Kamis, 13 Februari 2014

MEMILIH HIDUP BENAR DALAM KETAATAN KEPADA FIRMANYA

Setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur lagi, manusia dihadapkan pada pilihan. Mau langsung bangun atau masih mau bobo-boboan? Kalau langsung bangun, apakah mau sarapan atau mandi terlebih dahulu? Apakah mau ngopi  dulu atau langsung beraktifitas bekerja, dan seterusnya. Itulah contoh pilihan setiap hari. Hidup adalah pilihan! Demikian pula dengan bahagia dan derita adalah pilihan. Musa menawarkan pilihan itu kepada umat TUHAN pilihan dalam hidup mereka, “Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan,...” (Ulangan 30:15). Kehidupan dan keberuntungan menjadi bagian dari mereka yang taat dan mengasihi TUHAN, sebaliknya kematian dan kecelakaan bagi mereka yang memilih menolak-Nya. Jelas setiap pilihan mengandung konsekuensi. Namun, yang mengherankan manusia suka memilih dan mengambil tindakan yang mencelakakan dirinya padahal di awal sudah tahu apa resiko yang akan dialaminya ketika mengambil pilihan itu. Contoh, banyak orang memilih melakukan tindakan jahat : korupsi, mencuri, merampok, membunuh, berzinah, padahal dengan bertindak seperti itu ia akan berhadapan dengan hukum. Kesengsaraan akan dialaminya. Mengapa sudah tahu tindakan itu bakal merugikan tapi tetap dilakukan? Bukankah ini merupakan perbuatan konyol?

Tentang hal ini ada banyak pendapat, penelitian dan kajian-kajian dari pelbagai ilmu. Ilmu sosial mengatakan pengaruh lingkunganlah yang membuat manusia mempunyai prilaku jahat. Psikolog mengatakan ada pertumbuhan spiritual yang terhambat. Agama-agama timur mengatakan bahwa dalam diri manusia ada roh baik dan roh jahat, keduanya saling bertentangan. Dalam konteks ini ada yang menarik dari pernyataan Plato, seorang filsuf yang mencoba melukiskan jiwa manusia itu seperti sebuah kereta kecil yang ditarik oleh dua ekor kuda. Kuda yang satu lemah-lembut dan dapat dikendalikan, serta taat kepada si pengendalinya. Sedangkan kuda yang lain begitu kasar, keras dan liar serta suka memberontak. Nama kuda yang pertama adalah akal budi sedangkan nama kuda yang lainnya adalah nafsu. Kehidupan selalu merupakan pertentangan antara tuntutan nafsu dan kendali dari akal budi. Akal budi merupakan tali kendali nafsu. Tetapi tali kendali bisa putus sewaktu-waktu; kendali diri bisa lepas. Apa yang terjadi jika tali kendali itu putus? William Barckay menyimpulkan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia tidak akan mengalami keselamatan, hal ini seperti yang dikatakan Musa, manusia akan mengalami kecelakaan dan kematian! Bagaimana supaya tali kendali tidak putus? Jawabnya sederhana perkuat akal budi atau hikmat dan mulailah meninggalkan nafsu jahat dan serakah. Caranya? Belajar mendekatkan diri pada hukum TUHAN dan membersihkan diri dari niat atau pikiran yang dikuasai nafsu itu.

Hukum TUHAN seperti apa yang dapat mengendalikan “kuda liar” dalam diri manusia? Bukankah ahli Taurat dan orang Farisi sangat dekat dengan Hukum TUHAN atau Taurat, tapi nyatanya Hukum itu tidak membuat mereka menjadi arif. Alih-alih melakukan setiap detil Hukum itu, mereka membebaninya untuk orang lain. Yesus menolong kita dalam memberlakukan Hukum Tuhan itu. Ia membarui cara pandang manusia terhadap Hkum itu. Dalam Injil Matius 5:21-48 terdapat beberapa pokok hukum Taurat yang dibahas dan dikritisi Yesus: membunuh (ayat 21-26), perzinahan (ay.27-30), perceraian (ay.31-32), sumpah palsu (ay.33-37), pembalasan (ay.38-42), dan tentang mengasihi sesama manusia dan membenci musuh (ay.43-48). Pembahasan keenam pokok ini didahului dengan formula yang relatif sama, “Kamu telah mendengar firman...” atau “Telah difirmankan...” Setelah menyebutkan masing-masing ketentuan dalam Taurat dan kitab para nabi, Yesus menyatakan, “(Tetapi) Aku berkata kepadamu....”. Apa makna yang tersirat dari pernyataan Yesus ini? Yesus tidak berhenti dengan apa yang tertulis! Bagi Yesus tidak cukup bagi manusia untuk tidak hanya menghindarkan diri pada tindakan pembunuhan, perzinahan, perceraian, sumpah palsu, dan pelbagai kebencian. Yesus menghendaki agar orang dapat mengendalikan diri dari semua tindakan itu. Pengendalian diri itu dimulai dari pikiran dan niat! Bagi Yesus bukan hanya manusia itu dapat memenuhi kaidah Hukum Taurat, tetapi yang penting adalah sikap dasar manusia yang mau hidup dalam ketaatan kepada Allah. Orang seperti itulah yang disebut orang benar. Sebab bisa saja orang, dalam tindakannya tidak membunuh dan berzinah, namun dalam hati siapa tahu tersimpan amarah dan nafsu yang mengelora. Allah menuntut ketaatan total; tindakan maupun niat hati.

Kita mungkin memang tidak pernah memukul seseorang. Tetapi, siapakah yang dapat mengatakan, bahwa kita tidak pernah ingin memukul seseorang? Kita mungkin tidak pernah melakukan perzinahan dengan seseorang. Tetapi, siapa yang dapat menjamin bahwa kita tidak pernah ingin melakukan hal yang terlarang itu? Yesus mengajarkan bahwa pikiran dan niat serta khayalan sama pentingnya dengan tindakan dan perbuatan nyata. Dan, tidaklah cukup bagi seseorang hanya menghindarkan diri dari perbuatan dosa. Yang dikehendaki Yesus adalah, agar setiap orang sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk melakukan hal-hal yang jahat itu. Yesus mengajarkan, bahwa seseorang tidak hanya dihakimi berdasarkan tindakan-tindakannya, melainkan juga dihakimi berdasarkan keinginan-keinginan yang mungkin saja tidak pernah terwujud dalam tindakannya.

Yesus membawa pembaruan dalam paradigma berpikir tentang Hukum Taurat itu. Yesus tidak menggantikan apa yang tertulis dalam Taurat dan kitab para nabi. Ia memberi orientasi baru pada ketaatan manusia terhadap hukum itu. Hukum menjadi tuntunan minimal, tetapi orang harus membangun sikap dan prilaku yang lebih dari yang minimal itu. Menurut norma duniawi, seseorang dikatakan baik kalau ia tidak pernah melakukan hal-hal yang dilarang. Dunia tidak menaruh perhatian, apalagi ingin menilai dan menghakimi pikiran-pikiran yang ada di dalam kepala seseorang. Tetapi norma yang diajarkan Yesus ialah bahwa seseorang itu tidak akan pernah menjadi orang yang baik, kecuali kalau ia memang benar-benar tidak mempunyai keinginan untuk melakukan hal yang dilarang.

Masalahnya kini, adakah yang mampu mengerjakan apa yang diajarkan Yesus ini? Adakah manusia yang bebas sama sekali dari niat jahat? Bukankah kita sering tidak dapat mengendalikan niat dan pikiran kita? Bukankah pikiran dan niat serta nafsu itu sering kali datang tiba-tiba begitu saja. Kesadaran seperti ini mestinya tidak menghalangi kita untuk dapat memenuhi Hukum Kristus. Yang diperlukan dari kita adalah tekad untuk berlatih dalam ketaatan dan doa penyerahan diri kepada-Nya. Menyadari ketidakmampuan, mestinya mendorong kita semakin dekat kepada TUHAN, mau dibentuk oleh-Nya. Masalahnya bukan bisa atau tidak, mungkin atau tidak mungkin, melainkan mau atau tidak. Kemauan akan menolong kita untuk bertindak.

Cobalah kita mulai berlatih, lakukan apa yang Tuhan mau  bukan hanya dengan tindakan: mengerjakan ini dan itu, melainkan disertai dengan hati yang gembira, ulangi dan ulangi lagi. Sesekali gagal, tidak mengapa, ulangi terus hinga menjadi terbiasa. Kebiasaan itu akan menjadi nilai dan norma hidup kita. Norma atau nilai-nilai hidup ini ketika ditularkan pada orang-orang di sekitar kita, maka akan menjadi gaya hidup dan budaya. Jika kita lakukan ini dengan sukacita, percayalah kebahagiaan yang dirasakan dulu oleh pemazmur akan kita alami juga:

Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela,
yang hidup menurut Taurat TUHAN.
Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-pringatan-Nya,
yang mencari Dia dengan segenap hati,
Yang juga tidak melakukan kejahatan,
tetapi yang hidup menurut jalan-jalan yang ditunjukkan-Nya.
Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu,
supaya dipegang dengan sungguh-sungguh.
Sekiranya hidupku tentu
untuk berpegang kepada ketetapan-Mu!
Maka aku tidak akan mendapat malu,
apabila aku mengamat-amati segala perintah-Mu.
Aku akan bersyukur kepada-Mu dengan hati jujur,
apabila aku belajar hukum-hukum-Mu yang adil.
Aku akan berpegang kepada ketetapan-ketetapan-Mu,
jangan tinggalkan aku sama sekali.

(Mazmur 119:1-8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar