Injil Matius mencatat bahwa
kelahiran Yesus terjadi ketika Herodes menjadi raja di Yudea (Matius 2:1). Siapa Herodes yang dimaksud?
Dalam catatan sejarawan Yahudi, Josefus memberi julukan kepadanya “yang agung”
itu pun hanya dalam tiga kali disebut (AJ XVIII 130,133 dan 136). Mungkin
julukan “yang agung itu hanya semata-mata dipakai oleh Josefus untuk
membedakannya dari anak-anaknya, karena anak-anaknya memakai nama Herodes juga.
Ayahnya, Antipater, seorang Yahudi keturunan Idumea. Sang ayah mencapai
kedudukan yang berpegaruh besar di Yudea. Setelah bangsa Romawi mengalahkan
Yudea, Julius Caesar pada tahun 47 sM menunjuk Antipater sebagai penguasa
Yudea. Selanjutnya sang ayah menunjuk Herodes sebagai pemimpin militer di
Galilea.
Tak pelak lagi sejarah
mencatat bahwa Herodes adalah seorang yang piawai dalam bidang politik. Saat
itu Yudea berada dalam penjajahan Roma, biasanya kaisar Roma mengangkat para
pangerannya untuk menjadi raja wilayah di negeri jajahan. Dalam hal ini,
Herodes merupakan suatu pengecualian. Di samping pertimbangan politis Roma
terhadap wilayah Yahudi, peran Herodes politis sendiri dalam memperoleh
kekuasaan tidak bisa diabaikan. Krisi terbesar dalam hubungannya dengan Roma
terjadi pada tahun 32-31 sM. Ketika itu terjadi perang saudara antara Antonius dan
Oktavianus. Oktavianus menang. Sebagai seorang sahabat dan pendukung Antonius,
hampir saja Herodes dalam keadaan bahaya. Keberuntungan sedang berpihak
kepadanya. Ketika konfilks Antonius-Oktavianus terjadi, Herodes diperintahkan
Kleopatra untuk berperang menghadapi bangsa Nabatea. Sehabis pertempuran,
Herodes kembali. Ia kembali bukan kepada sahabatnya, yakni Antonius melainkan
memilih bertemu dengan Oktavianus di mana sedang unggul. Herodes, demi
kepentingan kekuasaannya rela meninggalkan Antonius yang selama ini
didukungnya. Herodes menawarkan jasa-jasanyanya kepada Oktavianus.
Apa balasan kaisar Oktavianus?
Ia memberikan harta milik Kleopatra kepada Herodes. Tidak hanya itu, luas
daerah kekuasaannya juga ditambah lagi di Samaria dan Seberang Yordan. Menurut
Josefus, kepercayaan Oktavianus terhadap Herodes begitu besar, sehingga para
pejabat minta nasihat kepadanya.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa
Herodes terkenal sebagai orang yang suka membangun. Salah satu yang terpenting
adalah perluasan dan pemugaran Bait Allah di Yerusalem. pekerjaan itu
berlangsung bertahun-tahun, bahkan terus juga dikerjakan setelah Herodes mati.
Apakah benar, Herodes membangun Bait Allah dengan spirit yang sama seperti Daud
atau Salomo? Herodes sangat faham dengan orang-orang Farisi. Ia tidak mau
melukai pemimpin-pemimpin Yahudi yang begitu rupa menaati Taurat. Pada
zamannya, di depan gegung-gedung umum di Yerusalem tidak ada patung-patung
berhala. Herodes tidak mau melukai hati orang Yahudi maka ia membangun Bait
Allah dengan monumental! Namun, bagaimana di luar wilayah Yahudi? Sejarah
mencatat Herodes membangun rumah-rumah ibadah untuk menghormati para dewa
Yunani-Romawi atau kuil-kuil untuk Kaisar yang menganggap diri sebagai dewa
atau Tuhan. Herodes tampaknya memberi ruang agar, baik Yahudi maupun non Yahudi
merasa dihormati, diberi tempat megah untuk beribadah. Namun, di balik semua
itu Herodes sedang menanamkan pencitraan, agar ia dipandang baik oleh kalangan
Yahudi maupun Roma sehingga dengan demikian ia dapat melanggengkan kekuasaan.
Tidak hanya itu, Herodes juga
memerintahkan membangun benteng, teater, istana, saluran air, dan masih banyak
lagi proyek-proyek monumental. Namun, betulkah pembangunan-pembangunan itu
dilakukan untuk kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya? Rakyat justeru
menderita. Banyak proyek pembangunan dilakukan Herodes, banyak juga biaya yang
harus dikeluarkan. Apakah Roma, tempat bertakhtanya kaisar membiayai? O, jangan
harap! Alih-alih membantu justeru sebagai penjajah mereka menekan supaya
wilayah jajahan menyetor pajang lebih banyak lagi. Herodes menekan rakyatnya
dengan pajak tinggi. Pajak untuk setor ke kaisar dan juga untuk pembangunan
proyek-proyek monumental itu!
Herodes bukan seorang yang “agung”
dalam arti kata negarawan dan pemimpin atau raja yang baik. Pemerintahannya ditandai
dengan kekejaman-kekejaman yang luar biasa. Anak-anaknya sendiri pun ia bunuh
karena mengancam kekuasaanya. Maka tidaklah mengherankan jika Injil Matius
menggambarkan keterancaman Herodes sebagai raja dengan berita dari orang Majus
bahwa kini, lahir raja orang Yahudi (Matius 2). Herodes meminta agar orang
Majus itu memberitahu dirinya di mana Raja yang baru dilahirkan itu. Diplomasi
dilakukannya, “Pergi dan selidikilah
dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia,
kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia.” (Mat.2:8)
Herodes sangat marah ketika tahu bahwa dirinya diperdaya oleh orang Majus. Orang
Majus itu tidak mampir lagi kepada Herodes, mereka pulang mengambil jalan lain
sesuai pemberitahuan malaikat (Mat.2:12).
Dengan kemarahannya, Herodes
memerintahkan agar setia anak laki-laki berusia di bawah dua tahun dan berada
di wilayah kekuasaanya dibuhuh (Matius 2:16). Herodes merasa terancam maka ia
melakukan apa saja termasuk membunuh bayi-bayi yang tidak berdosa. Peristiwa ini
mengingatkn kita kepada Firaun yang juga merasa terancam dengan kelahiran Musa.
Firaun juga memerintahkan pembunuh masal terhadap bayi laki-laki yang lahir di
Mesir. Di sinilah penulis Matius melihat sosok Yesus sebagai Musa “kedua”. Yang
sejak kelahirannya telah terancam pebunuhan. Kalau Musa dulu membawa keluar
umat Israel dari Mesir. Yesus sebelum memulai karya-Nya terlebih dahulu harus
hijrah ke Mesir untuk menghindari ancaman Herodes. Matius melihat peristiwa ini
bukanlah sebuah kebetulan, melainkan penggenapan dari firman Tuhan: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” (Matius
2:15).
Sejarah mencatat, sepanjang
peradaban manusia, kekuasaan tidak memberi tempat atau ruang terhadap munculnya
ancaman yang dapat menggoyahkan kekuasaannya. Entah itu kekuasaan politik,
negara, bisnis, popularitas bahkan agama sekali pun. Kalau masih mungkin acaman
itu dilenyapkan sedini mungkin. Horodes dan Firaun adalah contoh. Namun,
tampaknya sejarah terus berulang. Banyak orang dipelbagai bidang kehidupan
meniru prilaku Herodes. Tahun ini (2014), orang menyebutnya dengan tahun
politik. Negara kita akan mempunyai hajat besar; menentukan kepemimpinan lima
tahun ke depan melalui Pemilihan Umum baik untuk lebislatif maupun eksekutif.
Kita bisa menyaksikan aroma Herodes bertebaran di mana-mana. Untuk mencari
dukungan kunstituen tidak segan-segan menjilat ke sana-ke mari. Kalau dulu
Herodes meninggalkan Antonius karena diprediksi pasti kalah melawan Oktavianus.
Sekarang juga begitu, para calon banyak kasak-kusuk, yang tadinya lama kini
bisa jadi kawan, yang tadinya dihujat kini dipuja-puji. Gonta-ganti Partai
sudah biasa, dengan alasan sudah beda perjuangannya. Kalau dulu Herodes
memberikan pencitraan terhadap kalangan Farisi dengan pembangunan Bait Allah
yang spektakuler, sekarang juga banyak para calon yang membangun rumah-rumah
ibadah. Namun, ingat setelah berkuasa, Herodes tidak bisa memberi ruang bagi
siapa saja yang potensial mengancam kekuasaannya. Sekarang pun begitu, setiap
penguasa berusaha melindungi kekuasaanya agar tidak berkuarang bahkan tumbang.
Pelbagai cara dilakukan termasuk cara-cara keji!
Namun tindakan Allah justeru terbalik. Allah Sang
Penguasa sesungguhnya malahan tidak mempertahan kekuasaan itu. Ia memberi
diri-Nya dikenal manusia. Kekuasaan-Nya yang tanpa batas waktu dan ruang itu
mau berbagi. Dia mau menjadi manusia di dalam Kristus; menjadi terbatas baik
ruang dan waktu supaya manusia mendapatkan ruang dan waktu ilahi itu.
Seharusnya setiap orang yang mengenal Allah itu demikian adanya, maka hidupnya
pun akan meniru apa yang Allah kerjakan di dalam Kristus. Berbagi dengan sesama
dalam segala kebaikan agar di situlah nilai kemanusiaan sebagai gambar Allah
menjadi nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar