangan kanan yang mengepal dan membalikan jempol
sambil berkata "tidak".
Lalu muncul gambar pendiri
Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang memegang kertas bertuliskan
"katakan tidak pada korupsi". Tertulis, "Partai Demokrat bersama
SBY melawan korupsi tanpa pandang bulu". Di bagian penutup, muncul sosok
Andi Alfian Mallarangeng sambil tersenyum mengangkat kedua tangannya dan
menyatukan di atas kepala sambil membentuk lambang partai yaitu, mercy.
Tiga aktor dalam iklan itu,
Anas, Angie, dan Andi, malah terseret dalam kasus korupsi. Paling anyar, KPK
resmi menahan Anas dalam kasus tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi proyek
pusat olahraga Hambalang. Menurut Pengamat Komunikasi Politik Universitas
Indonesia Tjipta Lesmana, iklan itu menunjukkan tidak adanya konsisten apa yang
dikatakan dengan perbuatan. Demokrat yang bersumpah memerangi korupsi ternyata
hanya slogan untuk kampanye 2009. Dalam kenyatannya, kata Tjipta, beberapa
politisi Partai Demokrat justru melakukan korupsi yang menyebabkan suara partai
tersebut anjok hingga menyentuh angka 7%. (Sumber: Metrotvnews)
“Berani berkata tidak”
sejatinya bukan sekedar ucapan atau selogan tetapi menolak dalam segala aras:
logika, pikiran, kata, dan perbuatan terhadap apa yang bertentangan dengan
prinsip moral etis yang diyakini sebagai kebenaran. Batu uji untuk membuktikan
seseorang setia pada prinsip adalah ketika ia mempunyai kesempatan, kuasa dan
kewenangan ditambah dengan kebutuhan atau keinginan yang mendesak. Bisa saja
seseorang berkata tidak atau menolak melakukan tindakan kejahatan oleh karena ia
tidak mempunyai kesempatan, kuasa atau wewenang untuk melakukannya. Coba Anda
bayangkan begini, Anda diberi sebuah jabatan tinggi dalam sebuah departemen
atau perusahaan, katakanlah posisi Anda direktur umum. Anda diberi kewenangan
mengatur anggaran dan bebas menentukan biaya oprasional perusahaan. Kepada Anda
juga diberi kewenangan memilih rekanan perusahaan tanpa harus mengadakan lelang
tender terlebih dulu, seandainya pun Anda melakukan markup pasti tidak ada yang tahu. Nah, pada saat itu Anda
membutuhkan uang untuk biaya operasi kanker ibunda Anda. Pertanyaanya, apakah
Anda akan tetap setia dan jujur? Berani berkata tidak untuk menyalahgunakan
wewenang?
Tepat sekali! “Berani berkata
tidak” bukanlah perkara mudah. Sejak awal Alkitab mengisahkan pasangan manusia
pertama tidak tahan terhadap godaan (Kejadian 3:1-7). Hawa kalah dengan bujuk
rayu Iblis, ia melihat apa yang ditawarkan Iblis menjadi begitu sangat menarik
sehingga ia lupa akan perintah TUHAN (Kejadian 2:16,17). Pasangan manusia
pernama ini adalah gambaran dari kebanyakan kita. Tidak tahan ketika
diperhadapkan dengan godaan atau cobaan, tidak mampu berkata “tidak”. Mengapa? Ada banyak alasan.
Sosiolog akan mengatakan, “karena kita hidup dalam lingkungan yang tidak taat
hukum, lihat saja semua aturan selalu dilanggar: di rumah, jalan raya, tata tertib kantor
bahkan sampai penegak hukum melanggar hukum. Jadi wajarlah kalau banyak orang
tidak bisa mengatakan ‘tidak’ terhadap yang buruk”. Psikolog akan berpendapat, “pola
asuh yang salah, kebanyakan keluarga hidup dalam budaya permisip. Anak tidak
diasah mempunyai prinsip.” Kriminolog mengatakan, “tidak adanya penegakan hukum
yang baik. Hukum tidak membuat efek jera sehingga orang mudah melakukan
tindakan kriminal.” Sedangkan kaum ulama akan bersabda, “inilah akibatnya kalau
manusia itu kurang iman!” Di samping itu kebanyakan orang tidak melihat apa
yang menguntungkan ketika taat dan setia pada nilai-nilai kebenaran.
Di awal pelayanannya, Yesus
mengalami pencobaan di padang gurun. Padang gurun mengingatkan orang akan
Israel dan aneka macam cobaan yang mereka hadapi yang membawa mereka pada kelu
kesah. Berkali-kali mereka jatuh dalam ketidaksetiaan di padang gurun tetapi
Allah tetap membawa mereka ke tanah perjanjian. Kini, di padang gurun Yesus
dicobai dalam kapasitas-Nya sebagai Anak Allah; untuk menggunakan kuasa-Nya
sebagai Anak Allah. Yesus sebenarnya berkuasa memenuhi tantangan si Iblis itu.
Namun, justeru ketika Ia tergoda menggunakan kuasa-Nya maka Ia mengingkari
kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya. Mengapa? Ya, karena dengan demikian
Ia menggunakan kuasa-Nya untuk memuaskan diri dengan makanan, mencobai Allah,
dan menyembah setan. Ketiganya bertentangan dengan misi-Nya: Dia harus hidup
dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah, hanya menyembah Allah dan
tidak akan mencobai Allah!
Tiga kali Yesus dicobai Iblis
dan tiga kali Yesus menolaknya. Yesus mengatakan “tidak” pada semua permintaan
Iblis. Ia menjawab cobaan Iblis dengan kata-kata yang diambil-Nya dari Kitab
Ulangan pasal 6-8. Bagian kitab ini merupakan kunci di mana Musa mengingatkan
orang-orang Israel akan perjanjian mereka dengan Allah dan kesetiaan yang harus
mereka tunjukkan pada Allah sendiri. Semua jawaban yang ditunjukkan Yesus
adalah kesetiaan dan ketaatan Anak kepada Bapa-Nya. Anak-anak Israel jatuh di padang
gurun oleh karena mereka tidak setia, tetapi Anak Allah taat dan setia kepada
Bapa-Nya.
Kalau orang bertanya, apa sih
untungnya setia kepada Allah dan mengatakan tidak pada segala bentuk pencobaan?
Maka belajar dari sejarah Israel, mereka yang taat dan setia akan sampai di
negeri perjanjian sebaliknya, yang tidak akan berhenti dan binasa di padang gurun.
Yesus setia sampai mati, maka Allah memberikan kemuliaan dan nama di atas
segala nama (Filipi 2: 9-11). Anda setia dan berani mengatakan tidak pada
pencobaan, pastilah Allah memberikan mahkota yang tidak dapat layu, dan minimal
Anda akan merasakan damai sejahtera di hati, meskipun mungkin secara materi
Anda tidak lebih kaya dibanding yang lain.
Pada pencobaan pertama, Iblis
meminta Yesus agar mengubah batu menjadi roti. Yesus menjawab dengan Ul. 8:3.
Dalam konteks ayat ini Musa menjelaskan makna di balik pemberian manna di padang gurun. Mereka diuji oleh
Allah apakah rendah hati dan taat kepada-Nya atau tidak. Ternyata mereka
bersungut-sungut. Meskipun demikian Allah tetap memberi mereka roti, sambil
mengingatkan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap
firman yang keluar dari mulut Allah. Yesus tidak membiarkan diri-Nya jatuh
dalam cobaan Iblis. Ia mengungkapkan kembali inti pengalaman manna di padang gurun, yakni bahwa
manusia hidup dari firman Allah!
Iblis tidak kehilangan akal,
dalam pencobaan kedua ia memelintir ayat Kitab Suci. Iblis memakai Mazmur
91:11-12, yang mengatakan bahwa Allah akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya
untuk menatang orang yang dikasihi-Nya di atas tangan mereka agar kaki orang
itu tidak terantuk kepada batu. Tetapi Yesus menolaknya dengan menggunakan
Ulangan 6:16. Bagian ayat ini mempunyai konteks ketika umat Israel
bersungut-sungut kepada Musa di Masa dan Meriba karena mereka tidak memiliki air. Mereka mencobai Allah. Musa mengingatkan
agar mereka tidak lagi mencobai Allah.
Kemudian untuk yang terakhir
kalinya, Iblis mencobai Yesus dengan tawaran memberikan seluruh kerajaan dunia
dan kemegahannya dengan syarat Yesus harus menyembahnya. Yesus tidak bergeming
dengan iming-iming itu. Ia mengusir Iblis dan mengatakan bahwa hanya Allah yang
boleh disembah. Teks yang dikutip adalah Ulangan 6:13. Teks ini mengingatkan
akan orang Israel ketika mereka tertarik menyembah dewa-dewi asing. Musa
mengingatkan agar umat itu setia dan hanya menyembah Allah.
Tiga kali Yesus dicobai, pencobaan itu menyangkut
kebutuhan fisik, popularitas, dan takhta kekuasan. Pencobaan ini bisa
menghampiri siapa saja. Yesus dapat mengatasinya dengan berpegang pada firman
Allah. Bukan sekedar hafal dan diucapkan di mulut! Yesus tahu dan memahami
esensi dan latar belakang firman itu. Ia menggunakannya bukan hanya ucapan
dibibir saja, tetapi seluruh jiwa raga-Nya berpegang pada firman itu. Oleh
karenanya Ia menang dalam pencobaan sehingga kelak Paulus merefleksikan
perbedaan yang kontras antara Adam dengan Kristus. Adam yang jatuh dalam dosa
ketidaktaatan kepada Allah sedangkan Yesus adalah pembawa kemenangan karena
ketaatan-Nya kepada Sang Bapa (Roma 5:12-19). Jadi sekarang, mana yang kita
pilih? Bersekutu dengan Adam atau memilih taat dan setia seperti Kristus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar