Jumat, 08 November 2013

S E M P U R N A


Konon ada suku Indian yang memiliki tradisi menggelar kompetisi menjadi “Sang Sempurna”. Hari itu, saat fajar merekah, ada tiga pemuda bertubuh tegap, kekar dan cerdas siap berlomba. Mereka ditantang mendaki gunung-gunung, setinggi yang bisa mereka jelajahi, sejauh yang dapat mereka jalani.

Ketiga pemuda itu harus menjelajah dan mendaki gunung tanpa alat bantu, dan hanya boleh membawa bekal sekantong madu.

Pemuda pertama telah pulang sore hari, ia membawa ranting pinus, bukti bahwa ia sudah mendaki gunung yang tinggi. Sehari kemudian, menjelang pagi, pemuda kedua datang dengan sepotong cadas keras di tangannya, bukti ia sudah mendaki gunung tertinggi. Hari kembali larut dalam dekapan malam, pemuda ketiga belum juga datang, dan...sehari kemudian dari kejauhan tampak pemuda itu tertatih-tatih. Ia tidak membawa apa pun, tidak membawa ranting pinus atau cadas keras.

“Tetua, aku sudah mendaki gunung yang tinggi, tempat di mana aku tidak lagi menemukan pohon atau semak belukar. Aku tidak melihat bunga-bunga tumbuh di sana, aku hanya menemukan batu karang dan tanah kering,” lapor pemuda itu kepada kepala suku. Lalu dengan nada bangga pemuda itu meneruskan, “Tetapi aku telah melihat lautan luas yang menyatu dengan langit. Di malam hari aku melihat rembulan begitu dekat dengan wajahku. Aku menyentuh rembulan. Aku juga dikelilingi bintang-bintang...!”

Kepala suku sangat bahagia, katanya, “Anakku, engkau sudah merasakan keras dan beratnya menjadi sempurna, dan ketika engkau tidak lagi peduli membawa bukti kesempurnaan, itu menandakan engkau tidak lagi butuh pengakuan karena engkau telah menyatu dengan kehidupan yang sempurna.”

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48). Kita dapat menjadi sempurna bukan dengan cara mencari bukti-bukti dan menunjukkannya kepada banyak orang, melainkan sempurna menurut pandangan Tuhan. tidak dengan mencari pengakuan sebagai pelayan Tuhan paling baik dan berdedikasi. Atau pencitraan sebagai dermawan. Namun dengan menjadi anak-anak-Nya yang memiliki kasih seluas lautan untuk menjadi garam dunia. Mengasihi kawan dan lawan, sekutu maupun seteru. Anak-anak Tuhan yang mengasihi semua orang seperti Bapa Surgawi “yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Matius 5:45).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar