Kamis, 06 Maret 2014

BERANI BERKATA TIDAK

Pertengahan Desember 2008, Partai Demokrat mengeluarkan iklan untuk memperingati Hari Antikorupsi se-Dunia, yang memiliki slogan "katakan tidak pada korupsi". Para Petinggi partai penguasa itu turut ambil bagian sebagai bintang dalam iklan video berdurasi 30 detik tersebut yang sering muncul di televisi. Di adegan pertama iklan, tertulis "gelengkan kepala dan katakan", lalu muncul gambar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono dengan mengangkat tangan kanannya dan menunjukan lima jarinya sambil mengatakan "tidak". Sesudah itu, muncul gambar mantan Politisi Partai Demokrat Teresia Pardede (Tere) yang juga mengelengkan kepala dan melambaikan tangan kanan sambil mengatakan "tidak".

Pada bagian kedua, tertulis "abaikan rayuannya dan katakan", dan muncul gambar Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sambil mengangkat kedua tangannya yang jarinya terbuka dan menyilangkan tangannya di dada serta mengungkapkan "tidak". Pada bagian ketiga, tertulis "tutup telinga dan katakan", lalu muncul gambar Mantan Wakil Sekretaris Jenderal PD Angelina Sondakh sambil mengangkat tangan kanan yang mengepal dan membalikan jempol sambil berkata "tidak".

Lalu muncul gambar pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang memegang kertas bertuliskan "katakan tidak pada korupsi". Tertulis, "Partai Demokrat bersama SBY melawan korupsi tanpa pandang bulu". Di bagian penutup, muncul sosok Andi Alfian Mallarangeng sambil tersenyum mengangkat kedua tangannya dan menyatukan di atas kepala sambil membentuk lambang partai yaitu, mercy.

Tiga aktor dalam iklan itu, Anas, Angie, dan Andi, malah terseret dalam kasus korupsi. Paling anyar, KPK resmi menahan Anas dalam kasus tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi proyek pusat olahraga Hambalang. Menurut Pengamat Komunikasi Politik Universitas Indonesia Tjipta Lesmana, iklan itu menunjukkan tidak adanya konsisten apa yang dikatakan dengan perbuatan. Demokrat yang bersumpah memerangi korupsi ternyata hanya slogan untuk kampanye 2009. Dalam kenyatannya, kata Tjipta, beberapa politisi Partai Demokrat justru melakukan korupsi yang menyebabkan suara partai tersebut anjok hingga menyentuh angka 7%. (Sumber: Metrotvnews)

“Berani berkata tidak” sejatinya bukan sekedar ucapan atau selogan tetapi menolak dalam segala aras: logika, pikiran, kata, dan perbuatan terhadap apa yang bertentangan dengan prinsip moral etis yang diyakini sebagai kebenaran. Batu uji untuk membuktikan seseorang setia pada prinsip adalah ketika ia mempunyai kesempatan, kuasa dan kewenangan ditambah dengan kebutuhan atau keinginan yang mendesak. Bisa saja seseorang berkata tidak atau menolak melakukan tindakan kejahatan oleh karena ia tidak mempunyai kesempatan, kuasa atau wewenang untuk melakukannya. Coba Anda bayangkan begini, Anda diberi sebuah jabatan tinggi dalam sebuah departemen atau perusahaan, katakanlah posisi Anda direktur umum. Anda diberi kewenangan mengatur anggaran dan bebas menentukan biaya oprasional perusahaan. Kepada Anda juga diberi kewenangan memilih rekanan perusahaan tanpa harus mengadakan lelang tender terlebih dulu, seandainya pun Anda melakukan markup pasti tidak ada yang tahu. Nah, pada saat itu Anda membutuhkan uang untuk biaya operasi kanker ibunda Anda. Pertanyaanya, apakah Anda akan tetap setia dan jujur? Berani berkata tidak untuk menyalahgunakan wewenang?

Tepat sekali! “Berani berkata tidak” bukanlah perkara mudah. Sejak awal Alkitab mengisahkan pasangan manusia pertama tidak tahan terhadap godaan (Kejadian 3:1-7). Hawa kalah dengan bujuk rayu Iblis, ia melihat apa yang ditawarkan Iblis menjadi begitu sangat menarik sehingga ia lupa akan perintah TUHAN (Kejadian 2:16,17). Pasangan manusia pernama ini adalah gambaran dari kebanyakan kita. Tidak tahan ketika diperhadapkan dengan godaan atau cobaan, tidak mampu berkata “tidak”.                Mengapa? Ada banyak alasan. Sosiolog akan mengatakan, “karena kita hidup dalam lingkungan yang tidak taat hukum, lihat saja semua aturan selalu dilanggar:  di rumah, jalan raya, tata tertib kantor bahkan sampai penegak hukum melanggar hukum. Jadi wajarlah kalau banyak orang tidak bisa mengatakan ‘tidak’ terhadap yang buruk”. Psikolog akan berpendapat, “pola asuh yang salah, kebanyakan keluarga hidup dalam budaya permisip. Anak tidak diasah mempunyai prinsip.” Kriminolog mengatakan, “tidak adanya penegakan hukum yang baik. Hukum tidak membuat efek jera sehingga orang mudah melakukan tindakan kriminal.” Sedangkan kaum ulama akan bersabda, “inilah akibatnya kalau manusia itu kurang iman!” Di samping itu kebanyakan orang tidak melihat apa yang menguntungkan ketika taat dan setia pada nilai-nilai kebenaran.

Di awal pelayanannya, Yesus mengalami pencobaan di padang gurun. Padang gurun mengingatkan orang akan Israel dan aneka macam cobaan yang mereka hadapi yang membawa mereka pada kelu kesah. Berkali-kali mereka jatuh dalam ketidaksetiaan di padang gurun tetapi Allah tetap membawa mereka ke tanah perjanjian. Kini, di padang gurun Yesus dicobai dalam kapasitas-Nya sebagai Anak Allah; untuk menggunakan kuasa-Nya sebagai Anak Allah. Yesus sebenarnya berkuasa memenuhi tantangan si Iblis itu. Namun, justeru ketika Ia tergoda menggunakan kuasa-Nya maka Ia mengingkari kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya. Mengapa? Ya, karena dengan demikian Ia menggunakan kuasa-Nya untuk memuaskan diri dengan makanan, mencobai Allah, dan menyembah setan. Ketiganya bertentangan dengan misi-Nya: Dia harus hidup dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah, hanya menyembah Allah dan tidak akan mencobai Allah!

Tiga kali Yesus dicobai Iblis dan tiga kali Yesus menolaknya. Yesus mengatakan “tidak” pada semua permintaan Iblis. Ia menjawab cobaan Iblis dengan kata-kata yang diambil-Nya dari Kitab Ulangan pasal 6-8. Bagian kitab ini merupakan kunci di mana Musa mengingatkan orang-orang Israel akan perjanjian mereka dengan Allah dan kesetiaan yang harus mereka tunjukkan pada Allah sendiri. Semua jawaban yang ditunjukkan Yesus adalah kesetiaan dan ketaatan Anak kepada Bapa-Nya. Anak-anak Israel jatuh di padang gurun oleh karena mereka tidak setia, tetapi Anak Allah taat dan setia kepada Bapa-Nya.

Kalau orang bertanya, apa sih untungnya setia kepada Allah dan mengatakan tidak pada segala bentuk pencobaan? Maka belajar dari sejarah Israel, mereka yang taat dan setia akan sampai di negeri perjanjian sebaliknya, yang tidak akan berhenti dan binasa di padang gurun. Yesus setia sampai mati, maka Allah memberikan kemuliaan dan nama di atas segala nama (Filipi 2: 9-11). Anda setia dan berani mengatakan tidak pada pencobaan, pastilah Allah memberikan mahkota yang tidak dapat layu, dan minimal Anda akan merasakan damai sejahtera di hati, meskipun mungkin secara materi Anda tidak lebih kaya dibanding yang lain.

Pada pencobaan pertama, Iblis meminta Yesus agar mengubah batu menjadi roti. Yesus menjawab dengan Ul. 8:3. Dalam konteks ayat ini Musa menjelaskan makna di balik pemberian manna di padang gurun. Mereka diuji oleh Allah apakah rendah hati dan taat kepada-Nya atau tidak. Ternyata mereka bersungut-sungut. Meskipun demikian Allah tetap memberi mereka roti, sambil mengingatkan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Yesus tidak membiarkan diri-Nya jatuh dalam cobaan Iblis. Ia mengungkapkan kembali inti pengalaman manna di padang gurun, yakni bahwa manusia hidup dari firman Allah!

Iblis tidak kehilangan akal, dalam pencobaan kedua ia memelintir ayat Kitab Suci. Iblis memakai Mazmur 91:11-12, yang mengatakan bahwa Allah akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk menatang orang yang dikasihi-Nya di atas tangan mereka agar kaki orang itu tidak terantuk kepada batu. Tetapi Yesus menolaknya dengan menggunakan Ulangan 6:16. Bagian ayat ini mempunyai konteks ketika umat Israel bersungut-sungut kepada Musa di Masa dan Meriba karena mereka tidak memiliki  air. Mereka mencobai Allah. Musa mengingatkan agar mereka tidak lagi mencobai Allah.

Kemudian untuk yang terakhir kalinya, Iblis mencobai Yesus dengan tawaran memberikan seluruh kerajaan dunia dan kemegahannya dengan syarat Yesus harus menyembahnya. Yesus tidak bergeming dengan iming-iming itu. Ia mengusir Iblis dan mengatakan bahwa hanya Allah yang boleh disembah. Teks yang dikutip adalah Ulangan 6:13. Teks ini mengingatkan akan orang Israel ketika mereka tertarik menyembah dewa-dewi asing. Musa mengingatkan agar umat itu setia dan hanya menyembah Allah.

Tiga kali Yesus dicobai, pencobaan itu menyangkut kebutuhan fisik, popularitas, dan takhta kekuasan. Pencobaan ini bisa menghampiri siapa saja. Yesus dapat mengatasinya dengan berpegang pada firman Allah. Bukan sekedar hafal dan diucapkan di mulut! Yesus tahu dan memahami esensi dan latar belakang firman itu. Ia menggunakannya bukan hanya ucapan dibibir saja, tetapi seluruh jiwa raga-Nya berpegang pada firman itu. Oleh karenanya Ia menang dalam pencobaan sehingga kelak Paulus merefleksikan perbedaan yang kontras antara Adam dengan Kristus. Adam yang jatuh dalam dosa ketidaktaatan kepada Allah sedangkan Yesus adalah pembawa kemenangan karena ketaatan-Nya kepada Sang Bapa (Roma 5:12-19). Jadi sekarang, mana yang kita pilih? Bersekutu dengan Adam atau memilih taat dan setia seperti Kristus?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar