Jumat, 27 Desember 2013

DARI BETLEHEM KE MESIR MENUJU NAZARET: KALA KEKUASAAN TAK BERBAGI RUANG BAGI KEHADIRAN YANG LAIN

Injil Matius mencatat bahwa kelahiran Yesus terjadi ketika Herodes menjadi raja di Yudea (Matius 2:1). Siapa Herodes yang dimaksud? Dalam catatan sejarawan Yahudi, Josefus memberi julukan kepadanya “yang agung” itu pun hanya dalam tiga kali disebut (AJ XVIII 130,133 dan 136). Mungkin julukan “yang agung itu hanya semata-mata dipakai oleh Josefus untuk membedakannya dari anak-anaknya, karena anak-anaknya memakai nama Herodes juga. Ayahnya, Antipater, seorang Yahudi keturunan Idumea. Sang ayah mencapai kedudukan yang berpegaruh besar di Yudea. Setelah bangsa Romawi mengalahkan Yudea, Julius Caesar pada tahun 47 sM menunjuk Antipater sebagai penguasa Yudea. Selanjutnya sang ayah menunjuk Herodes sebagai pemimpin militer di Galilea.

Tak pelak lagi sejarah mencatat bahwa Herodes adalah seorang yang piawai dalam bidang politik. Saat itu Yudea berada dalam penjajahan Roma, biasanya kaisar Roma mengangkat para pangerannya untuk menjadi raja wilayah di negeri jajahan. Dalam hal ini, Herodes merupakan suatu pengecualian. Di samping pertimbangan politis Roma terhadap wilayah Yahudi, peran Herodes politis sendiri dalam memperoleh kekuasaan tidak bisa diabaikan. Krisi terbesar dalam hubungannya dengan Roma terjadi pada tahun 32-31 sM. Ketika itu terjadi perang saudara antara Antonius dan Oktavianus. Oktavianus menang. Sebagai seorang sahabat dan pendukung Antonius, hampir saja Herodes dalam keadaan bahaya. Keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Ketika konfilks Antonius-Oktavianus terjadi, Herodes diperintahkan Kleopatra untuk berperang menghadapi bangsa Nabatea. Sehabis pertempuran, Herodes kembali. Ia kembali bukan kepada sahabatnya, yakni Antonius melainkan memilih bertemu dengan Oktavianus di mana sedang unggul. Herodes, demi kepentingan kekuasaannya rela meninggalkan Antonius yang selama ini didukungnya. Herodes menawarkan jasa-jasanyanya kepada Oktavianus.

Apa balasan kaisar Oktavianus? Ia memberikan harta milik Kleopatra kepada Herodes. Tidak hanya itu, luas daerah kekuasaannya juga ditambah lagi di Samaria dan Seberang Yordan. Menurut Josefus, kepercayaan Oktavianus terhadap Herodes begitu besar, sehingga para pejabat minta nasihat kepadanya.

Tidak dapat diragukan lagi bahwa Herodes terkenal sebagai orang yang suka membangun. Salah satu yang terpenting adalah perluasan dan pemugaran Bait Allah di Yerusalem. pekerjaan itu berlangsung bertahun-tahun, bahkan terus juga dikerjakan setelah Herodes mati. Apakah benar, Herodes membangun Bait Allah dengan spirit yang sama seperti Daud atau Salomo? Herodes sangat faham dengan orang-orang Farisi. Ia tidak mau melukai pemimpin-pemimpin Yahudi yang begitu rupa menaati Taurat. Pada zamannya, di depan gegung-gedung umum di Yerusalem tidak ada patung-patung berhala. Herodes tidak mau melukai hati orang Yahudi maka ia membangun Bait Allah dengan monumental! Namun, bagaimana di luar wilayah Yahudi? Sejarah mencatat Herodes membangun rumah-rumah ibadah untuk menghormati para dewa Yunani-Romawi atau kuil-kuil untuk Kaisar yang menganggap diri sebagai dewa atau Tuhan. Herodes tampaknya memberi ruang agar, baik Yahudi maupun non Yahudi merasa dihormati, diberi tempat megah untuk beribadah. Namun, di balik semua itu Herodes sedang menanamkan pencitraan, agar ia dipandang baik oleh kalangan Yahudi maupun Roma sehingga dengan demikian ia dapat melanggengkan kekuasaan.

Tidak hanya itu, Herodes juga memerintahkan membangun benteng, teater, istana, saluran air, dan masih banyak lagi proyek-proyek monumental. Namun, betulkah pembangunan-pembangunan itu dilakukan untuk kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya? Rakyat justeru menderita. Banyak proyek pembangunan dilakukan Herodes, banyak juga biaya yang harus dikeluarkan. Apakah Roma, tempat bertakhtanya kaisar membiayai? O, jangan harap! Alih-alih membantu justeru sebagai penjajah mereka menekan supaya wilayah jajahan menyetor pajang lebih banyak lagi. Herodes menekan rakyatnya dengan pajak tinggi. Pajak untuk setor ke kaisar dan juga untuk pembangunan proyek-proyek monumental itu!  

Herodes bukan seorang yang “agung” dalam arti kata negarawan dan pemimpin atau raja yang baik. Pemerintahannya ditandai dengan kekejaman-kekejaman yang luar biasa. Anak-anaknya sendiri pun ia bunuh karena mengancam kekuasaanya. Maka tidaklah mengherankan jika Injil Matius menggambarkan keterancaman Herodes sebagai raja dengan berita dari orang Majus bahwa kini, lahir raja orang Yahudi (Matius 2). Herodes meminta agar orang Majus itu memberitahu dirinya di mana Raja yang baru dilahirkan itu. Diplomasi dilakukannya, “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia.” (Mat.2:8) Herodes sangat marah ketika tahu bahwa dirinya diperdaya oleh orang Majus. Orang Majus itu tidak mampir lagi kepada Herodes, mereka pulang mengambil jalan lain sesuai pemberitahuan malaikat (Mat.2:12).

Dengan kemarahannya, Herodes memerintahkan agar setia anak laki-laki berusia di bawah dua tahun dan berada di wilayah kekuasaanya dibuhuh (Matius 2:16). Herodes merasa terancam maka ia melakukan apa saja termasuk membunuh bayi-bayi yang tidak berdosa. Peristiwa ini mengingatkn kita kepada Firaun yang juga merasa terancam dengan kelahiran Musa. Firaun juga memerintahkan pembunuh masal terhadap bayi laki-laki yang lahir di Mesir. Di sinilah penulis Matius melihat sosok Yesus sebagai Musa “kedua”. Yang sejak kelahirannya telah terancam pebunuhan. Kalau Musa dulu membawa keluar umat Israel dari Mesir. Yesus sebelum memulai karya-Nya terlebih dahulu harus hijrah ke Mesir untuk menghindari ancaman Herodes. Matius melihat peristiwa ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan penggenapan dari firman Tuhan: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” (Matius 2:15).

Sejarah mencatat, sepanjang peradaban manusia, kekuasaan tidak memberi tempat atau ruang terhadap munculnya ancaman yang dapat menggoyahkan kekuasaannya. Entah itu kekuasaan politik, negara, bisnis, popularitas bahkan agama sekali pun. Kalau masih mungkin acaman itu dilenyapkan sedini mungkin. Horodes dan Firaun adalah contoh. Namun, tampaknya sejarah terus berulang. Banyak orang dipelbagai bidang kehidupan meniru prilaku Herodes. Tahun ini (2014), orang menyebutnya dengan tahun politik. Negara kita akan mempunyai hajat besar; menentukan kepemimpinan lima tahun ke depan melalui Pemilihan Umum baik untuk lebislatif maupun eksekutif. Kita bisa menyaksikan aroma Herodes bertebaran di mana-mana. Untuk mencari dukungan kunstituen tidak segan-segan menjilat ke sana-ke mari. Kalau dulu Herodes meninggalkan Antonius karena diprediksi pasti kalah melawan Oktavianus. Sekarang juga begitu, para calon banyak kasak-kusuk, yang tadinya lama kini bisa jadi kawan, yang tadinya dihujat kini dipuja-puji. Gonta-ganti Partai sudah biasa, dengan alasan sudah beda perjuangannya. Kalau dulu Herodes memberikan pencitraan terhadap kalangan Farisi dengan pembangunan Bait Allah yang spektakuler, sekarang juga banyak para calon yang membangun rumah-rumah ibadah. Namun, ingat setelah berkuasa, Herodes tidak bisa memberi ruang bagi siapa saja yang potensial mengancam kekuasaannya. Sekarang pun begitu, setiap penguasa berusaha melindungi kekuasaanya agar tidak berkuarang bahkan tumbang. Pelbagai cara dilakukan termasuk cara-cara keji!

Namun tindakan Allah justeru terbalik. Allah Sang Penguasa sesungguhnya malahan tidak mempertahan kekuasaan itu. Ia memberi diri-Nya dikenal manusia. Kekuasaan-Nya yang tanpa batas waktu dan ruang itu mau berbagi. Dia mau menjadi manusia di dalam Kristus; menjadi terbatas baik ruang dan waktu supaya manusia mendapatkan ruang dan waktu ilahi itu. Seharusnya setiap orang yang mengenal Allah itu demikian adanya, maka hidupnya pun akan meniru apa yang Allah kerjakan di dalam Kristus. Berbagi dengan sesama dalam segala kebaikan agar di situlah nilai kemanusiaan sebagai gambar Allah menjadi nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar