Kamis, 23 Januari 2014

KERAJAAN ALLAH HADIR DI TENGAH KEKELAMAN HIDUP

Secara histori-politis orang dapat saja beranggapan bahwa menyingkirnya Yesus ke Galilea (Matius  adalah sebuah upaya menghindar dari tekanan kekuasaan yang berusaha memberangus gerakan moral yang dimotori oleh Yohanes Pembaptis. Yohanes ditangkap penguasa, lantaran ia berani menegur Herodes atas ulah tak bermoral dari sang penguasa itu. Herodes bermaksud menceraikan istrinya lalu berniat mengambil Herodias - yang pada saat itu adalah istri dari Filipus, sudaranya - menjadi istrinya (Matius 14:3). Mau tidak mau orang pada saat itu, akan menilai Yesus simpatisan atau anggota gerakan moral kelompok Yohanes Pembaptis. Mengapa? Sederhana saja, karena Yesus sebelumnya telah menerima baptisan Yohanes. Yesus tidak mengabungkan diri dengan kelompok Zelot, Esseni, Farisi atau Saduki. Pastilah penguasa yang sedang berang itu akan menumpas juga pendukung Yohanes Pembaptis, untuk itulah Yesus melarikan diri ke wilayah Galilea. Namun, dalam pandangan penulis Injil Matius, menyingkirnya Yesus dari Yudea ke Galilea bukanlah masalah politis belaka.  Mengapa? Supaya Yesus mengawali pelayanan-Nya di Galilea! Namun bukankah Galilea merupakan wilayah yang juga dihuni oleh banyak orang-orang asing dan merupakan bagian Israel yang oleh orang Yudea dipertanyakan kemurniannya? Dalam kerangka pikir Matius, awal pelayanan di Galilea ini punya makna tersendiri, yakni penggenapan dari Yesaya 8:23-9:1. Matius mencatat, “Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dianaungi maut, telah terbit Terang.’”(Matius 4:13-16). Di Kapernaun, Yesus memulai karya pelayanan publik-Nya. Yesus melanjutkan seruan pertobatan yang diwartakan Yohanes, “Bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Matius 3:2; 4:17).

Pesan utama dalam hidup dan pelayanan Yesus adalah pewartaan dan pewujudnyataan Kerajaan Allah. Kalau Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan untuk menyambut Kerajaan Allah itu, maka Yesus menyatakan diri-Nya adalah perwujudan dari Kerajaan Allah itu sendiri. Kini, Kerajaan Allah itu bukan lagi urusan masa depan, tetapi sudah ada sekarang. Kehadiran Kerajaan Allah itu bukan dalam bentuk penghakiman dan pemusnahan orang-orang berdosa serta pemulihan kejayaan Israel, melainkan jawaban keberpihakan Allah kepada manusia yang hidup dalam kekelaman. Bela rasa Allah yang membebaskan kini dinyatakan dalam diri Yesus. Kehadiran yang sudah ada sekarang ini mungkin masih tersembunyi, belum jelas, seperti harta yang terpendam (bnd. Matius 13:44) atau benih yang tumbuhnya tidak kelihatan (bnd. Markus 4:26-29). Meskipun demikian, kehadiran itu sungguh nyata. Bentuk perumpamaan yang digunakan dalam pengajaran Yesus dimaksudkan untuk menyadarkan para pendengarnya terhadap kehadiran Kerajaan Allah di tengah-tengah mereka. Ia menyadarkan banyak orang bahwa kehadiran ilahi dapat dijumpai dalam kehidup-Nya sendiri di mana Ia menyapa dan memulihkan orang-orang yang menangis (miskin, buta, lumpuh, kusta, lapar dan sengsara). Membebaskan orang yang dikuasai oleh roh kejahatan dan keserakahan (pendosa, pelacur, pemungut cukai, kerasukan setan). Memulihkan harkat orang-orang kecil (teraniaya, terinjak, terpenjara, berbeban berat, rakyat gembel yang tidak tahu hukum, anak-anak kecil, dan domba-domba yang hilang dari Israel). Yesus menyatakan, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.”(Matius 12:28).

Kalau dulu suara Yohanes Pembaptis membuat murka Herodes, raja boneka Roma di Yudea, kini tak pelak lagi apa yang dilakukan Yesus menjadi ancama bagi lembaga-lembaga formal Yudaisme yang mengklaim diri sebagai pemegang otoritas hak menguasai kehadiran Allah dengan mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi kalau seseorang ingin sampai ke hadirat Allah khususnya di seputar Bait Allah. Yesus menolak pandangan mereka yang membatasi kehadiran Allah hanya pada tempat dan ritual tertentu. Justeru kini, di dalam diri-Nya, bukan lagi manusia yang bersusah payah dengan ritual-ritual tertentu agar bisa menjumpai Allah melainkan Allah, Sang Bapa itulah yang mencari dan berkenan menyapa mereka.

Bicara tentang Kerajaan Allah tidaklah mungkin dilepaskan dari konteks politik. Pada zaman Yesus, berpolitik berarti berbicara siapa yang akan berkuasa dan menjadi raja. Dalam bahasa Inggris dapat dibedakan dua kata abstrak kingship (berkuasanya seseorang sebagai raja) dan kingdom (kerajaan), semua berhubungan dengan kata “raja”. Namun, pembedaan seperti itu tidak dipahami dalam bahasa Yunani, Ibrani, maupun Aram. Kata Yunani basilea dapat berarti kedua-duanya: raja dan sekaligus wilayah kekuasaan kerajaannya. Sampai sekarang orang sering beranggapan basileia Allah (Kerajaan Allah) melulu diletakkan pada eskatologis, maksudnya “nanti dan di sana”, bukan kini dan di sini. Padahal basileia Allah yang sedang diwujudkan Yesus mencakup kurun waktu kekinian. Basileia Allah berarti datangnya kekuasaan politis Allah menggantikan kekuasaan Si jahat.   

Apa yang terjadi jika kekuasaan politis Allah menggantikan kekuatan Si Jahat? Yesus menyatakan bahwa kekuasaan politis ilahi akan membalikkan semua pandangan manusia tentang kekuasaan. Orang-orang kaya dan berkuasa akan diturunkan dan menjadi rendah dan orang-orang miskin akan ditinggikan. Simaklah ungkapan-uangkapan di bawah ini:

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya ‘basileia’ Allah” (Lukas 6:20).
“Aku akan menentukan hak-hak basileia bagi kamu....dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi....”(Lukas 22:29,30).
“Jangan takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu ‘basileia’ itu.” (Lukas 12:32).
“Celakalah kamu, hai kamu yang kaya....”(Lukas 6:20,24)
“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 14:11).

Namun, ini tidak berarti bahwa dalam struktur Kerajaan Allah penindas dan yang ditindas hanya sekedar bertukar tempat saja, sebab kalau hal ini terjadi maka akan melanggengkan penindasan itu sendiri. Dulunya si tertindas menjadi miskin dan menderita oleh si penindas, kini posisinya terbalik. Si tertindas kini punya kesempatan untuk membalas si penindas. Jelas bukan begini ide tentang Kerajaan Allah! Dalam kekuasaan Kerajaan Allah akan menjadi sama sekali lain, tidak ada lagi penindasan. Penindasan diakhiri. Kekuasaan yang sedang dihadapi Yesus adalah kekuasaan Si Jahat, kekuasaan yang menindas, sedangkan kekuasaan Kerajaan Allah adalah kekuasaan yang melayani dan memerdekakan.

Hampir semua kekuasaan di dunia ini diatur oleh penguasa dengan mengandalkan kekuatan yang cenderung korup dan menindas. Namun, struktur Kerajaan Allah akan diwarnai oleh kekuasaan pelayanan penuh kasih yang diberikan dengan sukacita satu kepada yang lain. Yesus menggambarkannya begini:

“Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:42-45)

Ada dua cara yang saling bertolak belakang dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah “penguasaan” atau penaklukan dan yang lain adalah “pelayanan”. Kekuasaan yang ditampilkan Yesus sebagai representasi Kerajaan Allah bukanlah kekuasaan “sang penakluk” yang harus dilayani dan disanjung. Kekuasaan itu sepenuhnya baru oleh karena bertitik tolak dari bela rasa Allah yang peduli terhadap penderitaan manusia sehingga mau melayani. Kekuasaan ini sama sekali tidak mementingkan diri sendiri sehingga siap melayani orang kendatipun harus mempertaruhkan nyawa.

Nah, sekarang kita berada pada posisi mana? Apakah dalam ruang lingkup Kerajaan Allah? Atau masih dalam kuasa kegelapan? Jika hidup kita masih menuntut dilayani, diperhatikan, disanjung, diutamakan, dimengerti, dan kata-kata yang sejenis dengan itu, maka kita masih hidup di tanah Zebulon dan Naftali, wilayah yang sering dipandang sebagai “kegelapan”. Tatapi jangan menutup diri, justeru di wilayah “gelap” itu Terang telah bercahaya, maukah kita menyambut terang itu? Tinggalkanlah seluruh nafsu egoisme, keinginan untuk menguasai dan menaklukan orang lain, gantilah dengan semangat melayani maka kita akan merasakan dan mengalami Kerajaan Allah itu sudah datang! Dengan begitu Anda dan saya akan merasakan betapa bahagianya berada dalam ruang lingkup Kerajaan-Nya. Tak ada yang bisa menggantikan kebahagiaan itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar