Rabu, 15 Januari 2014

TUJUAN HIDUP ORANG PERCAYA

Alkisah, ada seorang pria tua yang hidup lama dan bahagia di sebuah pulau yang indah. Dia sangat mencintai pulau itu. Di pulau itu seluruh keluarganya, dari generasi ke generasi hidup, tinggal, dan bekerja sepanjang umur mereka. Orang tua itu menyadari bahwa umurnya sudah tidak panjang lagi, untuk itu dia meminta anak laki-lakinya agar membawanya keluar dari rumah untuk yang terakhir kalinya. Di halaman rumah itu ia berlutut dan mengambil segenggam tanah kelahiranya.

Tidak lama kemudian pria itu meninggal dan sampailah ia di pintu gerbang surga. Para malaikat menyambutnya dengan gembira, katanya kepada orang tua itu, “Kamu telah menjadi orang baik sepanjang hidupmu.” Seru mereka, “Selamat datang di kerajaan surga, silahkan masuk.” Orang tua itu kemudian memasuki gerbang surga, tetapi kemudian seorang malaikat berkata dengan sopan, “Untuk bisa masuk gerbang surga, Anda harus meniggalkan tanah yang ada di genggamanmu.”

“Tidak! Saya tidak akan pernah dapat melakukan itu,” katanya dengan memelas,”ini adalah tanah dari tempat kelahiran saya, tanah dari pulau rumah saya tercinta di bumi.” Para malaikat menjadi sedih dan mereka masuk kembali ke dalam surga meninggalkan orang tua itu sendirian dalam kebingungan di luar gerbang.

Tahun demi tahun berlalu, dan para malikat kembali lagi. Mereka membawa makanan dari surga lalu mereka makan bersama di depan gerbang sambil berusaha membujuknya agar orang tua itu mau masuk ke dalam surga. Dalam hatinya si kakek tua itu ingin sekali masuk ke dalam kerajaan surga dan hidup abadi, tapi sekali lagi ia menolak untuk melepaskan tanah yang berada dalam genggamannya. Sekali lagi para malaikat harus meninggalkan pria tua itu sendirian di luar gerbang surga.

Akhirnya, setelah beberapa tahun kemudian para malaikat datang kembali dan kali ini, bersama mereka datang juga cucu perempuan sang kakek. Cucunya sudah tumbuh dewasa dan kemudian mati. Wanita itu sangat gembira berjumpa dengan sang kakek, “Oh....kakek.” katanya, “Saya sangat bahagia kakek ada di sini. Mari masuk Kek, dan bergabunglah bersama kami dalam kerajaan surga. Kami sangat mencintaimu dan kami ingin bersamamu selamanya.” Pria tua itu sangat gembira bertemu dengan sang cucu yang sangat ia cinntai. Ia berusaha memeluknya. Kini, ia pun rela membuka genggaman tangannya dan melepaskan tanah yang dicintainya hingga jatuh! Sukacita menyertai mereka. Para malaikat kemudian mengantarkan mereka ke dalam kerajaan surga. Dan yang pertama kali ditemukannya adalah seluruh isi dari pulau tercintanya, mereka telah lama menunggu pria tua itu. Mereka gembira menyambutnya!

Cerita rakyat Mediterania ini mengingatkan kita betapa sulitnya seseorang melepaskan apa yang ia cintai. Kita pun begitu, tidak mudah merelakan apa yang kita cintai begitu saja. Seseorang yang mencintai hartanya, tidak mudah membaginya begitu saja dengan orang lain, meskipun orang lain itu sangat memerlukannya. Seorang penguasa tidak akan mudah melepaskan kekuasaannya. Ia akan mati-matian mempertahankan kekuasaan itu dengan cara apa pun. Seorang pemimpin tidak akan membiarkan para pengikutnya membelot, ia akan berusaha mengultuskan dirinya agar tetap dipuja oleh para pengikutnya. Seorang guru tidak akan mudah melepaskan murid kesayangannya untuk belajar pada guru lain.

Namun, hal ini tidak berlaku bagi Yohanes Pembaptis. Yohanes sangat menyadari tujuan hidupnya. Ia diutus Tuhan bukan untuk mencari pengikut bagi dirinya sendiri, melainkan menunjukkan jalan kepada Sang Mesias dengan begitu ia juga membuka jalan lebar-lebar agar orang dapat berjumpa dengan Mesias. Yohanes Pembaptis adalah orang dengan jiwa besar yang berani mengosongkan dirinya agar para muridnya memperoleh kebahagiaan. Ia membuka jalan bagi Yesus. Orang-orang yang tadinya datang berguru kepadanya dituntunnya kepada Dia yang diakuinya sebagai lebih besar dari dirinya. Itulah yang diperbuatnya bagi kedua orang muridnya. Yohanes Pembaptis rela melepaskan murid-muridnya untuk mengikut Yesus. Mungkin benak mereka penuh tanya, “Siapakah Dia yang sedemikian besar yang dirujuk oleh guru mereka itu?

Yohanes menyebut-Nya Anak Domba Allah (Yohanes 1:36). Sebutan itu mengingatkan mereka pada anak domba yang dikurbankan orang Israel pada malam sebelum meninggalkan Mesir (Keluaran 12) yang kemudian diperingati pada tiap tahun pada malam Paskah orang Yahudi. Ini perayaan pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir. Yesus adalah Anak domba Allah itu berarti mengisyaratkan bahwa diri-Nya adalah pembebas manusia dari perbudakan dosa. Selain itu, kehidupan Yesus juga dipandang sebagai sosok Hamba Allah yang menderita seperti anak domba yang dibawa ke tempat penyembelihan (Yesaya 53:7).

Sebutan yang kedua spontan diucapkan oleh kedua murid Yohanes Pembaptis, yakni “Rabi” atau “Guru” (Yohanes 1:38), panggilan bagi seorang ulama yang dihargai. Yesus dapat mengajarkan siapa Allah dengan cara yang baru. Ia mengajarkan agar orang berani memangil-Nya Bapa, dan kemudian orang menemukan bahwa dirinya sangat dicintai Allah. Mereka tinggal bersama Sang Guru seharian. Salah satu dari orang itu adalah Andreas yang kemudian berjumpa dengan saudaranya, Simon, dan memberitahukan bahwa mereka baru saja berjumpa dengan Mesias. Mereka bukan hanya melihat di mana Ia tinggal, melainkan menemukan bahwa yang disebut Anak Domba Allah oleh Yohanes Pembaptis itu juga Sang Mesias!

Bagi orang Yahudi zaman itu, Mesias, Yang diurapi, ialah tokoh yang kedatangannya telah lama dinantikan. Dialah yang diharapkan memimpin umat agar mendapat kembali kejayaannya. Mereka mendambakan pemimpin yang datang dengan wibawa Ilahi. Bisa jadi buat mereka belum teramat jelas kemesiasan macam apa yang ada pada diri Yesus. Tetapi tak mengapa, Yesus sendiri kelak yang akan menyatakannya, yang penting mereka kini telah menemukan-Nya.

Yesus memandangi Simon, yang dibawa Andreas, kemudian Dia memberinya nama baru, yaitu Kefas, artinya Petrus. Kelak Petrus, di tengah-tengah berbagai macam pertanyaan “kata orang” tentang Yesus, mewakili para murid dan dengan tegas mengatakan bahwa Yesus itu Mesias. Sesudah itu ada episode khusus mengenai Petrus (Matius 16:17-19) yang ada titik temunya dengan Yohanes 1:42, yaitu bahwa Simon dipanggil Petrus. Dijelaskan dalam Injil Matius bahwa Petrus itu karang tempat Yesus membangun umat-Nya dan alam maut tidak akan menguasainya.

Yohanes pembaptis telah menemukan tujuan hidupnya, yakni telah berjumpa, mengenal dan membawa murid-muridnya kepada Anak Domba Allah, Guru yang Sejati dan Sang Mesias. Andreas menemukan tujuan hidupnya, yakni berjumpa dengan Sang Mesias lalu kemudian ia mengabari saudaranya, Simon. Simon pun telah berjumpa dengan Sang Mesias itu. Melalui proses yang berliku, jatuh bangun dalam iman bahkan sampai tiga kali Simon menyangkal Tuhan, akhirnya Simon menjadi pemimpin para rasul dalam memberitakan kabar baik tentang Mesias.
  
“Apa yang kamu cari?”, pertanyaan itu dulu ditanyakan Yesus kepada murid-murid Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:38), mereka menjawab-Nya, “... di mana Engkau tinggal?” Lalu Yesus menjawab dan mengajak mereka melihat. Mereka merespon positif ajakan Yesus dan.. mereka menemukan Sang Mesias itu. Mereka menemukan tujuan hidup itu! Pertanyaan itu pastinya akan terus terdengar dalam diri setiap insan, “Apa yang kamu cari?” atau “Apa tujuan hidupmu?” Harta dan kekayaan? Kekuasaan? Umur panjang? Gelar akademis? Atau...? Semuanya akan sia-sia tanpa kita berjumpa dan hidup di dalam Sang Mesias itu! Berjumpa dan hidup di dalam Sang Mesias akan membuka “genggaman tangan” kita dari yang lain diganti dengan kebahagiaan yang hakiki! Semoga kita termasuk orang yang berbahagia itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar