Novelis dan teolog Rusia, Leo
Tolstoy, pernah menulis kisah Pakhom yang membeli tanah suku Bashkit. Kepala
suku mengatakan bahwa Pakhom dapat memiliki tanah seluas yang diinginkannya
hanya dengan membayar seribu rubel. Tanah yang bisa dijelajahi dalam satu hari
akan menjadi miliknya, dengan satu syarat, ia harus kembali ke titik berangkat
sebelum matahari terbenam.
Fajar menyingsing, Pakhom
membayar seribu rubel kepada kepala suku dan mulai berjalan sambil menancapakan
patok tanah. Ia mempercepat jalannya untuk menambah, menambah dan menambah lagi
area tanah yang ingin dimilikinya. Ia tampak telah terlalu jauh berjalan dan
harus segera kembali ketitik berangkat semula kalau tidak mau kehilangan
seluruh tanah yang telah ia patok. Ia berjalan lebih cepat, berlari dan terus
berlari sekuat tenaga. Akhirnya, Pakhom mencapai titik berangkat, kelelahan,
kehabisan tenaga, dan nafasnya tersengal-sengal. Jantung Pakhom berhenti
berdenyut. Ia mati seketika, dan hanya dibutuhkan sepetak tanah untuk mengubur
jasadnya.
Kisah Pakhom adalah peringatan
Leo Tolstoy kepada kita agar selalu menjauhkan diri dari ketamakan, tidak
menghambakan diri kepada kerakusan. Tuhan tidak tahan melihat orang-orang rakus
dan tamak. Ia membenci mereka yang memburu harta lebih berlimpah, meraup
kekuasaan tanpa batas dan mengerat rasa bersyukur atas kemurahan dan
pemeliharaan Tuhan.
Tuhan membenci Israel karena
orang-orang kaya, para pemimpin, termasuk para imamnya menghambakan diri kepada
kerakusan dan ketamakan. Yehezkiel 34 :2 menggambarkan bahwa para pemimpin itu
mestinya seperti gembala yang baik. Gembala yang mengasihi dombanya, nyatanya
mereka lebih rakus dari pada serigala. Mereka mengabaikan peringatan TUHAN
lewat para nabinya. TUHAN menghukum mereka karena TUHAN tidak tahan dengan
keserakahan dan penindasan yang mereka lakukan. Kerakusan Pakhom harus dibayar
dengan nyawa, terlalu mahal untuk seribu rubel. Kerakusan Israel harus dibayar
dengan datangnya bangsa-bangsa asing yang menjarah dan menghancurkan Israel.
Bukankah banyak pemimpin
negeri ini juga memperlihatkan kerakusan Pakhom? Tidak puas dengan gaji dan
tunjangan? Tidak malu-malu dengan jabatan kehormatan; baik anggota dewan yang
terhormat, yang mulia penegak hukum, si pandir profesor dan yang lainnya. Tuhan
pasti tidak tahan melihat prilaku bangsa kita. Jika Israel yang meyakini diri
sebagai umat kesayangan Allah sendiri mengalami penghukuman, maka apa jadinya
kita? Pasti Tuhan juga tidak segan menghukum. Tidak ada jalan lain untuk terhindar
dari murka Tuhan itu selain berhenti serakah dan rakus, kembali ke jalan Tuhan
dan memberlakukan kasih bukan sekedar kata-kata. Tapi mewujud dalam prilaku.
Itulah pertobatan yang benar!
Yohanes Pembaptis menyerukan
pertobatan itu, “Bertobatlah, sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat!” Siapa pun tidak dapat luput dari murka Tuhan
jika tidak bertobat. Kelompok Farisi dan Saduki yang menganggap diri linuwih
dari yang lain mengira bahwa secara otomatis mereka mendapat hak istimewa di
hadapan Allah karena status mereka sebagai keturunan Abraham, namun kali ini
Yohanes dengan tegas menunjuk hidung mereka dengan, “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu,
bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? (Matius 3:7).
Jadi jika Farisi dan Saduki yang merupakan pentolan Yahudi saja tidak dapat
lolos dari murka Allah, apalagi kita!
Banyak orang yang mengaku
Kristen punya pandangan seperti Farisi dan Saduki itu. Asal percaya Yesus,
sorga sudah menjadi jaminan! Ternyata Yohanes menggugat pemikiran sempit
seperti ini. Menurut Yohanes, orang yang
akan lolos dari murka Allah adalah mereka yang
bertobat dan menghasilkan buah pertobatan itu. Bukan hanya keyakinan belaka!
Yohanes mengatakan “Jadi hasilkanlah buah
yang sesuai dengan pertobatan. Dan jangan mengira, bahwa kamu dapat berkata
dalam hatimu: Abraham adalah Bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah
dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Kapak sudah
tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang
baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Matius 3:8-10).
Balik pada kisah Israel jaman
Yesaya. Ketika umat itu bertobat. Mereka mecari Allah dan bersedia melakukan
kehendak-Nya maka Allah menjanjikan pemulihan. Yesaya menubuatkan akan
kehadiran Sang Tunas yang keluar dari tunggul Isai (Yesaya 10:1). Kehadiran
Sang Tunas akan membawa perubahan luar biasa. Perubahan itu berupa tatanan
kehidupan yang diwarnai oleh kasih, kedamaian dan keadilan.
Menarik, kata Ibrani netzer yang berarti tunas atau taruk yang tumbuh dari batang pohon yang tampaknya mati
merupakan akar kata dari nazaret. Di
kemudian hari, Yesus disebut sebagai “orang Nazaret” (Matius 2:23, Yun: Nazoraios; Ibrani: netzeri) yang mempunyai makna “orang dari Nazaret” atau “Sang
Tunas.” Sang Tunas inilah yang dimaksudkan dengan Mesias. Sang Mesias yang
kedatangan-Nya dipersiapkan dan disuarakan oleh Yohanes Pembaptis!
Seseorang yang mengharapkan
dan menghargai arti kedatangan Sang Mesias itu tentu akan berusaha untuk
menyambut-Nya dengan segala kemampuannya. Hidup sesuai dengan apa yang
diinginkan-Nya. Mencintai apa yang dicintai-Nya; berlaku adil dan benar, serta
mengasihi sesama dengan tulus. Membenci yang Dia benci; keserakahan, ketamakan,
kerakusan dan segala bentuk penindasan. Jika semua orang menyambut dan memaknai
arti kehadiran Mesias di tengah-tengah dunia ini, maka sudah pasti kedamaian
dan indahnya hidup di dunia ini akan terjadi. Nubuat nabi Yesaya akan
mendapatkan penggenapanya,
“Serigala akan
tinggal bersama domba
Dan macan tutul
akan berbaring di samping kambing.
Anak lembu dan
anak singa akan makan rumput bersama-sama,
dan seorang anak
kecil akan menggiringnya.
Lembu dan beruang
akan sama-sama makan rumput
dan anaknya akan
sama-sama berbaring,
sedang singa akan
makan jerami seperti lembu.
Anak yang menyusu
akan bermain-main dekat liang ular tedung
dan anak yang
cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.
Tidak ada yang
akan berlaku jahat atau yang berlaku busuk
di seluruh
gunung-Ku yang kudus,
sebab seluruh bumi
akan penuh dengan pengenalan akan TUHAN,
seperti air laut
yang menutupi dasarnya.
Maka pada waktu
itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi
bangsa-bangsa;
dia akan dicari
oleh suku-suku bangsa
dan tempat
kediamannya akan menjadi mulia.”
(Yesaya 11:6-10)
Bagi sebagian orang, nubuat Yesaya bisa saja dipandang
sebagai pengharapan utopia, yang tidak bakalan terjadi. Namun, bagi yang
menjunjung tinggi makna kehadiran Mesias dan yang mengasihinya, nubuat itu
bukan isapan jempol belaka. Bagi mereka inilah yang akan merasakan kedamaian
yang sesungguhnya. Semoga kita berada dalam golongan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar